Rasio utang luar negeri (ULN) terhadap penerimaan transaksi berjalan (TB) atau current account receipt menembus batas aman atau threshold waspada 170,7 persen. Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia (BI) Hendy Sulistiowati menuturkan, rasio ULN terhadap penerimaan TB pada posisi akhir kuartal II 2016 mencapai level 180,4 persen.
Rasio ini juga lebih tinggi dibandingkan kuartal I 2016 yang di level 176,8 persen. “Kalau dilihat, ULN cenderung turun, tetapi kenapa rasio ULN terhadap penerimaan TB naik?” kata Hendy di Jakarta, Selasa (23/8).
BI menganalisis, meskipun ULN mengalami penurunan di kuartal II 2016, penurunan penerimaan TB lebih besar. Penerimaan TB ini merupakan penerimaan dari ekspor barang dan jasa, neraca pendapatan primer dan pendapatan sekunder.
Hendy mengatakan, menurunnya penerimaan TB ini disebabkan turunnya ekspor komoditas, seperti minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batubara. Kombinasi harga dan permintaan yang masih melemah di pasar global menyebabkan penurunan ekspor komoditas ini. “Ekspor produk manufaktur juga masih ada yang tumbuh negatif. Permintaan dari Eropa dan Amerika Serikat belum naik sekali,” imbuh Hendy.
“Jadi tembusnya rasio ini bukan karena pengutang gencar berutang, tetapi karena penerimaan TB yang turun. Mereka para pengutang Indonesia itu lebih prudent dalam menjaga eksposur dia,” ucap Hendy.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi. (kcm/ant)