Mendag: Usut Pajak Industri Minyak Goreng, Wajib Kemasan Mundur 2020

Jakarta – Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, seharusnya harga minyak goreng di Indonesia lebih murah dibandingkan negara lain. Namun, faktanya saat ini harga minyak goreng curah saja di pasar sudah mencapai Rp 11.600 hingga Rp 13.000 per liter. Harga tersebut jauh di atas harga acuan minyak goreng yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemdag) yakni Rp 10.500 per liter.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pihaknya menentukan harga acuan minyak goreng curah untuk membantu masyarakat yang sebagian besar daya belinya masih rendah. Namun fakta di lapangan, Kemdag menemukan harga minyak goreng curah sudah jauh di atas harga acuan.

Oleh karena itu, Mendag akan memaksa industri minyak goreng untuk menurunkan harga. “Harga minyak goreng curah sekarang bertengger kelamaan di atas harga acuan. Jadi Jumat (24/3) ini, saya akan panggil lagi asosiasi, dan pemilik industri untuk meminta mereka menurunkan harga minyak goreng,” ujar Enggartiasto di Kantornya, Rabu (22/3).

Enggar menjelaskan, jika penyebab tingginya harga minyak goreng akibat kenaikan bahan baku minyak sawit, maka ia mengacam akan mendorong agar harga minyak sawit turun saja, daripada rakyat yang menjadi korban.

Menurutnya, sebenarnya, industri minyak goreng tidak rugi jika menjual seharga Rp 10.500 per liter ke pasaran. Pasalnya, mereka sudah mendapatkan keuntungan. “Mungkin margin keuntunganya berkurang, tapi kan mereka itu punya beberapa perusahaan, meskipun beda perusahaan, tapi kantongnya cuma satu orang pemilik saja,” terangnya.

Mendag mengatakan, harga minyak goreng tidak boleh naik sampai Lebaran nanti, bahkan sampai satu tahun ke depan. Bila ada perubahan, maka perlu ada evaluasi terhadap keuntungan perusahaan.

Ia akan meminta Menteri Keuangan untuk mengusut pajak setiap perusahaan yang bergerak di bidang minyak goreng, apakah mereka merugi dengan kebijakan itu atau tidak. “Kalau mereka banyak berdebat nanti saya akan usut terus pajak mereka,” ancam Mendag.

Wajib Kemasan 2020
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, pihaknya telah meminta agar penerapan kebijakan minyak goreng wajib kemasan diundur.

Dari persetujuan dengan Kementerian Perdagangan (Kemdag), beleid ini baru akan diterapkan per 1 Januari 2020. Nantinya, mulai 1 Januari 2018 masa transisi dari minyak goreng curah ke kemasan dimulai sampai 31 Desember 2019.

Mundurnya kebijakan minyak goreng kemasan ini disebabkan masih belum siapnya industri minyak goreng untuk membuat pabrik kemasan. Saat ini rata-rata kebutuhan minyak goreng curah per tahun 3,65 ton. Jika harus masuk kemasan semua, maka dibutuhkan 1.522 industri pembuat kemasan.

“Nanti kebijakan pengunduran penerapan minyak goreng wajib kemasan ini dikeluarkan sebelum 1 April 2017,” ujar Sahat, Rabu (22/3).

Sahat menjelaskan, soal harga minyak goreng curah yang mahal bukan sepenuhnya salah di pabrik minyak goreng. Sebab saat ini, rata-rata harga minyak goreng curah di pabrik sebesar Rp 9.280 per liter, sudah termasuk PPN. Nah harusnya harga minyak goreng curah ini sampai ke pasar dengan kenaikan maksimum 13% atau sekitar 10.400 per liter.

“Jadi kami agak kecewa juga di pasar pedagang menjual lebih mahal dan pengawasan ke situ harusnya pemerintah,” ucapnya.

Selain itu, untuk menekan harga minyak goreng curah tetap rendah, GIMNI telah menyerahkan 26 nama perusahaan besar perkebunan sawit yang menjual bahan bakunya ke industri minyak goreng. Mereka ini juga harus sepakat tidak menaikkan harga bahan baku untuk indutri, karena bagaimana pun industri bukanlah pemilik perkebunan sawit. (kc)

Close Ads X
Close Ads X