Tuduhan Pidato Nodai Agama PDIP Akan Gugat Balik Pelapor Megawati

Jakarta – Ketua Umum PDIP, Megawati Soe­karnoputri, dilaporkan atas ka­sus dugaan penodaan agama oleh man­tan ketua FPI Jakarta Utara, Ba­­­haruzaman, ke Bareskrim Polri pada Senin 23 Januari 2017. Atas pe­­laporan itu, partai berlambang ban­­teng moncong putih itu tak tinggal diam.

Menteri Dalam Negeri yang juga kader PDIP, Tjahjo Kumolo, mengatakan partainya tengah mem­persiapkan gugatan balik terhadap Baharuzaman yang merupakan anggota dari Aliansi Anak Bangsa Anti-Penodaan Agama.

“Tim hukum beliau (Megawati) dari partai akan melakukan gu­gatan balik. Iya dong, itu sudah me­laporkan seseorang. Anda pun kalau dituduh tanpa bukti kuat. Prinsipnya, sebagai warga negara kalau keberatan terhadap tuntutan yang mengganggu kehormatan harga diri apalagi fitnah, berhak menggugat balik,” kata Tjahjo.

Menurut Tjahjo, Baharuzaman tak memahami isi pidato presiden ke-5 Indonesia itu secara utuh. Tjahjo menganggap Baharuzaman hanya membaca sepenggal dari keseluruhan pidato Megawati yang disampaikan saat HUT ke-44 PDIP itu.

“Apalagi ini pidato politik tidak boleh lihat sepenggal-sepenggal. Tidak boleh melihat sepotong tidak boleh melihat dari media,” tandasnya.

Salah Kaprah
Menyikapi dilaporkannya Mega­wati ke Bareskrim, Ketua Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Golkar Nusron Wahid menilai laporan itu salah kaprah. Kenapa?

“Islam itu ajaran yang bersifat ter­buka. Laporan atas pidato Ketua Umum PDIP itu salah kaprah, salah ala­mat, dan tidak memahami ajaran Islam secara utuh dan substantif. Apa­lagi Ibu Megawati tidak pernah menyebut aga­ma Islam dalam pidatonya,” kata Nus­ron dalam siaran pers, Rabu (25/1).

Nusron memandang Islam se­bagai agama dengan ajaran yang ter­buka dengan ruang tafsir. “Bukan dog­ma atau ideologi tertutup. Sa­king terbukanya banyak tafsir, tidak ada tafsir tunggal yang diyakini sebagai kebenaran mutlak. Karena banyaknya tafsir para ulama sepuh selalu menganut prinsip, hanya Allah-lah yang paling tahu akan kandungan dan makna ajaran Islam sesungguhnya,” kata Nusron.

Yang dikritik Mega, menurut Nusron, pemimpin dengan ideologi tertutup. Tidak ada hubungannya dengan agama Islam.

“Yang dikritik Bu Mega kan pe­mimpin dengan ideologi tertutup. Lah kok ada yang ngaku umat Islam ma­rah. Sejak kapan Islam menganut ideologi tertutup? Pemimpin yang menganut ideologi tertutup adalah pe­­mimpin yang memaksakan hanya pen­­dapat dia dan keyakinan dia yang paling benar dan berusaha dipaksakan men­­­jadi kebenaran publik,” kata Nusron.

“Pemimpin model begitu ada di Islam, Kristen, atau agama lain. Ada di mana saja. Dia suka menghakimi orang dengan benar-salah secara sepihak. Surga dan neraka, benar dan salah ditentukan sendiri. Cara memahami agamanya kurang luas dan mau dipaksakan ke publik. Sekali lagi, ajarannya tidak salah. Cara memahaminya yang salah. Ini repot,” katanya.

Gugatan ini, menurut Nusron, makin menandakan makin mera­jalelanya kelompok tertentu yang me­mandang persoalan dengan per­sepsi dan asosiasi pribadi.

“Pers­pektif dia secara tertutup dan tidak mau menerima argumen dan pers­pektif orang lain. Contohnya soal lambang BI, diasosiasikan lam­bang palu-arit. Ideologi tertutup di­aso­siasikan umat Islam dan tidak per­caya dengan hari akhir dan rukun iman,” katanya.

“Ini asosiasi individu, yang belum tentu benar dan waras asosiasinya, dijadikan dasar dan rujukan sikap, dan kemudian dipaksakan. Lama-lama hidup kita diatur dengan asosiasi orang. Yoo gendheng lama-lama kita ini,” pungkasnya.
(ant/dtc)

Close Ads X
Close Ads X