Timbul Hutagalung “Mike Tyson” Medan

Medan | Jurnal Asia

Siapa yang tak mengenal dengan sosok petinju Medan bernama lengkap Timbul Hutagalung ini. Kepalan tangannya selalu membuat lawan KO di atas ring. Tak ayal ia pun mendapat julukan “Mike Tyson” Medan. Penampilan dengan skill dan stamina yang dimilikinya membuat petinju daerah lain berpikir dua kali untuk menghadapinya. Lebih ironis lagi pukulannya membuat petinju Jakarta nyaris tewas di atas ring.

Bapak lima anak ini memulai debutnya sebagai petinju berawal dari pemuda yang suka berantam antar kampung dengan kehidupan yang serba kekurangan. Bakat yang terpendam sebagai petarung disalurkan dengan latihan di sasana Rajawali Boxing Camp Medan pada tahun 1991. Semenjak bergabung dengan sasana milik almarhum Olo Panggabean dirinya jadi teratur dan disiplin dalam kehidupan dan latihan.

Pria yang dilahirkan di Sei Semayang ini telah membukukan prestasi antara lain juara Piala Walikota Padang tahun 1994 dan 1995 selanjutnya juara Open Turnamen Pangdam I/BB tahun 1995. Pada tahun 1997 beralih menuju tinju Profesional dan berhasil menyabet sabuk nasional pada pertarungan kelas ringan (58,9 kg).

Petinju yang selalu menatap bengis lawan ini sebagai taktik untuk membuat lawan down berhasil mempertahankan gelar selama 11 kali. Prestasi yang diraih membuat kehidupan semakin meningkat karena mendapat bonus dari tokoh pemuda Sumut, almarhum Olo Panggabean.

Ternyata anak ke 6 dari 13 bersaudara ini tidak hanya membukukan prestasi dalam dunia tinju saja. Dirinya juga tercatat sebagai juara panco se-Sumut pada tahun 1991 sampai tahun 1993. Pada tahun 1992 berhasil menjadi juara panco nasional kelas ringan (60 kg).

Prestasi yang telah diraih tak terlepas dari peran pelatih Binner Dabuke. Memasuki usia ke 46 tahun darah tinju masih mengalir dalam jiwa. Hal ini terbukti dengan didirikan sasana Timbul Tangguh Boxing Camp dengan misi membina atlet tinju untuk perkasa di atas ring. Timbul Hutagalung mengatakan Medan dan umumnya Sumut merupakan daerah yang banyak melahirkan petinju-petinju handal dan tangguh serta telah banyak mengukir prestasi diajang tingkat nasional maupun internasional.

“Terakhir pada tahun 2004 Sumut mampu bicara sebagai juara umum Kejurnas tinju yang diselenggarakan di Jakarta. Namun, sejak itu keperkasaan petinju Sumut mulai memudar di arena amatir maupun profesional,” ujar Timbul Hutagalung di Medan, Rabu (20/6).

Ia menegaskan bukan bicara sombong sebelum tahun 2004, petinju Medan dan Sumut jika berhadapan dengan petinju asal pulau Sumatera di partai final dalam ajang nasional. Petinju Sumut cukup dengan memandang sebelah mata tapi bukan anggap enteng mengkandaskan lawannya masing-masing. Untuk petinju di luar Sumatera, jika sudah berhadapan dengan petinju Sumut, mereka akan gemetar untuk berhadapan dengan petinju Medan maupun Sumut.

“Kejayaan petinju Medan maupun Sumut saat ini sudah memudar sehingga petinju daerah lain yang berhadapan dengan petinju Sumut sudah tidak gentar lagi. Untuk itu diharapkan Pertina Medan di bawah kepemimpinan Sabam Parulian Manalu dan Pengprov Pertina Sumut yang dikomandoi Romein Manalu untuk dapat mengembalikan kejayaan tinju Medan di level regional, nasional maupun internasional,” tutup pria bertubuh kekar ini. (bambang nl-adp)

Close Ads X
Close Ads X