Keputusan Baru Menteri Perhubungan | Mobil LCGC Bisa Jadi Taksi Online

Petugas gabungan Dinas Perhubungan Kota Medan dan Satlantas Polrestabes Medan memberhentikan sebuah mobil yang merupakan taksi berbasis daring (online) ketika Operasi Angkutan Tidak Berijin di Medan, Sumatera Utara, Selasa (6/12). Tim gabungan tersebut gencar melakukan razia taksi online yang beroperasi tanpa memiliki izin resmi atau uji kir terkait pasal 308 tentang operasional angkutan umum tanpa izin. ANTARA FOTO/Septianda Perdana/aww/16.

Jakarta – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merevisi aturan mengenai perusahaan taksi online (Grab, Uber, Go-Jek) dan Organisasi Angkutan Darat (Organda). Disepakati bahwa kendaraan tipe low cost green car (LCGC), di bawah 1.300 cc bisa menjadi kendaraan taksi online.

Hal ini telah disepakati dalam penyelenggaraan uji publik revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 tentang angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. “Salah satu yang diapresiasi dalam pertemuan uji publik ini, untuk cc kendaraan taksi ini berlaku 1.000 cc, artinya LCGC itu bisa dipenuhi dalam PM 32. Berarti LCGC boleh,” ujar Direktur Jenderal Pudji Hartanto, di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (17/2).

Pudji menjelaskan, pertimbangan memasukan kendaraan tipe LCGC, pertama bahwa memang pemerintah tidak ingin bertentangan dengan kebijakan berkaitan dengan go green, ramah lingkungan, efisiensi, dan memang utamanya kebutuhan publik masyarakat ekonomi saat ini segmennya banyak yang menggunakan kendaraan itu. Saya juga tidak sependapat jika LCGC dikatakan rentan masalah safety. Karena buktiny dia lolos uji tipe Kementerian Perhubungan, dan industri lolos masalah laik kendaraan itu. Tidak ada dasar dia tidak safety,”tegasnya.

Menurut Pudji, yang perlu diperhatikan dari kendaraan ini adalah pengemudinya, apakah pengemudi langgar anturan atau tidak. Misalnya, menggunakan mobil LCGC, berapa kecepatan maksimum, berapa jumlah penumpang yang diangkut dan lainnya. “Contoh Luxio jumlah penumpang 6, masa ditambah jadi 8 penumpak. Kan gak seimbang kalau sesuai ketentuan safety tidak ada,” ujarnya.

Pudji menambahkan, salah satu hal memasukan LCGC sebagai kendaraan taksi online lantaran sebagai upaya menciptakan angkutan umum yang lebih bagus, aman dan nyama. “Jadi, itulah kuncinya,” tandasnya.

Bila Terlanjur Ganti STNK
Diketahui juga bahwa pemerintah merevisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek. Dengan memasukkan satu aturan yakni kewajiban STNK berbadan hukum. Jika dalam aturan sebelumnya ketentuan STNK atas nama perusahaan, direvisi menjadi STNK atas nama badan hukum, paling sedikit memiliki 5 kendaraan dilengkapi dengan surat tanda bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor.

Lantas bagaimana nasib kendaraan pribadi yang STNK-nya telah balik nama menjadi nama perusahaan? Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto menjelaskan, keputusan ini merupakan keputusan terbaik yang nantinya pemerintah mencari win-win solution agar semua penyelenggaraan angkutan baik online maupun konvensional bisa sama rata statusnya. Sementara kendaraan pribadi yang menjadi taksi online dan STNK telah dimigrasikan menjadi nama perusahaan, pemerintah memberikan dua opsi.

Tujuannya, supaya tidak ada kekhawatiran masyarakat dengan aturan bahwa STNK harus berbadan hukum. “Bagi kendaraan baru, dilihat berlaku pajak STNK-nya kapan. Kalau sudah tiga tahun berjalan, berarti ada dua tahun lagi, setelah itu baru balik nama (berbadan hukum). Kalau masih empat tahun lagi, tunggu masa pajak STNK-nya habis,” ujarnya, di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat siang.

Pudji mengakui, dalam penyelenggaraan angkutan online masalah utamanya memang soal balik nama STNK ini. Oleh karena itu, pemerintah pun membuat pilihan lain, yakni persyaratan balik nama menjadi badan hukum tetap milik pribadi yang nantinya perjanjian ini dicatat oleh notaris. “Ada perjanjian syarat memenuhi itu, apabila suatu saat keluar tidak lagi menjadi taksi online, otomatis tanpa ada syarat apa pun, STNK kembali menjadi milik pribadi. Jadi kedua itu yang menjadi pilihan,” tandasnya.

Kenakan Tarif Atas dan Bawah
Selain itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bakal mengenakan tarif angkutan batas atas dan bawah pada taksi online.

“Ada tarif kepada perusahaan dan kepada penumpang. Untuk kesetaraan, perlu ada tarif bawah dan atas,” ujar Pudji.

Meski demikian, Pudji menyerahkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk merumuskan berapa tarif batas atas dan bawah pada angkutan taksi online. Ini dilakukan, agar Pemda dapat mengetahui pangsa pasar tranportasi di DKI Jakarta.

“Nanti kan ada taksi online dan taksi resmi Organda, jadi Pemda bisa memahami pangsa pasarnya,” tuturnya. Sementara itu, Pudji mengungkapkan, dalam uji publik peraturan tersebut juga dibahas mengenai pembatasan kuota armada taksi online. Hal ini dilakukan untuk menghindari ketidaksetaraan pendapatan antarsopir angkutan taksi online.

Dirinya mencontohkan, waktu awal taksi online beredar sopir taksi online bisa mendapatkan hingga lima penumpang sehari. Akan tetapi kini, hal tersebut tidak bisa terjadi lagi karena semakin banyak armada taksi online yang beroperasi.

Dalam hal ini, pihaknya juga menyerahkan sepenuhnya kepada Pemda untuk menerapkan peraturan terkait kuota tersebut.

“Satu bisa rugi untuk pengemudi, kedua kepada pengusaha itu sendiri yang nanti jadi bangkrut. Makanya kita mempertimbangkan hal itu supaya ada keamananan, dan ini supaya tetap ada peluang,” tandasnya. (kcm/ant/oz)

Close Ads X
Close Ads X