Bersiap Mudik “Off Road” di Jalintim Sumatera

Oleh : Rahmad Nasution
Tradisi mudik yang ditandai dengan eksodusnya puluhan juta orang dari kota dan desa tempat mereka bermukim maupun bekerja untuk sejenak pulang ke kampung halaman menjelang perayaan Lebaran sudah di ambang pintu. Tradisi tahunan ini tak dapat dipisahkan dari kehadiran bu­lan suci Ramadhan. Mu­hammadiyah, organisasi keis­laman besar di Tanah Air se­lain Nahdlatul Ulama, telah menetapkan awal Ramadhan 1436 Hijriah pada 18 Juni dan Idul Fitri pada 17 Juli.

Seperti tahun-tahun se­belumnya, tradisi eksodus yang dimulai dengan arus mudik pada tujuh hari sebelum Lebaran dan berlanjut dengan arus balik selama sepekan setelah Idul Fitri itu dilakukan warga dengan aneka moda angkutan darat, laut dan udara.

Kementerian Perhubungan RI memperkirakan jumlah pe­numpang angkutan Lebaran 2015 mencapai 20 juta orang atau meningkat 1,96 persen dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 19,61 juta orang.

Para pemudik berkendaraan pribadi pun diperkirakan naik dengan melibatkan 1,68 juta unit mobil. Jumlah ini meningkat 5,8 persen dibanding Lebaran 2014 yang mencapai 1,59 juta unit.
Pemakaian mobil pribadi untuk mudik, menurut catatan Kementerian Perhubungan, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada Lebaran 2013, ada 1,26 juta kendaraan yang digunakan untuk mudik, pada Idul Fitri 2014, jumlahnya meningkat menjadi 1,33 juta unit.

Tren pemudik bersepeda motor juga diperkirakan pe­ng­gunaan sepeda motor ju­ga diperkirakan Kemenhub juga meningkat dalam mudik Lebaran tahun ini 2,02 juta sepeda motor.
Dari puluhan juta orang pemudik itu, tidak seluruhnya memadati ruas-ruas jalan di Pulau Jawa. Bagi para perantau asal Sumatera yang menetap di Jakarta dan kota-kota lain di Pulau Jawa, tujuan mudik mereka itu adalah kampung halaman mereka di pulau yang dijuluki Suwarnadwipa atau “tanah emas” itu.

Jika kemacetan kerap meng­hantui para pemudik di jalur Pantai Utara dan Selatan Jawa, mereka yang pulang kampung dengan kendaraan-kendaraan empat dan roda dua ke Pulau Sumatera dihadapkan infrastruktur jalan yang kon­disinya bervariasi mulai dari mulus, bergelombang dan rusak ringan, rusak sedang hingga rusak berat.

Kondisi jalan yang demikian ditambah dengan fasilitas pe­nerangan jalan yang minim serta cerita dari mulut ke mulut tentang risiko kejahatan di sejumlah titik di ruas jalur lintas Sumatera, itulah yang akan dihadapi para pemudik dengan tujuan Provinsi Lampung, Su­matera Selatan, Jambi, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh itu.

Wartawan Antara yang me­lakukan perjalanan darat dengan Bus Lorena jurusan Medan-Palembang dan Pa­lembang-Bogor pada 1-4 Juni lalu mendapati kerusakan berat di banyak titik di ruas Jalan Lintas Timur (Jalintim) Sumatera ya­ng menghubungkan wilayah Sumut-Riau, Riau-Jambi, Jambi-Sumsel, dan Sumsel-Lampung.

Kondisi ruas jalan ratusan kilometer yang menghubungkan Medan-Lubuk Pakam-Tebing Tinggi-Kisaran-Simpang Kawat-Aek Kanopan-Rantau Prapat-Aek Nabara dan Kota Pinang relatif mulus kendati di beberapa titik ditemukan kerusakan ringan seperti aspal yang retak-retak, bergelombang, melekuk dan berlubang kecil.

Kendati kondisinya relatif baik, kehati-hatian dan kewaspadaan pengemudi tetap diperlukan karena lalu lintas kendaraan roda dua dan roda empat di ruas Jalintim Medan-Rantau Prapat padat dengan fasilitas penerangan jalan yang minim di malam hari.

Di sepanjang perjalanan dari Medan sampai perbatasan wila­yah Provinsi Sumut-Riau yang kondisinya relatif baik itu, Bus Lorena yang disopiri secara bergantian oleh Ronald Silalahi dan Patar Sibarani pada Senin malam (1/6) itu pun dapat di­pacu sampai tingkat kecepatan maksimal yang aman.

