KPU Siap Mengundangkan Sendiri PKPU Pencalonan Caleg

Jakarta | Jurnal Asia

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra mengatakan, ada rencana memberlakukan secara otomatis Peraturan KPU (PKPU) yang memuat larangan pencalonan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi.

Cara itu akan ditempuh jika upaya pengundangan PKPU tersebut tetap mengalami penolakan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum-HAM).

Menurut Ilham, KPU akan berkirim surat kepada Kemenkum-HAM setelah 21 Juni nanti. Surat tersebut adalah balasan atas surat Kemenkum-HAM sebelumnya yang menyatakan resmi mengembalikan PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

“Nanti kami akan mengirim suratnya untuk memastikan bahwa sampai sejauh mana PKPU itu. Kami akan melihat kembali bagaimana tanggapan Kemenkum-HAM,” ujar Ilham ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa (19/6).

Dia melanjutkan, meski Kemenkum-HAM telah menolak PKPU pencalonan caleg, KPU kembali akan mengupayakan langkah administrasi untuk mengundangkan aturan itu. Namun, KPU pun tetap menyiapkan opsi langkah lainnya.
“Jika kemudian Kemenkum-HAM (tetap) menolak, maka kami akan memberlakukan PKPU itu secara otomatis.

Kemudian, kami anggap bahwa PKPU itu berlaku secara otomatis ketika ditandatangani oleh Ketua KPU,” tegas Ilham.

Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie, sebelumnya mengatakan KPU bisa mengundangkan sendiri PKPU pencalonan caleg yang memuat larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi. Menurutnya, pemerintah sebaiknya tidak melakukan intervensi atas pengundangan salah satu aturan teknis pemilu tersebut. “KPU bisa mengundangkan sendiri PKPU. “Saran saya, pemerintah dalam hal ini bisa mendorong orang melakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA), daripada menghalangi proses administrasinya (pengundangannya),” ujar Jimly saat dijumpai wartawan di kediaman Oesman Sapta Odang, Karangasem, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (16/6).

Hal ini merujuk kepada proses pengundangan terhadap PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang ditolak oleh Kemenkum-HAM. Penolakan pengundangan itu dilakukan karena pemerintah menganggap aturan larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi bertentangan dengan peraturan di atasnya, yakni UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Meski tindakan pemerintah didasari alasan yang dinilai baik, Jimly menilai tindakan mereka akan menjadi preseden buruk bagi lembaga lain. Jika pemerintah saat ini menolak pengundangan PKPU, maka akan menegaskan semua lembaga juga akan tunduk kepada wibawa pemerintah.

“(Kewenangan) KPU sebagai lembaga terkait yang mendapat kewenangan pembuatan regulasi (kepemiluan) menjadi sia-sia. Itu kedepannya tidak hanya berlaku buat KPU, tapi juga lembaga lain, seperti Bank Indonesia, KPK bisa ditekan pemerintah,” jelasnya.

Karenanya, Jimly menyarankan pemerintah menyerahkannya kepada masyarakat.
“Nanti banyak kok orang yang tidak setuju dan akan gugat PKPU ke MA. Pemerintah tak usah ikut campur,” tegas Jimly.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkum-HAM, Widodo Ekatjahjana mengatakan, pihaknya telah mengembalikan draf PKPU pencalonan caleg yang memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi kepada KPU. Kemenkum-HAM meminta KPU kembali melakukan sinkronisasi atas aturan tersebut.

“Kami sampaikan kembali (kepada KPU). Supaya dilakukan sinkronisasi atau penyelarasan oleh KPU,” ujar Widodo, Selasa (12/6) lalu.

Penyelarasan itu, dilakukan dengan Bawaslu, DKPP, Kemendagri, MK dan kementerian atau lembaga terkait lainnya. Dengan demikian, saat nanti diundangkan, draf PKPU itu tidak lagi dengan putusan MK atau peraturan yang lebih tinggi lainnya.

Lebih lanjut Widodo menegaskan, Kemenkum-HAM tetap menyatakan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan putusan MK. “Kemenkum-HAM menolak mendatangani (draf) PKPU itu,” tegas Widodo.

Sebagaimana diketahui, larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg tercantum pada pasal 7 ayat 1 huruf (h) draf PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang saat ini telah diserahkan ke Kemenkum-HAM. Aturan itu berbunyi ‘Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi’.
(rep/rol)

Close Ads X
Close Ads X