Taksi Daring Berpotensi Langgar Syariat Aceh

Ribuan pengemudi ojek daring (online) yang tergabung dalam Gerakan Bersama seluruh Driver Online (GERAM Online) melakukan aksi damai di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (16/10). Aksi damai tersebut bertujuan untuk meminta kepada pemerintah agar dapat segera menyelesaikan permasalahan peraturan mengenai transportasi daring sehingga para pengemudi transportasi “online” dapat beroperasi secara aman. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/kye/17

Banda Aceh – Baru sekira tiga bulan beroperasi di Aceh, moda transportasi berbasis aplikasi online atau daring sudah dituntut untuk tutup. Soalnya dinilai merugikan angkutan konvensional.

Tuntutan itu dilayangkan Koalisi Transportasi Aceh (KTA) yang tergabung dalam beberapa perusahaan tranportasi di Aceh. Mereka juga mendesak Gubernur menerbitkan peraturan tentang keberadaan transportasi daring itu.

“Sebelum merebak ke seluruh Aceh, kami meminta agar tranportasi online berbasis aplikasi tidak lagi beroperasi di Aceh. Karena melanggar peraturan dan merenggut mata pencaharian kami,” kata Supriyadi, Ketua Koalisi Tranportasi Aceh, di sela aksi menolak transportasi daring di halaman kantor Gubernur Aceh di Banda Aceh pada Senin, 16 Oktober 2017.

Ia berpendapat, kehadiran transportasi online seperti Gojek, Grab, dan Hojak di Tanah Rencong, menuai protes di masyarakat, terutama operator, asosiasi dan perusahaan transportasi.

Hal itu dapat menimbulkan konflik di kalangan pengusaha angkutan resmi dan pengemudi taksi konvensional. “Ini juga dapat menimbulkan persaingan tidak sehat yang akan memicu terjadinya keributan di lapangan, karena merusak tarif angkutan yang sudah ditentukan sebelumnya,” katanya.

Meski sudah beroperasi, dia meminta Pemerintah Aceh untuk tidak memberikan izin bagi keberadaan transportasi berbasis aplikasi itu, seperti di beberapa kota lain.

Langgar Syariat
Ia beralasan, bukan tidak mungkin bagi Pemerintah Aceh untuk menutup itu. Pemerintah bisa membuat qanun terkait pemberhentian transpotasi online.

Di samping itu, keberadaan transportasi online di Aceh juga dinilai melanggar syariat, karena pengendara laki-laki tidak dibolehkan mengangkut penumpang perempuan. “Ini jelas melanggar syariat, apalagi itu beroperasi tengah malam,” ujarnya.

(vv)

Tinggalkan Balasan

Close Ads X
Close Ads X