Terjelek No.2 di Indonesia, Infrastruktur Jalan di Sumut Tambal Sulam

Medan | Jurnal Asia
Infrastruktur jalan nasional di Provinsi Sumatera Utara jika dilihat dari tingkat kemantapannya menempati peringkat paling jelek nomor dua di Indonesia. Kepala Balai Jalan Nasional Sumut-Aceh, Paul Siahaan mengatakan, kualitas infrastruktur jalan nasional di Sumut kalah jauh dibandingkan wilayah timur seperti Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. “Kalau tidak salah, Sumut hanya menang dari Maluku,” ucapnya dalam rapat dengan Komisi D DPRD Sumut, Selasa (10/5).

Menurut dia, penilaian tentang kualitas infrastruktur jalan nasional tersebut, dilihat dari tingkat kemantapannya yang harus kategori baik dan sedang. “Umumnya, tingkat kemantapan rata-rata jalan nasional di provinsi lain sudah mencapai 90 persen sehingga menimbulkan kenyamanan bagi penguna jalan. “Provinsi Aceh sudah 91 persen, kalau Sumut baru 85 persen,” ujar Paul.

Infrastruktur jalan nasional di Papua dan Papua Barat bisa lebih bagus karena mendapatkan alokasi anggaran lebih besar, meski jalan nasional lebih pendek. Sedangkan Sumut mendapatkan alokasi anggaran paling kecil meski memiliki jalan nasional terpanjang di Indonesia yakni 2.632 km.

Alokasi anggaran untuk Sumut menjadi kecil karena jumlahnya sering menimbulkan masalah di lapangan, terutama bagi kalangan kontraktor. “Dikasi besar berantem, dikasi kecil berantem, mending gak usah dikasi,” tukasnya.

Menurut dia, kecilnya anggaran untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur jalan tersebut bukan karena tidak adanya dukungan dari DPR RI, terutama yang berasal dari Sumut.
“Kontraktor disini tidak mau kompak, beda dengan provinsi lain yang mau ‘join’,” ujar Paul. Dari tujuh kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba, infrastruktur jalan yang paling buruk berada di Kabupaten Dairi dan kurang mendukung sektor kepariwisataan.

-Jalan Danau Toba Terburuk di Dairi
Paul Siahaan menambahkan, buruknya infrastruktur jalan di Dairi itu terungkap dalam pertemuan tujuh bupati di kawasan Danau Toba dengan Presiden Joko Widodo belum lama ini. “Dalam pertemuan untuk membahas pengembangan Danau Toba tersebut, dibahas kondisi infrastruktur pendukung yang ada di tujuh kabupaten itu. Padahal infrastruktur jalan tersebut sangat dibutuhkan untuk mendukung sektor kepariwisataan Danau Toba yang akan dijadikan destinasi wisata nasional.

Disebabkan keterbatasan anggaran, Balai Jalan Nasional Sumut-Aceh hanya melakukan perbaikan rutin terhadap infrastruktur jalan di Dairi tersebut. “Sementara ini, masih program rutin, karena tidak ada uangnya,” kata Paul.

Meski demikian, Balai Jalan Nasional Sumut-Aceh telah memprogramkan perbaikan dan pengembangan jalan tersebut dengan pola multiyears. Untuk di Daiti, perbaikan dan pembangunan jalan tersebut dilakukan mulai dari Sidikalang melewati Lawepakam, hingga menuju perbatasan Provinsi Aceh.

Sedangkan infrastruktur jalan yang agak jelek di kabupaten lain di sekitar Danau Toba berada di Tapanuli Utara. Kondisi itu dapat terlihat pada ruas jalan dari dari Tarutung ke Sibolga yang jelek. “Di Siborong-borong juga jelek,” katanya.

-Butuh Dukungan Pemda
Balai Jalan Nasional Sumut-Aceh membutuhkan dukungan sejumlah pemerintah kota/kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dalam pembebasan lahan untuk mempercepat pembangunan jalan tol.
“Kalau pembangunan tol, semua bagus progressnya, yang tidak bagus hanya pembebasan lahannya,” kata Paul Siahaan.

Menurut dia, pembebasan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan tol dari Kota Medan menuju Kota Binjai baru mencapai 70 persen. Sedangkan pembebasan lahan untuk pembangunan tol dari Kota Medan, Bandara Kualanamu di Kabupaten Deliserdang, hingga Kota Tebing Tinggi baru 83 persen. Namun pihaknya senang karena sudah melakukan rapat dengan Pemkot Medan yang menyatakan komitmen untuk mendukung proses pembebasan tersebut. “Mudah-mudahan dalam beberapa bulan ini bisa selesai,” katanya.

Balai Jalan Nasional Sumut-Aceh dan instansi terkait sudah melakukan rapat dengan Pemkab Deliserdang untuk mempercepat proses pembebasan lahan tersebut. Koordinasi dan dukungan Pemkab Delierdang sangat dibutuhkan karena lahan yang paling banyak belum dibebaskan berada di daerah itu. “Namun kemarin mereka menyambut baik, mudah-mudah kabupaten yang lain seperti itu,” ujar Paul.

Ia mengatakan bagian lahan yang telah dibebaskan tersebut terpisah-pisah atau sporadis, sehingga mempersulit pembangunan infrastruktur yang direncanakan. “Contohnya, kalau di sini ada yang tidak bebas, sporadis, bagaimana kita mau kerja,” katanya. (ant)

Close Ads X
Close Ads X