Indonesia Siaga Satu | 9.886 Personel Poldasu Kawal Demo 4 November

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kedua kanan) bersama Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan (kanan) mengecek pasukan saat apel pasukan pengamanan Pilkada 2017 di Monas, Jakarta, Rabu (2/11). Sebanyak 4000 pasukan gabungan TNI dan Polri melaksanakan apel pengamanan Pilkada serentak 2017. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/16
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kedua kanan) bersama Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan (kanan) mengecek pasukan saat apel pasukan pengamanan Pilkada 2017 di Monas, Jakarta, Rabu (2/11). Sebanyak 4000 pasukan gabungan TNI dan Polri melaksanakan apel pengamanan Pilkada serentak 2017. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/16

Medan – Jajaran kepolisian setiap wilayah resmi menyatakan berada dalam kondisi siaga satu. Penetapan ini ditegaskan Wakapolri Komjen Pol Syafruddin, bagi seluruh jajaran Polri se-Indonesia dalam rangka Pilkada dan mengawal jalannya demo hari Jumat, 4 November besok.

“Sudah siaga satu per hari ini (Rabu,2/11) untuk seluruh Indo­nesia,” kata Komjen Syafruddin di sela-sela Apel Kesiapsiagaan Tahap Kampanye Dalam Rangka Pilka­da Serentak 2017, di Lapangan Mo­nu­men Nasional, Jakarta, Rabu (2/11).

Menurut dia, peningkatan status siaga satu karena melihat situasi keamanan tahapan Pilkada yang kini memasuki masa kampanye sehingga diperlukan peningkatan status siaga dalam rangka mengantisipasi gangguan keamanan di seluruh wilayah Indonesia. “Alasannya karena membaca situasi keamanan, saat ini tahapan Pilkada sudah masuk masa kam­panye terbuka,” ujar mantan Kepala Lem­dikpol itu.

Sebelumnya, telah dikeluarkan perintah Siaga 1 bagi jajaran Brimob mulai Jumat (28/11). Pada Rabu, sebanyak empat ribu pasukan gabungan TNI, Polri dan Satpol PP menggelar apel kesiapsiagaan tahap kampanye dalam rangka Pilkada Serentak 2017, di lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Rabu.

Empat ribu pasukan gabungan dalam apel tersebut hanya sebagian kecil dari 18 ribu pasukan yang akan dikerahkan untuk mengamankan rencana unjuk rasa besar-besaran di Jakarta pada 4 November 2016.

Dalam apel tersebut, hadir Ka­polri Jenderal Pol Tito Karnavian, Wakapolri Komjen Pol Syafruddin, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Pelaksana Tugas Gu­bernur DKI Jakarta Sumarsono, Ka­polda Metro Jaya Irjen Pol M. Iria­wan, dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.

Poldasu Terjunkan 9.886 Personel
Sementara itu, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menyiagakan 9.886 personel meng­hadapi unjukrasa yang dilakukan sejumlah elemen umat Islam, terkait dugaan penistaan agama Islam yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tja­haya Purnama, Jumat (4/11) besok.

Ke 9.886 personel tersebut terdiri dari 850 personel Polrestabes Medan ditambah 1 kompi personel. Personel inilah yang nantinya akan melakukan pengamanan unjuk rasa di Lapangan Merdeka Medan, Mesjid Agung Medan, Kantor Gubsu dan di Gedung DPRD SU.

Bidang Humas Poldasu merilis, para pengunjuk rasa rencananya akan melalui route (start) Mesjid Agung di Jalan Diponegoro- Jalan Pengadilan- Jalan Raden Saleh- Jalan Stasiun Kereta Api- Jalan MT Haryono- Jalan Cirebon- Jalan Sisingamangaraja, sebelum akhirnya finish di Mapolda Sumut.

Direktorat Intelejen memprediksi, peserta unjuk rasa diperkirakan lebih kurang 980 orang, terdiri dari Forum Umat Islam (FUI) Medan 300 orang, IMM 50 orang, Hidayatullah 100 orang, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 100 orang, Pemuda Muhammadiyah 100 orang, Majelis Mujahidin Indonesia Sumut 100 orang, Muhammadiyah Deli Serdang 50 0rang, Alwasliyah Sumut 100 orang, Peta Sumut 50 orang dan ICMI Sumut 30 orang.

Kabid Humas Poldasu, Kombes Pol Rina Sari Ginting, Rabu (2/11)mengatakan, tuntutan pengunjuk rasa, yakni menyesalkan dan mengecam indikasi penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama.

“Selain itu mereka juga mendukung Fatwa MUI terkait pernyataan Gubernur DKI Jakarta. Kemudian mendesak kepolisian untuk segera melakukan proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta sesuai dengan hukum dan Perundang- undangan yang berlaku,” ujar Rina.

