Hutan Sumatera dan Kalimantan Masih Dikepung Api

Sebuah perahu melintas di Sungai Siak yang dipenuhi kabut asap di Pekanbaru, Riau, Selasa (1/9). Sebagian wilayah di Riau masih diselimuti kabut asap pekat dampak kebakaran hutan dan lahan sementara pemda setempat menghimbau  seluruh masyarakat untuk menggunakan masker pelindung pernapasan bila beraktivitas di luar ruangan. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/nz/15
Sebuah perahu melintas di Sungai Siak yang dipenuhi kabut asap di Pekanbaru, Riau, Selasa (1/9). Sebagian wilayah di Riau masih diselimuti kabut asap pekat dampak kebakaran hutan dan lahan sementara pemda setempat menghimbau seluruh masyarakat untuk menggunakan masker pelindung pernapasan bila beraktivitas di luar ruangan. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/nz/15

Jakarta | Jurnal Asia
Titik api atau hotspot di Sumatera dan Kalimantan masih terus berlangsung. Pantauan Satelit Modis dari NASA pada Selasa, 1 September 2015 di Sumatera ada 198 hotspot titik api yaitu di Jambi 59 titik, Lampung 3 titik, Sumatera Barat 7 titik, Sumatera Selatan 46 titik, Riau 82 titik, dan Sumatera Utara satu titik.

Sedangkan di Kalimantan terdapat 591 titik api, dengan jumlah terbanyak di Kalimantan Tengah sebanyak 131 titik serta di Kalimantan Timur sebanyak 138 titik. Lainnya, di Kalimantan Barat sebanyak 74 titik, Kalimatan Selatan 30 titik dan Kalimantan Utara 36 titik.

“Asap masih mengepung banyak daerah. Jarak pandang di Pekanbaru pada pagi hari ini hanya 1 km, Rengat 1 km, Pelalawan 2 km, Jambi 400 meter, dan Pontianak 200 meter,” ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 1 September 2015.

Di Jambi, penerbangan Garuda Indonesia pagi tadi mengalami keterlambatan akibat asap. “Siang tadi sebenarnya sudah bisa terbang, tetapi tidak dapat mendarat, dan akhirnya balik ke Jakarta,” kata Sutopo.

Dia menambahkan, kualitas udara masuk kategori tidak sehat. “ISPU di Palangkaraya sejak pagi mencapai angka 628 yang artinya sangat berbahaya, sangat jauh di atas ambang berbahaya 350,” ucap dia.

Menurut dia, kebakaran hutan dan lahan selalu berulang setiap tahun. Sudah menjadi tradisi tahunan saat musim kemarau. Jutaan jiwa masyarakat terkena dampak dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai triliunan rupiah. “Berbagai upaya telah dilakukan untuk memadamkan api, baik di darat maupun di udara,” ujarnya menambahkan.

Saat ini, tindakan hanya berfokus pada memadamkan kebakaran. Pemerintah pusat dan daerah perlu mengadopsi lebih banyak stategi preventif yang mengatasi akar masalah kebakaran hutan dan lahan. “Lemahnya penegakan hukum menyebabkan kebakaran selalu berulang. Berdasarkan penelitian CIFOR, pembukaan lahan dengan membakar telah lama digunakan oleh peladang dalam rangka penyiapan lahan,” kata dia.

Hal tersebut dilakukan karena mereka mengharapkan lahannya bersih, mudah dikerjakan, bebas hama dan penyakit serta mendapatkan abu hasil pembakaran yang kaya mineral. “Motif demikian pula yang dilakukan oleh korporasi saat ini, baik oleh perkebunan kelapa sawit maupun oleh pengusaha hutan tanaman industri maupun non hutan seperti sagu.”

Operasi Terkendala Izin
Operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan melalui udara atau mengunakan pesawat helikopter water bombing di Provinsi Jambi belum bisa dilakukan karena terkendala izin penerbangan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi, Arif Munandar, mengatakan, izin penerbangan helikopter jenis MI 17 itu ternyata sudah habis akhir Agustus kemarin.
“Kita mendapatkan bantuan dua unit helikopter, Super Puma dan MI 17. Tapi, MI 17 izin terbangnya sudah berakhir 31 Agustus kemarin. Jadi belum bisa operasi pemadaman,” kata Arif, di Jambi, Selasa (1/9/2015).

Arif mengatakan, sampai hari ini tim pemadaman dari BNPB masih menunggu izin penerbangan MI 17 dari Kementerian Perhubungan. Sedangkan Helikopter Super Puma sudah melakukan uji coba pemadaman dan akan melakukan pemadaman serentak dengan MI 17.

“Izin itu kita harapkan segera keluar dan dua helikopter itu bisa beroperasi, mengingat titik api masih banyak. Hari ini saja ada 68 titik api yang terpantau satelit NOAA 18, belum lagi hasil ground check di lapangan, mungkin lebih dari itu,” kata Arif.

Helikopter MI 17, kata Arif, tiba di Bandara STS Jambi, Senin (31/8) sekitar pukul 13.00 WIB. Menyusul kemudian Helikopter Super Puma pada pukul 16.00 WIB. Bahkan, katanya, Helikopter MI 17 itu langsung melakukan operasi dengan 13 kali menjatuhkan bom air di lokasi kebakaran di kawasan Taman Nasional Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, karena izin terbangnya masih berlaku. Namun, operasi kemarin belum berhasil memadamkan api karena helikopter sudah wajib kembali ke Bandara Jambi pukul 17.00 WIB.

Bukan cuma urusan pemerintah
Arif mengatakan BPBD akan berkoordinasi dengan Dinas Perkebunan agar dinas tersebut mengerahkan sumber daya manusia dan peralatan milik perusahaan yang lahannya juga terbakar.
“Nanti Disbun yang koordinasi dengan perusahaan, mereka juga harus ikut membantu, jangan lihat saja. Kita minta Disbun untuk proaktif mengatasi kebakaran, khususnya di perkebunan perusahaan,” kata Arif.

Selain itu, lanjutnya, penanggulangan bencana tidak hanya selesai oleh pemerintah, tapi juga dibantu dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu, Arif berharap dukungan penuh dari keduanya.
“Sama-samalah kita memadamkan api ini, kalau pemerintah saja tidak efektif. Kita sangat mengharapkan dukungan dunia usaha khususnya PT Perkebunan, termasuk masyarakat seperti masyarakat peduli api,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jambi, Nurangesti menyebutkan, jarak padang di Kota Jambi, Selasa pukul 07.00 WIB hanya 400 meter, pukul 08.00 WIB menjadi 900 meter dan pukul 09.00 WIB 2.000 meter.

Jarak pandang sempat tembus 2.300 meter pada pukul 10.00 WIB. Namun pada pukul 14.00 WIB, jarak pandang kembali turun menjadi 2.100 meter. “Itu dampak kabut asap, bahkan pesawat dari Jakarta menuju Jambi hari ini tidak bisa mendarat,” kata Nurangesti.
(ant/mtv/vv)

Close Ads X
Close Ads X