Jokowi Bentuk Tim Khusus Tax Amnesty, Hanya Berlaku Hingga Desember

Menkeu Bambang Brodjonegoro (kanan) didampingi Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi (kiri) memberikan keterangan pers usai mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/4). Rapat tersebut membahas soal RUU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16.
Menkeu Bambang Brodjonegoro (kanan) didampingi Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi (kiri) memberikan keterangan pers usai mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/4). Rapat tersebut membahas soal RUU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16.

Presiden Jokowi ingin RUU Tax Amnesty bermanfaat bagi banyak rakyat Indonesia bila sudah diundangkan. Untuk itu pemerintah membentuk tim gabungan sehingga dana WNI yang selama ini parkir di luar negeri dapat lebih cepat ‘pulang kampung’ dan bermanfaat untuk pembangunan.

“Sudah diputuskan oleh Presiden akan dibuat tim bersama apabila atau tim gabungan, semacam task force apabila UU Tax Amnesty sudah diundangkan agar memberikan kenyamanan, kepastian hukum bagi siapa pun yang akan repatriasi atau memasukkan uangnya ke dalam Indonesia,” kata Seskab Pramono Anung usai rapat tentang tax amnesty di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (25/4).

Tim tersebut dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak. Ada pun anggota dari tim itu yakni Kapolri, Jaksa Agung, PPATK, Menkum HAM, BI, OJK dan Kemlu. Diwawancara secara terpisah Jaksa Agung M Prasetyo menyatakan, anggota yang terlibat dalam tim adalah yang memiliki relevansi. Jaksa Agung akan menjamin keamanan mereka yang ingin memulangkan uangnya ke tanah air.

“Ya itu, karena kita ingin agar supaya ada dana repatriasi itu berduyun-duyun kemari. Itu kan uang kita sebenarnya, tapi ke luar negeri jadi yang menikmati orang luar negeri sana. Sekarang dicari kebijakan untuk tax amnesty itu,” kata Prasetyo.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung segera membentuk Satuan Tugas untuk mengusut bocoran dokumen firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, yang memuat dugaan kepemilikan perusahaan cangkang di negara-negara suaka pajak oleh beberapa pejabat publik dan politisi Indonesia.

Menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Satgas Panama Papers, sebutan populer bocoran dokumen tersebut, akan dibentuk dalam waktu dekat. Pembentukan satgas dilakukan setelah rapat dengan Presiden Joko Widodo dilakukan.

“Sudah ada rencana untuk rapat itu, tapi nampaknya Pak Presiden pergi ke luar negeri. Rasanya setelah ini akan segera dilakukan,” ujar Prasetyo di Kejagung, Jakarta, Senin (25/4).
Prasetyo pun berkata bahwa verifikasi dan kajian atas isi Panama Papers akan dilakukan oleh satgas yang dibentuk. Menurutnya, tidak semua pemilik offshore company di Panama Papers berniat melakukan kejahatan.

Offshore company, menurut Prasetyo, wajar dibentuk oleh para pengusaha. Tujuan pembentukannya adalah menghindari pembayaran pajak berlebih ketika sang pengusaha ingin berinvestasi di luar negeri.

“Persoalan kalau offshore company dibentuk untuk menutupi kejahatan. Misal untuk menampung hasil transaksi ilegal, dana terorisme, dana yang didapatkan dari narkoba atau human trafficking. Selebihnya untuk menghindari pajak dan sebagainya itu kewenangan Dirjen pajak dan Kementerian Keuangan,” ujarnya.

Gandeng Semua Pihak
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) siap menelusuri dana WNI yang ‘diparkir’ di luar negeri. Mereka pun terus melakukan koordinasi dengan Dirjen Pajak dalam penelusuran ini.

“Yang jelas kita punya data yang bisa disandingkan dengan Panama Papers, ada Offshore Leaks papers dan ada PPATK Papers,” kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf usai rapat tentang tax amnesty di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (25/4).

PPATK sejauh ini sudah melaporkan transaksi-transaksi yang ada di dokumen Panama tersebut per nama. Sejauh ini baru ada kecurigaan saja tentang adanya unsur pidana.
“Tidak gampang mencari alat buktinya,” kata Yusuf.

