Tarif Cukai Rokok Resmi Naik, Harga Dipastikan Ikut Terkerek Mulai 2017

Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) didampingi Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi (kiri) menunjukkan rokok dan cukai rokok ilegal saat pengungkapan kasus di Kantor Dirjen Bea dan Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai berkomitmen akan mengamankan kebijakan cukai secara maksimal dengan cara melakukan penindakan rokok ilegal dan hingga 29 September 2016 Bea Cukai telah melakukan penindakan terhadap 1.593 kasus hasil tembakau ilegal. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc/16.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) didampingi Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi (kiri) menunjukkan rokok dan cukai rokok ilegal saat pengungkapan kasus di Kantor Dirjen Bea dan Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai berkomitmen akan mengamankan kebijakan cukai secara maksimal dengan cara melakukan penindakan rokok ilegal dan hingga 29 September 2016 Bea Cukai telah melakukan penindakan terhadap 1.593 kasus hasil tembakau ilegal. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc/16.

Jakarta – Siap-siap, mulai 2017 mendatang harga rokok dipastikan bakal naik secara keseluruhan. Hal ini terimbas dengan keputusan pemerintah, menaikkan tarif cukai sebesar 13,46 persen untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah adalah sebesar 0 persen, untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB. Selain itu, kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen dan kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata sebesar 12,26 persen.

“Kenaikan rata-rata tertimbang adalah sebesar 10,54%,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9).

Hal utama yang menjadi pertimbangan kenaikan adalah pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai. Pemerintah menyadari bahwa rokok merugikan kesehatan masyarakat sehingga harus dibatasi. Hal ini sejalan dengan prinsip pengenaan cukai yaitu untuk mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran.

Selain aspek kesehatan, pemerintah juga perlu memperhatikan aspek lain dari rokok, yaitu tenaga kerja, peredaran rokok ilegal, petani tembakau, dan penerimaan negara. Oleh karena itu, menurutnya seluruh aspek tersebut perlu dipertimbangkan secara komprehensif dan berimbang dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan harga dan cukai rokok. “Pertimbangan kenaikan adalah pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai,” terang Sri Mulyani.

Alasan Sri Mulyani menaikkan cukai karena rokok merugikan kesehatan masyarakat sehingga harus dibatasi. Secara riil, kebijakan kenaikan cukai dapat menekan konsumsi rokok cukup signifikan melalui kenaikan cukai. Dalam 10 tahun terakhir, jumlah pabrik rokok telah berkurang dari 4.669 pabrik menjadi 754 pabrik di 2016.

Di samping itu, pertumbuhan produksi Hasil Tembakau telah dikendalikan, sehingga selama 10 tahun terakhir menunjukkan tren yang negatif yaitu sebesar -0,28%, dimana pada saat yang bersamaan jumlah penduduk Indonesia tumbuh sebesar 1,4%,.

“Untuk kepentingan kesehatan, Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai dalam 10 tahun terakhir telah mengurangi jumlah pabrik rokok dari 4.669 pabrik menjadi 754 pabrik di tahun 2016,” paparnya.

Awasi Mesin
Disaat yang sama, pemerintah juga menegaskan pada tahun ini meningkatkan pengawasan peredaran mesin pembuat rokok demi mengamankan kebijakan cukai yang sejalan dengan data intelijen dan hasil survei yang menunjukkan pelanggaran yang paling besar adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM).

“Kalau dilihat, mesin (pembuat rokok) itu bisa berpindah-pindah dari rumah ke rumah, ke lurah, ke kecamatan, dan kota lain. Ini tantangan besar bagi kami untuk melakukan penegakan hukum di bidang penanganan rokok ilegal,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Untuk menjamin efektivitas dan juga menghasilkan hasil yang diharapkan, Bea Cukai akan mendata mesin pembuat rokok, bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan instansi lainnya.

Berdasarkan hasil penindakan di Jakarta dan Klaten, Jawa Tengah, Bea Cukai menunjukkan hasil tangkapan berupa rokok ilegal 11.266.600 batang, satu unit mesin pembuat rokok merek Shenzen berkapasitas produksi 1.500 batang rokok per menit.

Hingga 29 September 2016, Bea Cukai telah menindak 1.593 kasus hasil tembakau ilegal. Angka itu naik 1,29 kali dibandingkan dengan penindakan sepanjang 2015 (1.232 kasus) dan 1,76 kali dibandingkan penindakan 2014 (901 kasus).

Sejak Januari 2016 hingga saat ini, Bea Cukai berhasil mengamankan 176,22 juta batang rokok senilai Rp135,55 miliar, di mana jumlah pelanggaran terbanyak berasal dari jenis rokok yang diproduksi mesin. Sri Mulyani mengaitkan data itu dengan Studi tim PSEKP UGM pada 2015 yang menyebutkan peningkatan pengawasan berpengaruh positif terhadap efektivitas kebijakan cukai. (ant/dtf)

Close Ads X
Close Ads X