Dua Tahun Jokowi-Jk Dalam Atasi Kemiskinan

Oleh : Ahmad Buchori
Pemerintahan Joko Wido­do-Jusuf Kalla berkomitmen dalam melaksanakan pembangunan eko­nomi yang mampu mengatasi kemiskinan dan ketimpangan kesejahteraan antara masyarakat kaya dan miskin.
Komitmen itu ditunjukkan, antara lain melalui langkah me­rancang pembangunan yang didu­kung desain belanja negara yang efektif dan tepat sasaran.

Dengan demikian, penamba­han anggaran untuk pengentasan kemiskinan dan kesenjangan mam­pu menjawab tantangan yang ada. Sejumlah indikator terkait pembangunan bidang kesejah­teraan, yaitu pengentasan kemis­kinan dan kesenjangan atau ke­tim­pangan selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, dilapor­kan me­nun­jukkan perbaikan.

Pemerintah menargetkan ang­ka kemiskinan turun menjadi tujuh persen dengan rasio gini 0,36 persen pada 2019. Upaya ini, antara lain dilakukan melalui peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak dan perbaikan desain belanja negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya ingin membuat pembangunan ekonomi yang betul-betul dapat mengatasi kemiskinan dan kesen­jangan dengan belanja APBN yang ditujukan untuk pemenuhan jasa yang sifatnya dasar, yakni pendidikan, kesehatan, air minum, dan sanitasi.

Ia mengatakan, meski peme­rintah telah menambah anggaran pendidikan menjadi sekitar Rp400 triliun dan anggaran kesehatan Rp100 triliun pada 2016, namun belum bisa menjawab tantangan kemiskinan di mana tercatat 50.000 kelas rusak berat dan 30 persen anak mengalami kurang gizi.

Karena itu, menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, desain pembangunan perlu di­rancang dengan pemikiran yang sungguh-sungguh disertai komit­men jangka panjang. Ia mengingatkan Indonesia harus belajar dari pengalaman pada 2014 di mana pemberian subsidi BBM justru menghilangkan kesempatan negara untuk mem­bangun infrastruktur. Subsidi tersebut juga tidak tepat sasaran.

Sejak pemerintahan Jokowi-JK, pemerintah mulai fokus pada pembangunan infrastruktur de­ngan target alokasi anggaran RAPBN 2017 mencapai Rp346,6 triliun atau 114,3 persen dibanding alokasi infrastruktur rata-rata pada 2011-2014.

Sementara subsidi BBM ditu­run­kan hingga Rp92,2 triliun dalam RAPBN 2017 atau 64,6 persen dibanding alokasi subsidi BBM rata-rata selama tiga tahun anggaran yang sama. Peran Pajak Menkeu menga­takan tanpa ada penerimaan pajak sulit bagi pemerintah untuk membuat program pengentasan kemiskinan yang bisa menjamin kesejahteraan bagi setiap warga negara.

Fakta itulah yang kemudian mendorong pemerintah melaku­kan reformasi bidang perpajakan, antara lain dengan meluncurkan program amnesti pajak. “Pajak identik dengan sebuah negara yang mengatakan dirinya sebagai negara berdaulat. Keda­ulatan hanya bisa ditegakkan apabila kita membayar pajak,” kata Sri Mulyani.

Berkaitan dengan program amnesti pajak, pada periode I atau Juli-September 2016 dengan tarif tebusan dua persen yang telah berakhir per 30 September 2016 itu tercatat ada 372.059 surat pernyataan harta (SPH) yang disampaikan wajib pajak (WP).

Dari angka itu terdapat 14.135 orang yang selama ini belum pernah membayar pajak atau belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Total harta yang dilaporkan mencapai Rp3.620 triliun yang terdiri dari deklarasi harta di dalam negeri Rp2.533 triliun, deklarasi harta di luar negeri Rp951 triliun, dan dana yang kembali dari luar negeri ke Indonesia atau repatriasi Rp137 triliun.

Sementara uang tebusan yang di­targetkan masuk dalam pe­nerimaan negara sebanyak Rp165 triliun pada akhir periode 31 Maret 2017, sudah terkumpul Rp97,1 triliun dalam akhir periode pertama tersebut.

Berdasarkan data tersebut, pencapaian pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan program amnesti pajak menjadi yang ter­sukses di dunia melewati Italia dengan total harta dilaporkan Rp1.179 triliun, Chili Rp263 triliun, dan Spanyol Rp202 triliun.

Singapura merupakan “tempat parkir” terbesar harta kekayaan orang Indonesia yang diikuti Cayman Island, dan Hong Kong. Data per 26 September 2016, total harta yang dideklarasikan peserta amnesti pajak di Singapura mencapai Rp336 triliun, sementara dana yang direpatriasi sebesar Rp39,47 triliun.

Periode I amnesti pajak atau periode dengan tarif termurah itu dilanjutkan dengan periode II mulai 1 Oktober 2016. Pada periode II, repatriasi atau deklarasi dalam negeri dikenakan tarif 3 persen. Sedangkan deklarasi luar negeri dikenakan tarif 6 persen.

Data Kemiskinan Data Badan Pusat Statistik (BPS) seperti dikutip Kantor Staf Presiden menyebutkan jumlah penduduk miskin di Indo­nesia terus mengalami penurunan. Pada Maret 2014 jumlah pen­­­duduk miskin sebesar 11,25 per­sen, menurun pada September 2014 menjadi 10,96 persen. Namun naik kembali pada Maret 2015 sebesar 11,22 persen dan turun pada September 2015 menjadi 11,22 persen. Lalu turun lagi menjadi 10,86 persen pada Maret 2016.

Penurunan angka kemiskinan itu merata pada tingkat nasional di mana di Sumatera turun 0,33 persen, Pulau Jawa turun 0,45 persen, Bali turun 0,51 persen, Kalimantan turun 0,16 persen, Sulawesi 0,15 persen, dan Papua 0,05 persen.

BPS juga mencatat bahwa ketimpangan antara kaya dan miskin yang diukur melalui rasio gini mengalami penurunan. Nilai rasio gini terentang antara 0-1. Dengan demikian semakin tinggi nilai rasio gini berarti semakin tinggi ketimpangan di suatu negara atau wilayah.

Pada Maret 2014 indeks rasio gini nasional yang meliputi wilayah perkotaan dan pedesaan sebesar 0,406, September 2014 0,414), Maret 2015 (0,408), September 2015 (0,402) dan 0,397 pada Maret 2016. (Bersambung)

Close Ads X
Close Ads X