Setelah melintasi jalan negara yang mulus, memasuki daerah Cikampak, Desa Aek Batu, Ke­camatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, kecepatan bus dirasakan sedikit melambat karena di ruas itu ada perbaikan jalan sepanjang sekitar 500 meter dengan tumpukan material batu dan dua alat berat yang diparkir di sisi kiri badan jalan.

Rusak dan Pengecoran Me­masuki wilayah Provinsi Riau, jalan relatif mulus namun ter­dapat kerusakan berat di sejumlah titik. Akibatnya, bus lebih sering dirasakan bergetar saat melintasi permukaan jalan beraspal yang terkelupas, tanah berkerikil dan berdebu.

Di beberapa titik ruas jalan yang menghubungkan daerah Bagan Batu-Bangko-Duri dan perbatasan Sumut sepanjang 159 kilometer itu, bahkan kerusakan ditandai dengan lubang-lubang besar dan dalam seperti dijumpai di satu desa sekitar 40 kilometer dari Duri.

Ruas jalan dengan tingkat kerusakan serupa juga dijumpai di beberapa titik lain dalam perjalanan Duri-Pekanbaru pada 2 Juni dinihari. “Tapi ini belum seberapa. Ini sih masih ‘anaknya’. Yang parah ada di Sumatera Selatan,” kata Patar Sibarani.

Di Jalintim yang menghubungkan Provinsi Riau-Jambi, dijumpai belasan titik pengerjaan pengecoran separuh badan jalan. Pengecoran yang menyisakan ujung-ujung besi cor di sisi kiri dan kanan jalan itu tersebar mulai dari ruas Duri-Minas-Pekanbaru hingga Belilas di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Sopir Bus Lorena Ronald Silalahi yang rutin melintasi ruas Jalintim Riau-Jambi mengatakan setidaknya ada 12 titik pengecoran di sepanjang 513 kilometer Jali­ntim yang menghubungkan Pe­kanbaru-Pangkalan Kerinci-Sorek-Ukui-Japura-Belilas-Sangeti dan wilayah Provinsi Jambi itu.

Akibatnya, sering terjadi an­trean panjang kendaraan menjelang titik pengecoran jalan karena kendaraan-kendaraan roda empat seperti truk tronton, bus dan mobil pribadi yang datang dari arah Pekanbaru menuju Jambi atau sebaliknya harus bergantian berjalan.

Waktu tempuh pun ber­tambah panjang. “Karena ban­yaknya cor-coran itu, waktu tempuh Pekanbaru-Medan bisa 23 jam. Padahal, biasanya nor­mal cuma 12 sampai 13 jam. Saya tahu semua ini dari laporan sopir-sopir bus Lorena rute Palembang-Medan yang telat tiba,” kata Rahmayuni, petugas loket kantor PT.Eka Sari Lorena Transport di Jalan S.M.Raja, Medan.

Apa yang disampaikan Rah­mayuni terbukti. Pada 2 Juni pukul 11:35 WIB, misalnya, terjadi antrean kendaraan roda empat sepanjang lebih dari satu kilometer akibat tertahan menjelang ruas jalan yang dalam proses semenisasi di dekat Simpang Perak, Pangkalan Kerinci, Riau.

Setelah berhenti sekitar 34 menit, kendaraan-kendaraan yang berada di barisan antrean mulai bergerak perlahan namun beberapa menit kemudian kembali berhenti. Beberapa sopir mobil pribadi dan angkutan barang jenis “pick-up” yang tak sabar menyalip puluhan kendaraan yang sudah sejak tadi ada di barisan antrean.

Ulah para sopir yang tak sabar ini memicu beberapa sopir lain untuk melakukan hal sama. Baru pada pukul 13.28 WIB, seluruh kendaraan yang bergerak ke arah Jambi mendapat giliran jalan.
Beberapa orang pemuda membantu mengatur giliran kendaraan yang datang dari dua arah supaya tidak terjadi penumpukan dan kemacetan di titik pengecoran badan jalan yang ber­jarak sekitar 65 kilometer dari Kota Pekanbaru itu.

Untuk mengantisipasi potensi kecelakaan di ruas Jalintim Riau-Jambi akibat kerusakan jalan serta perbaikan dan semenisasi, kepolisian setempat memasang papan-papan peringatan se­perti “Jangan Lengah”, “Jaga Jarak Iring, Tanjakan Tinggi”, “Waspada” dan “Konsentrasi” di sejumlah tempat.

Perbaikan jalan dan go­rong-gorong yang sedang di­lakukan di beberapa titik di ruas Jalintim Riau-Jambi ter­sebut mengharuskan para pe­ngemudi tetap berhati-hati dengan memacu kendaraannya dalam batas aman kecepatan supaya mereka masih mampu mengendalikan mobil ketika jalan rusak tiba-tiba menghadang.
(ant)

Tulisan kedua==sambungan

Close Ads X
Close Ads X