Uang Ketok APBD Sumut Tradisi Tahunan | Gatot Akui Suap DPRD Via Randiman, Fuad dan Baharudin

Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho (kanan) memberikan kesaksian dalam sidang terdakwa kasus suap APBD Sumatera Utara dan Hak Interpelasi DPRD Sumut Kamaluddin Harahap (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/3). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan Gatot yang juga terlibat dalam kasus itu. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww/16.
Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho (kanan) memberikan kesaksian dalam sidang terdakwa kasus suap APBD Sumatera Utara dan Hak Interpelasi DPRD Sumut Kamaluddin Harahap (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/3). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan Gatot yang juga terlibat dalam kasus itu. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww/16.

Jakarta | Jurnal Asia
Gubernur Sumatera Utara non aktif Gatot Pujo Nugroho mengakui adanya uang suap, yang diberikan oleh Pemprovsu kepada anggota DPRD. Tujuannya untuk memuluskan pengesahan APBD atau yang dikenal dengan sebutan uang ketok.

Menurut Gatot, dana itu sudah menjadi tradisi selama ia menjabat se­jak tahun 2011. Kaki tangannya disebut Bendahara Sek­retariat dan Sekretaris DPRDSU, Muhammad Ali­na­fiah dan Randiman Tarigan, atau Kabiro Keuangan Pem­­prov Sumut Ahmad Fuad Lubis. Besaran duit diberi ber­­tahap, berkisar mulai dari Rp40 juta hingga Rp1,5 miliar.

“(Uang ketok) Itu sudah seperti menjadi tradisi sebelum pengesahan APBD, Yang Mulia. Di dalam pembahasan APBD ada kesepakatan TAPD dan DPRD yang saya ketahui ada uang ketok,” kata Gatot dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (2/3).

Gatot mengatakan hal itu dalam kesaksiannya untuk terdakwa man­tan Wakil Ketua DPRD Sumut Ka­maluddin Harahap. Kamaluddin dise­but sebagai pihak yang me­nen­tukan besaran uang ketok dari Pem­­prov Sumut untuk pengesahan APBD itu. “Kalau tidak selesai antara Banggar dan TAPD itu, APBD tidak dibahas-bahas,” katanya.

Hal itu dibenarkan oleh Sekda Sumatera Utara Nurdin Lubis, yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam sidang untuk Kamaluddin. Nurdin Lubis mengaku pernah bertemu dengan Kamaluddin di ruang Sek­retaris Dewan DPRD Sumatera Uta­­ra sebelum pengesahan APBD 2012. “Ketika pembahasan APBD 2012 disampaikan ke dewan, kemudian dalam sidang paripurna muncullah keinginan agar ada semacam uang ketok,” kata Nurdin.

Sekitar sepekan hingga 2 pekan kemudian, APBD 2012 disahkan. Di situlah ia berasumsi bahwa uang tersebut telah diterima oleh anggota dewan. Sementara yang menyerahkan uang ketok tersebut adalah mantan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut Baharuddin Siagian.

Tiap Tahun Naik
Uang ketok DPRD Sumatera Utara disebut sudah menjadi tradisi tahunan sebelum pengesahan dan laporan pertanggungjawaban APBD. Bahkan permintaan uang ketok tersebut naik setiap tahun.
Hal itu diakui oleh mantan Sekda Sumut Nurdin Lubis saat bersaksi untuk mantan Wakil Ketua DPRD Sumut Kamaluddin Harahap.

Nurdin mengaku mendengar permintaan langsung dari Kamaluddin terkait uang ketok sebesar Rp 1,5 mi­liar untuk pengesahan laporan pertang­gungjawaban APBD tahun 2012. Saat itu SKPD Pemprov Sumut bersama para anggota DPRD Sumut tengah berkumpul di ruang Sekretaris Dewan (Sekwan) usai membahas APBD.

“Waktu itu ada permintaan dari dewan, bagaimana uang ketoknya yang Rp 1.550.000.000. Kemudian saya bilang, ya nanti lapor ke Pak Gubernur (Gatot Pujo Nugroho) dulu,” kata Nurdin di Pengadilan Tipikor di Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (2/3).

Menurut Nurdin, Gatot kemudian menyetujui permintaan uang ketok para anggota dewan tersebut karena hal itu sudah menjadi tradisi tahunan. Hal yang sama terulang sebelum pengesahan APBD Perubahan 2013. Namun nilai uang ketok yang diminta naik. “(Tahun 2013) Naik Rp 1 miliar, jadi Rp 2,5 miliar Yang Mulia,” kata Nurdin Lubis.

Kemudian sebelum pengesahan APBD tahun 2014, permintaan uang ketok itu naik menjadi Rp 1,3 triliun dalam bentuk program. Namun Gatot sebagai Gubernur Sumut saat itu menyatakan keberatan dan meminta uang ketok diturunkan. Setelah dilakukan negosiasi, akhirnya diputuskan permintaan uang ketok sebesar 5% dari Rp 1 triliun yakni Rp 50 miliar.

“Kemudian untuk pengesahan APBD 2015 saya dapat info dari Pak Gubernur awalnya DPRD minta Rp 250 juta. Tapi diminta Pak Gubernur Rp 150 juta, kemudian disepakati Rp 200 juta,” kata Nurdin.

Dalam berkas dakwaan Kamaluddin dituduh menerima uang sebesar Rp 1,4 miliar dari Pemprov Sumut untuk memuluskan pengesahan APBD tahun anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015.

Uang suap Rp 1,4 miliar menurut Jaksa KPK diterima Kamaluddin beberapa kali. Gatot menyerahkan uang tersebut melalui Bendahara Sekretariat DPRD Sumut Muhammad Alinafiah, Sekrataris DPRD Sumut Randiman Tarigan, atau Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis. Besaran duit yang diberikan bertahap ini berkisar mulai dari Rp 40 juta hingga Rp 1,5 miliar.

Selain kepada Kamaluddin, Gatot juga memberikan duit suap atau yang dikenal dengan istilah ‘uang ketok’ kepada pimpinan DPRD Sumut lainnya yaitu Ajib Shah, Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri.

‘Uang ketok’ diberikan dengan tujuan yang sama, yakni memuluskan persetujuan APBD Pemprov Sumut tahun anggaran 2012 hingga 2015. Atas perbuatannya, Kamaluddin Harahap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana. (dtc)

Close Ads X
Close Ads X