Dikatakan Rina, dari Polres Deli Serdang rencananya aksi dilakukan pada pukul 14.00 WIB, setelah selesai sholat Jumat, dimana akan ada 50 massa yang tergabung dalam Gerakan Anti Penistaan Agama Islam (GAPAI). Mereka akan berlanjut melakukan aksi di Mapoldasu.

Disebutkan Rina, untuk Polres Asahan sendiri akan ada aksi pada pukul 14.00 WIB s/d selesai. Massa Forum Umat Islam Bersatu akan melakukan aksi dengan melakukan Long March dengan jumlah massa diperkirakan 1.000 orang.

Mereka akan melalui route (Start) dari Mesjid Raya Jalan Imam Bonjol Kisaran- Tugu Perjuangan (orasi),- Jalan Cokro- Jalan Ahmad Rivai- Jalan SM Raja dan finish di Mesjid Raya Jalan Imam Bonjol Kisaran, dengan tuntutan yang sama.

Dari Polres Tebing Tinggi, pukul 13.00 Wib s/d selesai aksi unjuk rasa akan dilakukaan oleh Elemen Umat Islam dengan jumlah massa yang diperkirakan 60 orang. Massa akan berorasi di Mapolres Kota Tebing Tinggi.

Di Polres Padang Sidempuan akan ada 200 massa yang akan aksi di Alaman Bolak dan Kantor DPRD Padang Sidempuan. Tuntutan mereka perayaan ibadah (Oikumene) tidak dilaksanakan di luar tempat ibadah (Alaman Bolak, Stadion HM Nurdin Nasution).

“Dalam menghadapi aksi unjuk rasa ini, polres jajaran Polda Sumatera Utara yang akan melakukan back up, pengawalan dan pengamanan terbuka dan tertutup mulai dari titik kumpul, rute-rute yang dilalui, lokasi dan sasaran unjuk rasa,” tegas Rina.

Diminta Persuasif
Di lokasi terpisah, anggota Komisi III DPR RI Raden Muhammad Syfii mengimbau pemerintah mengamankan jalannya demonstrasi pada 4 November besok. Pemerintah juga diingatkan jangan menteror rakyat dengan ancaman tindakan seperti penembakan.

“Bila itu dilakukan berarti pemerintah telah memposisikan diri sebagai teroris. Yang perlu diperhatikan pemerintah, demonstrasi ini tidak akan terjadi kalau pemerintah menegakkan hukum,” kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang (RUU) Terorisme itu.

Raden Syafii berpendapat, soal demo empat November 2016 dan demo besar-besaran yang sudah dan akan terjadi di tanah air itu pada dasarnya adalah undangan resmi dari pemerintah di bawah pimpinan Jokowi, khususnya aparat penegak hukum.

Kata dia, tuntutan para pendemo sudah jelas dan sangat sederhana yakni tangkap dan adili pelaku penistaan agama Ahok (BTP) yang dengan ucapannya menyatakan dibohongi oleh surah Al Maidah Ayat 51. “Menyatakan isi Al Quran sebagai kebohongan jelas-jelas penistaan agama yang deliknya diatur dalam pasal 156 a KUHP,” sebut Raden Syafii akrab disapa Romo.

Karena deliknya cukup jelas penistaan agama, sebut Romo, maka seharusnya pihak pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum wajib melakukan penindakan hukum dengan cara menangkap dan memproses pelakunya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Akan tetapi, sebutnya lagi, sepertinya aparat penegak hukum tidak melakukan tugasnya, sama persis sikap mereka terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan Ahok sebelumnya, seperti kasus reklamasi pantai Jakarta, kasus Sumber Waras. “Tentu saja, sikap aparat ini bertentangan dengan konstitusi NKRI, UUD 45 yang mengatakan semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan,” katanya.

Romo mengatakan sebelumnya umat Islam sebagai mayoritas penduduk di negeri ini, dengan santun telah mengimbau agar pemerintah segera melaksanakan tugasnya di bidang hukum, namun seperti kita ketahui imbauan ini tidak digubris pemerintah.

Oleh karena itu, pemerintah perlu diingatkan dengan cara yang lebih “kental” yakni demonstrasi. Demonstrasi ini dalam konstitusi kita adalah hak warga negara, sehingga rakyat yang berdemo masih melaksanakan konstitusi. Karena pemerintah tidak menegakkan hukum, maka rakyat demo, itu sama artinya demonstrasi ini sejatinya undangan dari pemerintah.

“Saya sebagai anggota DPR RI juga telah mengimbau masalah ini di Komisi III, tapi sampai saat ini pemerintah belum juga merespon, maka 4 November nanti saya juga akan bergabung ikut demo,” katanya.

