RI Tegaskan Penerapan Hukuman Mati Bagian Kedaulatan

Jakarta | Jurnal Asia
Pemerintah Indonesia menyampaikan posisi bersama negara-negara yang sepaham mengenai hukuman mati, dengan menegaskan bahwa penerapan hukuman mati adalah bagian dari kedaulatan suatu negara.

Pernyataan bersama mengenai hu­kuman mati itu disampaikan Dubes RI untuk Austria, Slovenia, dan Badan-badan PBB di Wina, Dubes Rachmat Budiman se­telah pengesahan dokumen akhir Sesi Khusus Majelis Umum PBB mengenai Permasalahan Narkotika dan Obat-obatan Du­nia, di New York, demikian keterangan pers Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Jumat (22/4).

Dubes Rachmat Budiman menegaskan bahwa hukuman mati dan pelaksanaannya meru­pakan bagian dari implementasi sistem hukum pidana yang di­putuskan oleh otoritas ber­wenang setiap negara.
“Tidak ada hukum in­ter­na­sional yang melarang ke­beradaan hukuman mati dan pelaksanaannya. Setiap negara memiliki hak berdaulat untuk menentukan sendiri sistem politik, hukum, ekonomi dan sosial sesuai kepentingan dan kondisi masing-masing negara,” ujar dia.

Pernyataan bersama tersebut disampaikan untuk menanggapi pernyataan Uni Eropa dan se­jumlah negara lain – seperti Swiss, Norwegia, Kanada, Meksiko, Kolombia, Brazil, Australia – yang kecewa karena perihal hukuman mati tidak dimuat dalam dokumen akhir sesi PBB mengenai Permasalahan Nar­kotika dan Obat-obatan dunia.

Kelompok negara penolak hukuman mati tersebut men­yerukan kembali agar hukuman mati tidak diterapkan dalam kejahatan yang terkait dengan narkoba. Permintaan untuk men­yam­paikan pernyataan bersama itu merupakan kepercayaan kepada Indonesia yang aktif menyerukan bahwa tantangan yang dihadapi negara-negara dalam penanganan narkoba sangat beragam, dan bahwa hukum mati adalah salah satu pilihan berdasarkan ke­daulatan hukum setiap negara.

Selain Indonesia, negara yang sepaham memandang hukuman mati sebagai bagian sistem hukum negara berdaulat, antara lain China, Singapura, Yaman, Malaysia, Brunei Darussalam, Pakistan, Mesir, Arab Saudi, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Bahrain, Iran, dan Sudan.

Pernyataan bersama ter­sebut sangat penting untuk menunjukkan bahwa masih ter­dapat perbedaan di antara negara-negara mengenai isu hukuman mati. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah serius di banyak negara.

“Atas dasar itu, hukuman mati masih merupakan komponen penting sistem hukum pidana yang dapat diterapkan terhadap kejahatan yang sangat serius dalam isu narkoba. Pelaksanaan hukuman mati juga tetap me­matuhi prinsip-prinsip hukum dan keadilan,” tegas Dubes Rachmat.

“United Nations General Assembly Special Session on the World Drug Problem” merupakan salah satu forum utama PBB dalam isu-isu narkotika dan obat-obatan, yang dihadiri 193 negara anggota PBB. Terakhir kali PBB mengadakan Sesi Khusus mengenai narkotika dan obat-obatan ini adalah pada 1998.

Menurut Dubes Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, penyelenggaraan Sesi Khusus tersebut sangat penting bagi Indonesia. Kesempatan tersebut dapat digunakan Pemerintah Indonesia untuk memberi in­formasi dan penjelasan kepada dunia internasional mengenai berbagai kebijakan dan capaian nasional dalam memberantas penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan.

“Pemerintah Indonesia sangat serius dalam mengatasi masalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan. Kita tidak ingin generasi muda Indonesia menjadi generasi yang banyak terjebak penyalahgunaan narkotika,” ujar Dubes Djani.
(ant)

Close Ads X
Close Ads X