Menkeu Tunjuk Tujuh Bank Persepsi Tax Amnesty

Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution (kiri) dan Menkeu Bambang Brodjonegoro (ketiga kiri) menghadiri acara Pencanangan Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (1/7). Dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo menegaskan tax amnesty bukan upaya pengampunan terhadap pelaku tindak kejahatan keuangan namun bertujuan menarik dana warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri, terutama di negara suaka pajak atau tax haven sehingga modal pemerintah untuk memercepat pembangunan infrastruktur di Tanah Air menjadi bertambah. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/16.
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution (kiri) dan Menkeu Bambang Brodjonegoro (ketiga kiri) menghadiri acara Pencanangan Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (1/7). Dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo menegaskan tax amnesty bukan upaya pengampunan terhadap pelaku tindak kejahatan keuangan namun bertujuan menarik dana warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri, terutama di negara suaka pajak atau tax haven sehingga modal pemerintah untuk memercepat pembangunan infrastruktur di Tanah Air menjadi bertambah. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/16.

Jakarta – Menteri Keuangan telah me­nunjuk bank persepsi untuk me­nampung uang tebusan yang berasal dari kebijakan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. Pemerintah telah menunjuk tu­juh bank, yang terdiri dari empat bank pemerintah dan tiga bank swas­ta yang bertugas sebagai bank persepsi.

Bank persepsi dalam Undang-Un­dang (UU) Pengampunan Pajak adalah bank umum yang ditunjuk oleh menteri untuk menerima setoran pe­­nerimaan negara dan ditunjuk un­tuk menerima setoran uang tebusan dan atau dana yang dialihkan ke da­­lam wilayah Negara Kesatuan Re­publik Indonesia dalam rangka peng­am­punan pajak. Adapun setoran pe­ne­­­rimaan negara yang dimaksud, ya­­itu pembayaran uang tebusan Tax Amnesty.

Adapun empat bank pemerintah yang dimaksud, yaitu PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk. Sementara tiga bank swasta adalah PT Bank Central Asia (BCA) Tbk, PT Bank Danamon Tbk, dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk.

Khusus untuk Bank Danamon dan BTPN, akan menampung uang-uang tebusan dari peserta Tax Amnesty sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Direktur BTN Iman Nugroho mengatakan, pihaknya siap menampung dana yang masuk dari kebijakan Tax Amnesty hingga mencapai Rp 30 triliun. Jumlah tersebut diakuinya tergolong rendah, mengingat BTN merupakan Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III.

Sementara untuk BUKU IV, bisa menampung dana penerimaan negara hingga mencapai Rp 100 triliun. Lebih lanjut, Iman mengaku, perusahaanya berani memberikan tingkat bunga deposito maksimal yang diperbolehkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal tersebut agar tingkat bunga depositonya bisa bersaing dengan bank persepsi lainnya. “Ratenya bersaing, kami kan BUKU III. 25 basis points (bps) lebih baik daripada Bank Mandiri BRI atau BCA,” kata Imam, Senin (11/7).

Sementara itu, Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengaku, perusahaannya siap membantu mensosialisasikan Tax Amnesty dan siap menampung dana-dana tersebut. Sayangnya, Jahja enggan menyebutkan besaran ruang yang disediakan untuk menampung dana-dana itu.

Menurutnya, pemerintah tak menjatah secara khusus jumlah dana yang masuk ke bank-bank persepsi. “Tergantung nasabah masing-masing, sukarela tidak harus ke bank mana. Terserah masyarakat mau taruh dananya di mana,” kata dia.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebelumnya memperkirakan penerimaan negara yang diperoleh dari kebijakan Tax Amnesty bisa mencapai Rp 165 triliun. Sementara besaran dana yang dideklarasi melalui Tax Amnesty diperkirakan mencapai Rp 4.000 triliun dan besaran dana yang direpatriasi melalui Tax Amnesty Rp 1.000 triliun.

Masyarakat Bebas
Pihak perbankan menyosialisasikan bahwa masyarakat yang menjadi peserta program pengampunan pajak diberi kebebasan untuk menempatkan dana repatriasinya di bank-bank persepsi yang ditunjuk Kementerian Keuangan sebagai salah satu otoritas penampung dana repatriasi wajib pajak.

Direktur Utama PT Bank Central Asia, Jahja Setiadmadja, ketika ditemui usai rapat koordinasi di Kementerian Keuangan, Senin, menyebut porsi dana untuk bank-bank persepsi tergantung pada pilihan masyarakat untuk menyerahkan dananya ke mana.

