Menang Praperadilan | Kalahkan KPK, Novanto Belum Aman

Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang vonis praperadilan yang diajukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9). Praperadilan yang diajukan Setya Novanto tersebut dikabulkan sebagian sehingga Novanto tidak lagi menyandang status sebagai tersangka kasus korupsi KTP-el. ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama/17.

Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto. Ketua Umum Golkar itu lepas dari status tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagian,” kata hakim tunggal Cepi Iskandar saat mem­bacakan putusan di PN Jaksel, Jumat 29 September 2017.

Menurut Cepi, penetapan tersangka KPK terhadap Novanto menyimpang. Dia menganggap langkah KPK tidak sah sehingga dengan keputusan ini, penetapan tersangka Novanto tidak memiliki kekuatan hukum.

“(Pengadilan) memerintahkan termohon (KPK) menghentian penyidikan terhadap Setya Novanto,” jelas Cepi.

Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017. Dia sangkaan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dia dianggap sebagai salah satu otak di balik proyek pengadaan KTP elektronik senilai Rp5,9 triliun itu. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, dia diduga berperan dalam melobi para koleganya di Parlemen.

Dalam surat dakwaan terhadap Andi Narogong, Novanto disebut sebagai kunci anggaran di DPR. Aksinya diduga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp2,3 triliun.

Novanto keberatan atas status tersangka dari KPK. Dia mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Senin 4 September 2017. Gugatan tersebut terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel.

Dalam keterangannya, ada beberapa hal dikabulkannya permohonan Novanto. Diantaranya adalah :

1. Penyitaan barang bukti yang dianggap tidak sah

Cepi menganggap penyitaan barang bukti yang dilakukan KPK tidak sah. Hal itu pun berimbas penetapan Novanto yang dianggap Cepi tidak sah.

“Salinan berita acara penyitaan yang itu harus diserahkan ke keluarganya atau tersangka. Menimbang hakim praperadilan berpendapat bahwa bukti penyitaan perkara a quo harus sesuai dengan prosedur dan sesuai dengan UU sehingga seluruh tindakan yang dilakukan termohon di perkara a quo harus sah,” kata Cepi.

Ia mengatakan, dalam proses penyitaan, harus dilakukan dalam proses penyidikan, bukan dalam proses penyelidikan. Sebab, dalam proses penyidikan, penyidiklah yang berwenang melakukan penyitaan.

“Menimbang bahwa penetapan yang dilakukan termohon untuk menetapkan pemohon jadi tersangka tidak sesuai prosedur atas ketentuan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan KUHAP, SOP KPK. Maka penetapan pemohon Setya Novanto sebagai tersangka tidak sah,” ujar Cepi.

2. Sprindik atas nama Novanto tidak sah

Cepi menyebut sprindik tertanggal 17 Juli 2017 dan SPDP tertanggal 18 Juli harus dicabut. Hal itu dilakukan karena tidak berlandaskan hukum.

Hal itu sesuai dengan permohonan Novanto, yaitu menyatakan batal demi hukum dan tidak sah penetapan tersangka kepada Setya Novanto yang dikeluarkan KPK dan menghentikan penyidikan atas surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017.

3. Alat bukti dari penyidikan orang lain tak boleh dipakai di perkara orang lainnya

Cepi menilai alat bukti dari proses penyidikan orang lain tidak boleh digunakan untuk perkara orang lain. Hal itu karena bukti dan saksi harus diperiksa dari awal dengan proses dari awal terlebih dahulu.

Misalnya pemeriksaan saksi dan pengumpulan bukti itu harus dilakukan ulang dalam tahap penyidikan baru dan terpisah dengan perkara orang lain, seperti Irman dan Sugiharto.

“Termohon harus ada prosedur dalam perkara a quo. Jika ada tindakan upaya paksa bukan dalam tahap penyelidikan dan prosedur lainnya. Harus diperiksa ulang di tahap penyidikan, termohon menurut hakim nggak boleh diambil langsung tapi harus prosedur. Kalau mau upaya paksa dalam tahap penyidikan dan harus penyelidikan dan memeriksakan ulang mencari dokumen lain. Nggak boleh langsung diambil alih,” ujar Cepi.

4. Penetapan tersangka harus dilakukan di tahap akhir penyidikan

Cepi berpendapat penetapan tersangka seharusnya dilakukan pada tahap akhir penyidikan. Cepi menyebut hal itu dilakukan untuk menghindari ketergesa-gesaan serta menghormati hak asasi manusia.

“Bahwa penetapan tersangka, penyidik harus menghindari tergesa-gesa dan kurang cermat. Maka proses pemeriksaan seseorang dapat mencegah terjadinya pelanggaran harkat seseorang sesuai HAM,” ucap Cepi.

“Menimbang bahwa dari hal tersebut di atas, hakim praperadilan berpendapat proses dan prosedur penetapan tersangka di akhir penyidikan sehingga hak seseorang dapat dilindungi sebelum ditetapkan sebagai tersangka,” sambung Cepi.

