Jokowi Persilahkan Gugat UU Pemilu

Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi DPR yang telah mengesahkan UU Pemilu dalam rapat paripurna tadi malam. Presiden yakin dengan UU Pemilu yang baru, demokrasi bisa berjalan baik.

“Kita sangat hormati apa yang sudah diputuskan sampai malam. Kita hormati. Pemerintah percaya sistem demokrasi berjalan dengan baik,” ujar Presiden Jokowi seusai menutup Mukernas II PPP di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Jumat (21/7).

Jokowi mengatakan, apa yang diusulkan pemerintah dalam UU Pemilu dalam rangka meningkatkan kualitas pemilu dan demokrasi di Indonesia. “Kita ingin agar pemilu berkualitas, demokrasi dan penyelenggaraan kita bisa lebih baik lagi,” ungkap dia.

Presiden juga mempersilakan pihak-pihak yang tidak puas dengan UU Pemilu agar melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, Indonesia adalah negara hukum dan semua mekanismenya sudah disediakan. “Ini negara hukum, negara demokrasi. Kalau ada yang tidak puas dengan keputusan yang sudah diputuskan di DPR, ingin tempuh jalur di MK, ya dipersilakan, kan memang ada mekanismenya,” pungkas dia.

Sebagaimana diketahui, RUU Pemilu telah disahkan pada Paripurna DPR. Pengesahan diwarnai dengan aksi walk out empat fraksi, yaitu Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pengesahan ini dilakukan secara aklamasi oleh partai pendukung pemerintah, yakni PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura.

RUU Pemilu disahkan dengan opsi A yang berisikan ‎ambang batas masuk perlemen 4 persen, ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi atau 25 persen suara, sistem pemilu terbuka, sebaran kursi perdaerah pemilihan 3-10, dan metode konversi suara sainte lague murni.

Segera Menggugat
Sejumlah parpol dan masyarakat sipil yang tidak setuju dengan pengesahan RUU Pemilu tersebut berencana akan mengajukan uji materi UU Pemilu ke MK.

Salah satunya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Bersama jaringan masyarakat sipil lainnya, Perludem akan mengajukan gugatan uji materi terhadap ketentuan presidential threshold.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyayangkan presidential threshold 20-25 persen tetap dipaksakan.

Menurut dia, ketentuan penggunaan presidential threshold bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 karena akan mengakibatkan ketidakadilan perlakuan bagi partai politik baru peserta Pemilu 2019 yang belum memiliki kursi/suara dari pemilu sebelumnya.

Partai-partai politik tersebut tidak bisa mengusung capres tanpa bergabung dengan parpol lain yang sudah jadi peserta pemilu sebelumnya.

Disepakatinya opsi paket A, menurut Titi, juga berpotensi mengganggu kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu 2019.

“KPU dibayang-bayangi kemungkinan terjadinya perubahan aturan main pemilu akibat adanya putusan MK atas uji materi UU Pemilu,” kata Titi, saat dihubungi, Jumat siang.

Hasil Pemilu 2014 juga dinilai tak relevan jika digunakan untuk Pemilu 2019. Sebab, perolehan suara partai pada Pemilu 2014 belum tentu sama dengan Pemilu 2019. Titi mencontohkan, pengalaman Partai Demokrat pada Pemilu 2009 dan 2014.

Demokrat merupakan partai pemenang Pemilu 2009 dan berhasil mendapatkan lebih dari 100 kursi di DPR.

Namun, elektabilitas Demokrat merosot tajam pada Pemilu 2014 dan berimbas pada perolehan suara mereka.

Pada 2014, Demokrat hanya berhasil memperoleh 61 kursi di DPR. Hal serupa bisa saja terjadi pada PDI-P, partai pemenang Pemilu 2014. Dukungan publik saat itu belum tentu sama dengan saat ini.

“Hasil Pemilu 2014 itu sudah tidak valid atau kedaluwarsa untuk digunakan dalam Pemilu 2019. Alias sudah kehilangan legitimasi dan relevansi hukum untuk digunakan sebagai basis syarat pencalonan presiden pemilu 2019,” papar Titi.

Selain itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra juga berencana mengajukan uji materi ke MK. Menurut Yusril, ketentuan presidential threshold bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) jo Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.

Pasal 6A ayat (2) itu berbunyi, “Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”.

Sementara, Pasal 22E ayat (3) mengatur bahwa pemilihan umum yang diikuti parpol, yakni memilih anggota DPR dan DPRD.

“Saya akan melawan UU Pemilu yang baru disahkan ke MK,” kata Yusril, melalui keterangan tertulisnya.

Partai yang walk out dan menolak ketentuan presidential threshold, yakni Gerindra, juga akan menggugat UU Pemilu ke MK.

“Karena Pilpres dan Pileg dilaksanakan secara serentak dan lebih tidak mungkin lagi menggunakan presidential threshold sebelumnya, yaitu 2014, karena itu sudah dipakai untuk Pilpres 2014 yang lalu,” ujar Anggota Fraksi Partai Gerindra Syafi’i.

Terkait kemungkinan sejumlah pihak mengajukan gugatan uji materi ke MK, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan siap menghadapinya.

“Soal nanti ada elemen masyarakat atau anggota parlemen yang tidak puas, ya silakan. Ada mekanismenya lewat MK,” kata Tjahjo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (ant/kcm)

Close Ads X
Close Ads X