Selamat Tinggal Tax Amnesty | Kesempatan Tinggal Sebulan Lagi

Presiden Joko Widodo (tengah) tiba di lokasi sosialisasi terakhir tax amnesty di Jakarta, Selasa (28/2). Pemerintah terus memaksimalkan sisa waktu penerapan kebijakan tax amnesty menjelang masa penutupan periode ketiga pada 31 Maret 2017. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama/17

Jakarta – Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak hari ini mengadakan farewell atau perpisahan dengan program pengampunan pajak atau tax amnesty, setelah delapan bulan program ini berjalan. Perpisahan ini dilakukan satu bulan sebelum program ini berakhir pada tanggal 31 Maret 2017 nanti.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan hal ini dilakukan agar wajib pajak masih memiliki waktu sekitar satu bulan sebelum program ini benar-benar berakhir.

“Kita sengaja buat farewell satu bulan sebelum berakhir. Ini adalah farewell yang panjang karena kita ingin memberikan waktu bagi Wajib Pajak kesempatan terakhir dalam tax amnesty,” katanya dalam sambutan di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (28/2).

Sri Mulyani memaparkan, penerimaan tax amnesty hingga hari ini telah mencapai Rp 112 triliun, dengan total harta yang diungkap atau deklarasi sebanyak Rp 4.414 triliun, jumlah SPH yang diterbitkan 707.641 dan Wajib Pajak (WP) yang ikut sebanyak 682.822 WP.

Namun ia mengaku jumlah ini masih belum optimal, karena potensi WP yang seharusnya ikut tax amnesty bisa lebih besar lagi.

“Walau kita senang dengan prestasi ini, namun 682 ribu itu belum memuaskan. Dengan WP 32 juta dan Wajib SPT ada 29,3 juta orang dan dari 29,3 juta itu hanya 12,6 juta yang lapor SPT, maka 680 ribu itu sangat kecil dibanding yang wajib SPT dan belum serahkan SPT,” tutur Sri.

“Makanya kami anggap tax amnesty dari sisi peserta masih bisa ditingkatkan. Makanya kami buat farewell ini sebulan sebelum tax amnesty tutup, agar mereka yang belum miliki NPWP dan yang punya NPWP namun belum serahkan SPT untuk ikut amnesti pajak,” pungkasnya

-Pemborosan Anggaran Rp8,7 Triliun
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali melakukan kajian belanja atau spending review dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017. Hasilnya, kajian tersebut menunjukkan masih adanya pemborosan anggaran negara senilai Rp8,7 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong seluruh kementerian/lembaga untuk merancang perencanaan anggarannya agar jauh lebih efektif, dan langsung menyasar kepada program-program prioritas. Sehingga tidak hanya menghaburkan anggaran yang sudah dialokasikan.

“Spending review ini untuk melihat ada koreksi dan efisiensi. Masih dua bulan di 2017, sudah Rp8,7 triliun,” kata Sri Mulyani, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa siang.

Ia menjelaskan, APBN akan dijadikan pemerintah sebagai instrumen fiskal yang mampu mendukung momentum pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih berkualitas, dengan tujuan mengurangi kemiskinan, kesenjangan, sehingga mampu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.

Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan pemerataan ekonomi ke berbagai wilayah. Sehingga, menurut Sri Mulyani, nantinya kemakmuran sesungguhnya tidak hanya dirasakan masyarakat di Jawa, melainkan tersebar ke wilayah-wilayah yang memang selama ini membutuhkan. “Untuk negara, peranan kementerian/lembaga menjadi penting,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Kemenkeu, Marwanto Harjowiryono, mengatakan spending review bertujuan untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan anggaran dan efektivitas gelontoran belanja setiap penyelenggara negara.

Adapun beberapa indikator yang dijadikan acuan untuk mengukur efektivitas tersebut, di antaranya adalah penjabaran dari aspek kesesuaian, aspek kepatuhan terhadap regulasi, sampai dengan aspek efisiensi kegiatan pelaksanaan.

-Penghambat Tax Amnesty Versi Pengusaha
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia menemukan setidaknya beberapa masalah yang selama ini menjadi hambatan dalam pelaksanaan program tax amnesty atau pengampunan pajak. Hambatan ini, tentu akan memberikan pengaruh di periode ketiga, apabila tidak dicermati dengan baik.

Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani, mengungkapkan, dalam tataran implementasi fasilitas tersebut, kalangan pengusaha memang telah mengimbau aparat pajak untuk menghindari multi interpretasi kebijakan yang terjadi di lapangan.

“Masih cukup banyak masalah di lapangan yang menghambat optimalisasi hasil tax amnesty,” kata Haryadi, saat ditemui di Jakarta International Expo, Jakarta.

Adapun beberapa catatan Apindo yang menjadi hambatan pelaksanaan tax amnesty, di antaranya terkait pemberian Surat Keterangan Bebas dari Wajib Pajak yang mengikuti tax amnesty, berupa balik nama harta seperti tanah atau saham, yang sebelumnya atas nama niminee.

Istilah niminee adalah di mana dalam pelaksanaannya, WP masih menemui kendala teknis ketika berhadapan dengan petugas pajak di tiap Kantor Pelayanan Pajak saat mengurus SKB tersebut. Padahal seharusnya, hal itu tidak perlu terjadi karena telah diatur jelas dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Tak berhenti sampai di situ, Haryadi mengatakan, pelaksanaan di lapangan juga masih ditemukan adanya petugas otoritas pajak yang mengancam untuk memeriksa SPT 2016. Seharusnya, hal tersebut tidak seharusnya dilakukan.

“Ada juga petugas pajak yang mengancam akan melakukan uji terhadap harta tambahan yang telah diikutkan tax amnesty, karena dinilai tidak wajar dan lain sebagainya,” ujarnya. (ant/kcm/dtf)

Close Ads X
Close Ads X