-Masih Dicekal ke LN
Meski Setya Novanto bebas dari status tersangka kasus korupsi e-KTP, ia tetap masih dicekal ke luar negeri.

Hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar menilai KPK masih berwenang dalam meminta status cegah tersebut. Dengan demikian, Novanto pun masih tidak bisa ke luar negeri.

“Menimbang bahwa mencabut pencekalan terhadap Setya Novanto menurut hakim praperadilan adalah wewenang instansi dari kegiatan yang mengeluarkan sehingga tidak dapat dikabulkan,” ujar hakim Cepi.

Selain itu, Cepi juga menolak permintaan Novanto terkait penahanan. Hakim berpendapat bila sejauh ini belum ada penahanan yang dilakukan kepada Novanto oleh KPK.

“Dari permohonan tersebut belum melakukan upaya paksa maka harus ditolak. Menimbang karena batal dan tidak sah dalam penetapan pada tersangka Setya Novanto berlebihan karena sudah tidak sah maka dengan sendirinya dianggap tidak punya kewenangan hukum,” ujarnya.

-Setnov Bisa TSK Lagi
Di sisi lain, KPK dapat menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru dan menetapkan Ketua DPR sebagai tersangka lagi.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji menyatakan, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak membatasi penegak hukum termasuk KPK untuk menerbitkan sprindik lagi sepanjang dipenuhinya minimal alat bukti.

Hal ini diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015. Dalam putusan MK itu disebutkan perlindungan terhadap hak tersangka tidak diartikan tersangka tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana.

“Sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar. Jadi silakan saja dengan lebih memilah secara akurasi terhadap revisi minimal atau lebih dari dua alat bukti, KPK dapat menerbitkan sprindik dan menetapkan kembali status tersangka dan hal ini sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Indriyanto saat dikonfirmasi, Jumat (29/9).

Indriyanto yang juga mantan Pimpinan KPK menyatakan, lembaga antikorupsi pernah menetapkan kembali tersangka yang memenangkan gugatan praperadilan. Salah satunya mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin.

“KPK pernah lakukan hal tersebut (penetapan kembali tersangka) terhadap (mantan) Wali Kota Makassar saat permohonan praperadilan dikabulkan,” katanya.

Indriyanto mengatakan, KPK biasanya melakukan konsolidasi evaluasi terhadap substansi putusan PN Jaksel yang memenangkan praperadilan seorang tersangka. Setelah evaluasi, KPK menerbitkan sprindik baru dan menetapkan kembali tersangka. Termasuk terkait putusan praperadilan Novanto ini. “Biasanya dilakukan konsilidasi dan evaluasi atas putusan tersebut, setelah itu sesuai mekanisme yang ada bisa diterbitkan sprindik dan penetapan status tersangka lagi,” katanya.

Indriyanto menyatakan, apapun putusan hakim tunggal PN Jaksel, Cepi Iskandar tetap harus dihormati setiap pihak. “Apapun, putusan hakim tetap harus dihormati dan persoalan pro kontra adalah sesuatu yang wajar, karena itu harus ditelaah dapat tidaknya digunakan langkah hukum bagi Setnov,” kata Indriyanto.

-Kini Bisa Urus Partai
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono bersukacita dan menyambut baik putusan tersebut.

“Dengar putusan itu sekarang saya lebih sehat. Pertama, saya turut bergembira, alhamdulillah. Tersangka digugurkan berarti Setya Novanto kembali ke status semula dan dipulihkan hak-hak politiknya, baik sebagai Ketua DPR, ketum,” ujar Agung, Jumat siang.

Dengan putusan praperadilan ini, Agung berharap konsolidasi di lingkup internal partai bisa kembali berjalan dengan baik. Sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, Novanto tak lagi banyak mengurus partai.

“Ini bisa dijadikan momentum yang baik agar ketum bisa kembali bertindak sebagai ketum dan mereka yang buat suasana gaduh di partai agar tidak melanjutkan lagi kegaduhannya,” tutur Agung.

Dia berharap, dengan gugurnya penetapan tersangka Novanto, segala hal negatif yang terjadi di tubuh partai bisa diselesaikan. Termasuk, menurut Agung, soal mahar politik Rp 10 miliar yang disebutkan oleh Dedi Mulyadi, kader Golkar yang juga kandidat bakal cagub Jabar.

“Praktik-praktik yang merusak demokrasi, citra partai, seperti misalnya praktik pragmatis transaksional atau mungkin diduga mahar-mahar pilkada juga dihentikan,” tuturnya.

“Kalau masih ada lagi, diberhentikan saja sebagai pengurus partai. Ini untuk membangun citra partai ke depan,” sambung Agung.

Dia meyakini Golkar akan bangkit kembali dengan perkembangan terbaru ini. Agung meminta kader-kader Golkar mulai merapatkan barisan membantu sang ketum.

“Novanto sekarang punya waktu lebih banyak untuk urus partai lagi, kan sempat ditinggalkan karena mengurus ini. Kita bantu dia, dan ini nggak usah lagi ribut-ribut,” ucap Agung. (dtc/cnn/mtv)

Close Ads X
Close Ads X