Gerakan Antropolog Serukan Darurat Kebinekaan

Penggagas Gerakan Antropolog untuk Indonesia yang Berbhineka dan Inklusif Yando Zakaria (tengah) bersama Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki (kedua kanan) menyampaikan keterangan usai pertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/1). Mereka meminta pemerintah terus melindungi Indonesia dari tindakan yang menggerus nilai keberagaman, serta meminta segenap masyarakat, organisasi keagamaan, tokoh agama, lembaga pemerintah dan nonpemerintah, serta pemerhati budaya proaktif dalam merawat kebinekaan, persatuan dan kesatuan bangsa. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/17.

Jakarta – Kumpulan antropolog yang mengatasnamakan “Gerakan Antropolog untuk Indonesia” menilai bahwa Indonesia saat ini tengah darurat kebinekaan. Pernyataan tersebut disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (16/1).

“Kami sudah berembuk ten­tang perkembangan situasi di Indonesia beberapa bulan ter­akhir. Kami telah simpulkan, Indonesia sedang terancam dengan persoalan intoleransi yang dari waktu ke waktu terus meningkat,” ujar Juru Bicara Gerakan Antropolog untuk In­donesia, Yando Zakaria, seusai bertemu Presiden.

“Kami menyerukan darurat ke­binekaan. Hari ini kami sampaikan apa yang kami risaukan kepada Presiden,” lanjut Yando.

Para antropolog melihat ada gerakan masyarakat yang cenderung memaksakan pan­da­ngan­nya untuk menjadi pan­­dangan yang dominan di In­donesia.

“Kami antropolog sangat pa­ham bahwa Indonesia adalah majemuk. Baik suku, ras, an­targolongan dan pandangan politik,” ujar dia.

Namun, gerakan yang memak­sakan pandangannya itu dinilai telah mengganggu stabilitas nasional. Seruan soal darurat Bhinneka Tunggal Ika itu telah melalui diskusi panjang di kalangan antropolog.

Sebanyak 300 antropolog itu menandatangani petisi darurat Bhineka Tunggal Ika tersebut untuk diserahkan ke Presiden.

“Presiden kami harapkan ja­ngan ragu mengatasi soal in­toleransi. Kalau terlambat, mim­­pi kita menjadi bangsa In­do­nesia akan berakhir. Ada ahli mengatakan, kalau kita gagal mengelola keberagaman, usia Indonesia sepuluh tahun lagi,” ujar Yando.

Selain Yando, antropolog yang mengantarkan seruan darurat Bhinneka Tunggal Ika itu, antara lain Meutia F. Sarwono, P.M Laksono, Amri Marzali, Iwan Meulia Pirous, dan Kartini Sjahrir.
(kcm)

Close Ads X
Close Ads X