Tarif Angkutan Online Diatur | Masyarakat Pilih Kendaraan Pribadi

Jakarta – Peraturan tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek akan mengatur batasan tarif atas dan bawah. Dengan aturan tersebut, tarif taksi online akan menyamai tarif taksi reguler yang selama ini dinilai cukup tinggi.

Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai dengan tarif yang serupa dengan taksi reguler, masyarakat akan memiliki kecenderungan untuk kembali menggunakan kendaraan pribadi.

“Kalau misalnya dibuat aturan tarif seperti ini, masyarakat mikir buat naik taksi online. Akhirnya kan nanti biayanya sama. Kalau sama mendingan pakai kendaraan pribadi. Berarti meningkat lagi kendaraan pri­badi,” terangnya di Hotel Mercure, Jakarta, Rabu (22/3).

Menurur Azis, selama ini ke­hadiran angkutan online cukup membantu mobilisasi masyarakat. Bahkan, angkutan online menjadi alternatif bagi yang kerepotan ketika membawa kendaraan pri­badi. “Masyarakat setiap pagi merencanakan per­jalanannya. Kalau visible pakai kendaraan pribadi, kalau enggak visible ya pakai taksi atau ojek online,” tambah dia.

Selain aturan batas bawah dan batas atas tarif angkutan umum tidak dalam trayek, re­visi PM 32 juga meliputi je­nis angkutan sewa, kapasitas silinder mesin kendaraan, kuota jumlah angkutan sewa khusus, kewajiban STNK berbadan hu­kum, pengujian berkala KIR, ke­tersediaan pool, bengkel, pajak, akses dashboard, dan sanksi.

Pemerintah Harus Tegas
Di sisi lain, Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Ang­kutan Darat (DPP Organda), Ateng Haryono menilai, hasil revisi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 sudah cukup baik, namun upaya pemerintah dalam penerapan yang tegas juga sangat ditunggu.

“(Penerapan oleh Kemenhub harus) mempertajam dan mem­pertegas masing-masing usaha itu. Kalau itu bisa dilaksanakan, saya pikir sudah oke. Yang penting bisa berikan asas ke­nyamanan dan kesetaraan pada konsumen,” kata Ateng di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, Rabu 22 Maret 2017.

Ateng menilai tepat kiranya jika revisi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tersebut, isinya juga mengatur terkait soal re­gu­lasi perijinan transportasi on­line seperti dilakukan kepada pihaknya.

“Karena kita semua kan ja­sa angkutan resmi dan sudah mendapat izin,” kata Ateng.

Namun, ketika ditanya dampak dari keberadaan transportasi online, Ateng pun mengakui jika pihaknya memang merasa dirugikan, karena angkutan umum yang harus berpacu pada trayek maupun jalur nyatanya mendapat kompetitor berupa angkutan yang bisa kemana saja.

Apalagi, kompetitornya itu memberikan sejumlah iming-iming lain guna menarik minat konsumen, seperti misalnya kemudahan akses melalui aplikasi online, dan tarif super murah serta berbagai bonus pelayanan berupa diskon dan voucher promosi

“Kendaraan trayek jadi kom­petitor, sedangkan yang online bebas malang melintang kemana saja, akhirnya menjadi sesuatu yang berat,” ujarnya.

(oz/vv)

Close Ads X
Close Ads X