Prioritas yang ditelusuri antara lain adalah profil orang yang ada di daftar tersebut, wilayah penyimpanan dana, jumlah uang, frekuensi transaksi, dan mata uang yang digunakan. Yusuf kemudian mengakui bilamana ada nama sejumlah pejabat yang masuk di daftar-daftar itu. “Dari Panama ada, tapi tidak otomatis dia salah. Pejabatnya sekian, dari data offshore kita sekian. Enggak boleh disebut,” kata Yusuf.

Hanya Berlaku Hingga Desember
Dalam kesempatan yang sama disebutkan bahwa pemberlakuan kebijakan tax amnesty hanya untuk tahun ini saja. Sehingga, bila Rancangan Undang-undang (RUU) Tax Amnesty selesai dibahas dan disahkan DPR bulan depan, maka Juni atau Juli mendatang kebijakan bisa segera direalisasikan.

“Tax amnesty ini hanya akan berlangsung sampai akhir tahun ini,” ungkap Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro. Jadi, bagi orang indonesia yang ingin membawa pulang dananya ke dalam negeri dengan memanfaatkan fasilitas tax amnesty ini, maka harus segera bersiap. Sebab tidak akan ada kelanjutan di tahun depan. “Jadi tidak ada tahapan lagi tahun depan. Jadi kita harapkan repatriasi dilakukan tahun ini,” ujarnya.

Opsi yang ditawarkan pemerintah lainnya adalah yang bersifat pelaporan. Sehingga meski tidak membawa pulang dananya, namun pelaporan harta, berupa aset maupun dana juga mendapat pengampunan pajak. Ini juga berlaku untuk yang di dalam negeri.

“Jadi tidak semuanya repatriasi. Karena kita juga memahami ada aset mereka di luar, seperti aset tetap gedung, perusahaan di luar negeri ya enggak bisa dibawa pulang begitu saja. Jadi itu silakan ambil yang deklarasi,” terang Bambang.

Terkait dengan progres pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bambang optimistis bisa terealisasi dalam waktu dekat. Sekarang DPR sudah melakukan berbagai konsultasi dengan para pakar, kalangan dunia usaha serta lembaga negara terkait lainnya. “Tentunya kami berharap pembahasan akan berjalan mulus, sehingga UU ini bisa diselesaikan secepatnya,” tegas Bambang.

Meski begitu, Bambang belum menyebutkan berapa dana tebusan bila skema pemberlakukan tax amnesty hanya sekitar 6 bulan. Menurut Bambang, besaran tebusan harus dibahas dengan DPR.
Bambang juga menyebut, pemerintah menjamin kerahasiaan data warga negara yang ingin mendapatkan fasilitas pengampunan pajak atau tax amnesty. Data hanya menjadi kewenangan dan tanggung jawab Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, memastikan data tidak bisa menjadi bukti permulaan dari penyelidikan dan penyidikan dari aparat penegak hukum. “Salah satu elemen penting keberhasilan tax amnesty adalah adanya kepastian hukum bagi para peserta, atau calon peserta dari tax amnesty. Artinya, kerahasiaan data adalah nomor satu,” ungkap Bambang. “Siapa pun yang membocorkan data tersebut justru akan dikenai tindak pidana,” imbuhnya.

Bambang menegaskan hal tersebut akan disertakan secara jelas dalam Undang-undang (UU) yang tengah dibahas dengan Komisi XI DPR. Sejauh ini Bambang menilai anggota dewan juga sepakat dengan konsep tersebut.

“Nanti akan dibuat sejelas mungkin, kalau perlu ada aturan turunannya supaya tidak menimbulkan keraguan. Yang pasti saya katakan tadi data ini rahasia, yang membocorkan data ini itulah yang kena pidana. Petugas pajak misalnya nakal coba bocorin data itu yang kena,” paparnya.

Akan tetapi bila kemudian penerima pengampunan pajak terkena kasus hukum berdasarkan data di luar Ditjen Pajak, maka proses pidana tetap berjalan. “Jadi bukan berarti menghilangkan pidanannya. Kalau dia kebetulan ditangkap karena pidana lainnya, ya tentunya tax amnesty ini tidak bisa mengampuni pidana yang dilakukan.

Tapi tidak boleh sumber penyelidikannya itu berasal dari apa yang dilaporkan,” ujarnya. “Jadi ini hal-hal penting yang perlu kesepakatan semua pihak, agar nanti tax amnesty kalau UU-nya selesai bisa berjalan dengan sukses,” tegas Bambang. (dtc/dtf/ant)

Close Ads X
Close Ads X