Polisi Bersorban dan Peci
Di Jakarta, sebanyak 500 personel Brigade Mobil (Brimob) gabungan Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Barat akan mengenakan sorban dan peci berwarna putih saat mengawal aksi unjuk rasa sejumlah organisasi masyarakat keagamaan di kawasan Jakarta, Jumat (4/11).

Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Komisaris Besar Verdianto menerangkan langkah ini merupakan upaya melakukan pendekatan persuasif kepada para pengunjuk rasa. Menurutnya, polisi ingin mengamankan aksi unjuk rasa secara humanis.

“Itu cara-cara humanis. Kami mengedepankan upaya persuasif untuk mengawal dan mengamankan demo nanti,” kata Verdianto saat dihubungi, Rabu (2/11). Sementara itu Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono mengatakan selain mengenakan sorban dan peci putih, polisi tersebut nantinya juga akan melafalkan nama-nama dan sifat baik Allah saat demo berlangsung. “Kalau massa mulai anarkistis, kami bacakan asmaul-husna,” tutur Awi.

Selain itu, Jajaran Polda Metro Jaya akan melibatkan ratusan polisi wanita (polwan) berhijab saat mengamankan aksi demo besar-besaran pada Jumat 4 November nanti. Uniknya, para polwan berhijab itu justru akan ditempatkan di barisan terdepan pasukan. “Nanti kita siapkan 300 personel polwan berhijab. Fungsinya sebagai negosiator,” ujar Awi

Awi menjelaskan, keberadaan para polwan ini diharapkan mampu meredam gesekan-gesekan yang terjadi selama massa melakukan unjuk rasa. Dalam pengamanan ini, polisi akan lebih mengedepankan sisi humanis.

“Kita harapkan kehadiran polwan ini dapat mereduksi emosi, amarah massa. Karena polwan memang lebih ke feminim ya,” papar dia. Tak hanya melakukan pengamanan, polwan-polwan ini juga ditugaskan untuk berdialog dengan massa. Mereka juga akan memberikan bantuan kepada warga yang membutuhkan. “Kita juga akan melayani, membawa permen, membagikan minuman. Namanya juga negosiator, kita kedepankan persuasi, dialog,” jelas Awi.

Jangan Turunkan Polisi Bersorban
Di sisi lain, Indonesia Police Watch (IPW) mengingatkan Polri untuk tidak menurunkan aparat kepolisian yang berjubah dan berserban dalam pengamanan aksi unjuk rasa 4 November 2016. Polri seharusnya tetap profesional dan proporsional dalam menjalankan tugas menjaga keamanan masyarakat.

“Dalam situasi apa pun Polri jangan lebay dan harus mampu menjaga profesionalisme serta harus proporsional. Artinya, bertindak harus sesuai prosedur operasi standar (SOP). Dalam menjaga keamanan Polri hanya bisa melakukan keamanan terbuka dengan pakaian seragam dan pengamanan tertutup dengan pakaian preman,” ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane di Jakarta, Rabu (2/11).

Menurut Neta, tidak ada ketentuan bahwa anggota Polri diperbolehkan mengenakan jubah dan serban dalam menjaga keamanan. Namun, yang harus diingat, anggota Polri adalah polisi nasional dan bukan anggota polisi keagamaan tertentu.

Jika terjadi bentrok dalam aksi demo itu akan muncul kesan bahwa massa keagamaan tertentu bentrokan dengan polisi keagamaan tertentu. Ini akan merusak bangsa Indonesia ke depan. Rencana Polri menurunkan polisi berjubah dan berserban terlihat saat dilakukan gelar pasukan pengamanan di Monas. Tampak beberapa polisi berjubah dan berserban dalam apel siaga itu.

“Polri seharusnya tetap menjadi polisi yang berwawasan negara kesatuan Indonesia, yang profesional, dan proporsional serta jangan diseret-seret ke dalam isu maupun konflik SARA. Jangan terjebak ke dalam warna agama tertentu. Sebab, jika Polri larut dalam isu tersebut, internal Polri yang akan terpecah dengan isu dan konflik SARA,” tuturnya.

“Untuk itu, IPW mendesak agar Polri membatalkan rencana untuk menurunkan polisi berjubah dan berserban. IPW tetap berharap Polri tetap profesional dan proporsional,” katanya.
IPW juga berharap, Presiden Joko Widodo (Jokowi) konsisten dengan omongan dan janjinya bahwa tidak akan melakukan intervensi dalam kasus hukum dalam kasus yang dituduhkan ke Ahok. Sikap netral itu tidak akan membebani dan mencoreng citra Polri. (ial/isvan/ant/dtc/cnn)

Close Ads X
Close Ads X