Jakarta | Jurnal Asia
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah selesai melakukan investigasi terhadap ground handling di maskapai Lion Air dan Indonesia AirAsia. Gantinya, Kemenhub memberi batas waktu 30 hari untuk kedua maskapai melakukan evaluasi. “Enggak ada (pembekuan), enggak dibekukan lah,” kata Direktur Operasional Lion Air Daniel Putut Adi Kuncoro, saat dikonfirmasi, Selasa (24/5).
Menurut Daniel, seharusnya sanksi dari Kemenhub mulai diberlakukan besok (25/5) hingga 5 hari ke depan. Tetapi rupanya sanksi itu ditunda. “Kita sudah terima surat dari Kemenhub untuk memperbaiki SOP performance dan komunikasi. Diberi waktu 30 hari,” lanjutnya.
Kabag Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Hemi Pamuraharjo mengatakan, maskapai Lion Air dan Indonesia AirAsia diberi waktu 30 hari untuk menindaklanjuti hasil temuan tim investigasi.
“Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah selesai melakukan investigasi terkait ground handling Lion Air dan Indonesia Air Asia, dengan rekomendasi bahwa ground handling kedua airlines tersebut akan dicabut izinnya apabila dalam waktu 30 hari tidak memenuhi atau menindak lanjuti temuan-temuan tim investigasi,” kata Hemi.
“Dan apabila setelah tenggang waktu tersebut belum dipenuhi, maka izin usaha groundhandling akan dicabut,” pungkasnya. Kemenhub memberi sanksi kepada Lion Air setelah maskapai tersebut menurunkan penumpang internasional di terminal domestik. Namun, Kemenhub berbekal hasil investigasi kemudian berubah pikiran dan memberi tenggang waktu kepada kedua maskapai untuk melakukan evaluasi.
Datangi DPR
Sebelumnya, puluhan pilot terlihat kompak mengenakan seragam berwarna putih lengkap dengan dasi hitamnya. Sementara itu puluhan pramugari cantik memenuhi gedung anggota dewan dengan seragam berbeda warna. Ada yang memakai baju putih, merah, dan berwarna ungu.
Rapat dimulai pukul 13.20 WIB. Rapat dipimpin langsung oleh ketua Komisi V DPR RI Fery Djemi Francis, sementara dari pihak Lion Air turut hadir Presiden Direktur Lion Group Edward Sirait dan kuasa hukum Lion Air Harris Arthur Hedar.
Di awal Presdir Lion Group Edward Sirait mengungkapkan kegelisahannya terkait nasib Lion Air yang dianggapnya dianaktirikan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Ia mengakui adanya banyak kekurangan yang dimiliki Lion Air, namun ia berharap pihaknya diberikan kesempatan untuk memperbaiki pelayanan tanpa mendapatkan perlakuan yang sama dengan maskapai lainnya.
“Kami merasa perlakuan sudah mendekati kesewenang-wenangan dalam konteks kami berbisnis di Indonesia. Satu contoh kami ingin terbang Ambon-Dobo, kemudian izin terbang diicabut setelah kami peroleh. Ada bebrapa rute juga yang dicabut sepeti contohnya, Pekanbaru-Kerinci, Denpasar-Surabaya dan sebagainya,” ujar Edward Sirait di ruang rapat komisi V DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, (24/5).
Edward menambahkan, Lion Air siap dibina oleh Kemenhub untuk meningkatkan kualitas pelayanan mereka ke publik. “Kami ingin diperlakukan sama dengan perusahan trasnportasi lainnya. Kalo ada kekurangan kami, kami ingin seperti yang lain, dibina,” harapnya.
40 Pilot Diskors
Lion Air memberikan sanksi berupa skors terhadap 40 pilot yang ditengarai terlibat dalam aksi pemogokan pada 10 Mei lalu di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Direktur Umum Edward Sirait seusai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR di Jakarta, Selasa mengatakan Lion tengah memberikan pembinaan kepada pilot-pilot tersebut. “Pembinaan sudah tinggal sedikit, sebagian sudah terbang,” katanya.
Edward mengaku meskipun adanya puluhan pilot yang diskors (grounded), hal itu tidak berpengaruh terhadap pengoperasian penerbangan Lion Air. “Pilot kita 2.500 untuk Lion Group dan 1.000 di Lion Air, jadi tidak berpengaruh signifikan, penerbangan masih tetap berjalan,” katanya.
Aksi mogok puluhan pilot tersebut menyebabkan sejumlah penerbangan ditunda di Bandara Soekarno-Hatta 10 Mei lalu. Karena itu pula, Lion Air dikenai sanksi berupa tidak diberikannya izin rute baru selama enam bulan.
Namun, Lion Air keberatan dengan sanksi tersebut dan melaporkan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo ke Badan Reserse Kriminal Polri pada 16 Mei 2016 dengan nomor tanda bukti lapor TBL/367/V/2016/Bareskrim.
Pelaporan tersebut juga termasuk karena keberatan dengan sanksi pembekuan sementara izin operasional jasa pelayanan penumpang dan barang di sisi darat bandara (ground handling) di Bandara Soekarno-Hatta.
Anggota Komisi V DPR Nizar Zahro menilai sanksi tersebut sudah sesuai dengan Pasal 48 Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2015 Tentang Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara. “Sanksi tersebut sudah termaktub dalam PM 56/2015. Kalau mau melawan itu lawan lah dengan hukum yang baik,” katanya. Nizar mengatakan seluruh acuan hukum penerbangan sudah ada di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dan seluruh pihak harus taat hukum.
KPPU Persoalkan Tarif Bawah
Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memanggil maskapai penerbangan Lion Air untuk menyelidiki dugaan penghentian penerbangan ke sejumlah rute tanpa alasan yang jelas.
“Hal ini (penghentian penerbangan) bisa dipandang sebagai abuse of dominant position atau penyalahgunaan posisi dominan di pasar mengingat penguasaan pasar Lion Air yang sangat besar di industri penerbangan dalam negeri,” kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf, Selasa (24/5).
Menurut Syarkawi, sesuai dengan UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, bahwa pelaku usaha yang menguasai pasar di suatu industri tidak boleh memanfaatkan posisi dominannya untuk menahan pasokan ke pasar yang menyebabkan kelangkaan barang dan membuat harga menjadi naik secara eksesif (sangat tinggi).
KPPU ujar Syarkawi, mendukung langkah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menertibkan operator yang bersalah, apa lagi industri penerbangan di seluruh dunia adalah industri yang “highly regulated” atau regulasinya sangat ketat.
Untuk itu, KPPU mengimbau agar operator penerbangan seperti Lion Air yang menguasai pasar penerbangan, khususnya “low cost carrier” untuk tidak melakukan langkah yang mengarah ke praktek persaingan tidak sehat dan merugikan konsumen. “Selain itu, kami juga menghimbau kepada Kemenhub untuk menghapus tarif bawah tiket penerbangan,” tegasnya.
Fakta menunjukkan bahwa selama implementasi tarif bawah sekitar 30 persen dari harga tiket tertinggi di setiap rute tidak mengurangi pelanggaran standar operasi di industri penerbangan.
Bahkan, penerapan tarif bawah tiket penerbangan menyebabkan berkurangnya penumpang ke sejumlah rute, khusus beberapa daerah pariwisata, penerapan tarif bawah tiket penerbangan telah menurunkan pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan.
(ant/dtc)