Dia juga belum bisa memperkirakan berapa besaran dana repatriasi yang ditempatkan di Bank BCA terkait program pengampunan pajak. “Kami belum ada perkiraan berapa yang bisa diserap BCA,” kata Jahja.

Jahja menyebutkan pemerintah telah menunjuk bank persepsi terkait UU Pengampunan Pajak, antara lain empat bank BUMN (Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN), tiga bank swasta (BTPN, BCA, dan Danamon), dan beberapa bank syariah. Ketentuan dan mekanisme lengkap mengenai bank persepsi tersebut masih menunggu peraturan Menteri Keuangan Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan cabang bank-bank di luar negeri juga bisa menjadi “pintu masuk” atau “gateway” dana repatriasi. “Masyarakat yang memang dananya di luar negeri, ‘gateway’ bisa melalui cabang bank pemerintah di luar negeri,” kata dia.

Terkait repatriasi, Kartika mengungkapkan bahwa Pemerintah ingin agar selalu bisa ditelusuri, sehingga apabila melalui bank pemerintah, maka Direktorat Jenderal Pajak bisa melihat alurnya sehingga bisa verifikasi.

Kemudian, Kartika juga menyebut mengenai instrumen penampung dana repatriasi antara lain SBN, obligasi, dan investasi, yang termasuk pula di proyek milik wajib pajak. “Yang penting itu semua dirangkum dalam satu portofolio, dan DJP bisa melihat apakah dana itu tidak beralih ke mana-mana,” ucap dia. Kartika juga belum bisa memperkirakan berapa besaran dana repatriasi yang ditempatkan di Bank Mandiri. “Mandiri belum tahu bisa mengambil berapa persen,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Keuangan BTN Imam Nugroho Soeko memperkirakan bisa mengambil Rp30 triliun. Dia memperkirakan bank pemerintah lain bisa mencapai Rp100 triliun. “Kami terbuka untuk semua orang yang ‘declare’ asetnya, bukan cuma repatriasi dana. Selanjutnya, laporan pajaknya jadi benar dan kebelakangnya tidak diutak-atik,” kata dia.

Bisa Sia-sia
Di tempat terpisah, anggota Komisi XI DPR, Heri Budiman mempersilakan jika ada pihak-pihak yang ingin menggugat Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ke Mahkamah Konstitusi.
Namun, dengan masa berlakunya yang hanya hingga 31 Maret 2017, ia pun meragukan waktunya cukup untuk memproses gugatan tersebut. “Bisa jadi (sia-sia). Bukan sia-sia, tapi masalah waktu. Apakah cukup?” kata Heri melalui pesan singkat, Senin (11/7).

“Itu yang harus dihitung dari segi waktu lamanya proses gugatan, pendapat dari masyarakat termasuk para akademisi terbagi dalam dua kelompok,” sambung dia. Kelompok pertama, adalah yang berpendapat jika Tax Amnesty diundangkan maka akan terjadi ketidakadilan bagi masyarakat, khususnya bagi para Wajib Pajak yang selama ini patuh membayar pajak.

Kedua, adalah kelompok yang setuju Tax Amnesty diundangkan dengan alasan negara sedang sulit dan membutuhkan dana untuk pembangunan nasional. “Kedua pendapat tersebut harus dihubungkan dengan keadaan negara dan bangsa yang saat ini sedang mengalami Krisis Pendapatan Negara. Jika tidak ada Krisis Pendapatan Negara, pasti lain lagi ceritanya,” tutur politisi Partai Gerindra itu.

Sebelumnya, Yayasan Satu Keadilan, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) dan empat warga sipil berencana menggugat Undang-undang Tax Amnesty ke Mahkamah Konstitusi.
Setidaknya, ada 21 alasan yang mereka anggap sebagai pelanggaran terhadap konstitusi atas pemberlakuan UU tersebut. Beberapa di antaranya adalah UU Tax Amnesty dianggap mengizinkan praktik legal pencucian uang.

Kedua, kebijakan tersebut memberi prioritas kepada penjahat kerah putih. Ketiga, UU Tax Amnesty dapat menjadi karpet merah bagi para pengemplang pajak. “Warga masyarakat, pengusaha, korporasi yang taat pajak bahkan ketika yang taat pajak lalai, terlambat bayar, dikenakan sanksi administratif bahkan jika ada unsur pidana bisa dipidana.

Tapi orang-orang yang uangnya terindikasi ada di dalam Panama Papers, itu diberi karpet merah. Untuk diberikan pengampunan,” ujar Ketua Yayasan Satu Keadilan, Sugeng Teguh Santoso dalam konferensi pers di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/7). (ant/dtc/kc)

Close Ads X
Close Ads X