Energi Baru Pengganti Elpiji Dikaji | Gas 3 Kg Seharusnya Cuma untuk Orang Miskin

Jakarta – PT Pertamina (Persero) dan pemerintah tengah mengkaji pengembangan energi baru sebagai alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG). Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang mengatakan energi tersebut memanfaatkan batu bara berkalori rendah.

“Kami sedang mengkaji batu bara rendah kalori agar bisa menjadi Dimetil Eter (DME),” kata Ahmad Bambang di Hotel Shangri-la, Jakarta, Selasa (17/1). Bambang berharap senyawa tersebut bisa digunakan untuk rumah tangga.

Bambang menambahkan kon­­versi elpiji perlu dilakukan agar kebutuhan konsumsi terpenuhi. Konsumsi elpiji Indonesia me­­ningkat rata-rata 13 persen tahun. Pada 2016, konsumsi elpiji mencapai 7 juta metrik ton. Jumlahnya meningkat 700 persen dibandingkan sembilan tahun yang lalu.

Namun suplai elpiji di dalam negeri semakin sulit didapat. “Gas di Indonesia semakin ringan sehingga hasil elpiji semakin turun,” ucap Bambang.

Menurut Bambang, produksi gas C3 dan C4 semakin menurun. Produksi didominasi gas C1 yang memiliki massa lebih ringan dan tingkat karbon yang lebih rendah.

Penggunaan elpiji yang me­ningkat salah satunya didorong konversi minyak tanah untuk rumah tangga. Konversi dilakukan agar masyarakat mendapatkan bahan bakar yang lebih bersih dan murah.

Hanya untuk Orang Miskin
Pemerintah berencana mene­­rapkan kebijakan subsidi tepat sasaran untuk elpiji 3 kg. Saat ini, elpiji 3 kg menggunakan sistem distribusi terbuka, siapa saja boleh membelinya. Akibatnya, banyak elpiji 3 kg yang dikonsumsi oleh orang-orang mampu, tidak tepat sasaran.

Wakil Direktur Utama PT Perta­mina (Persero), Ahmad Bambang, menyatakan bahwa harusnya subsidi elpiji hanya untuk masyarakat miskin serta usaha kecil dan menengah (UKM).

“Sekarang kita bicara keadilan. Seharusnya yang pakai elpiji 3 kg itu yang miskin, makanya kita harus mulai pembatasan,” kata Bambang lagi.

Bambang ingin kebijakan subsidi elpiji tepat sasaran dimulai di Pulau Jawa dan baru kemudian pulau-pulau lainnya. Sebab, rata-rata kesejahteraan penduduk di Pulau Jawa relatif lebih baik dibanding pulau-pulau lain. “Kalau yang enak di Jawa dulu, masak giliran yang enggak enak luar Jawa duluan? Saya pingin Jawa dulu,” ucapnya.

Pihaknya telah menyiapkan Bright Gas 5,5 kg sebagai alter­­natif bagi masyarakat yang mam­­pu. Kelas menengah ke atas didorong untuk meninggalkan elpiji 3 kg dan beralih ke Bright Gas. “Tabung 5,5 kg sekarang su­dah ada 3,9 juta tabung,” ujar dia.

Sementara itu, Direktur Pem­binaan Hilir Migas Kementerian ESDM, Setyorini Tri Hutami, mengungkapkan bahwa kebijakan subsidi tepat sasaran di elpiji serupa dengan subsidi listrik tepat sasaran yang telah dimulai pada tahun ini.

Sama dengan subsidi listrik 900 VA, penduduk yang layak menerima subsidi elpiji adalah 40 persen penduduk Indonesia dengan tingkat kesejahteraan terbawah. Data yang dipakai berasal dari Tim Nasional Per­cepatan Penanggulangan Ke­miskinan (TNP2K).

“Kita memakai data Kemensos, 40 persen masyarakat miskin dan rentan miskin, sedang kita pilah datanya,” tukas Rini.

Rumah tangga yang terbukti sesuai kriteria akan memperoleh kartu khusus dari Kementerian Sosial (Kemensos) untuk membeli elpiji 3 kg. Kartu itu seperti e-money, tapi hanya bisa dipakai untuk membeli elpiji 3 kg.

Dengan kartu khusus ini, setiap rumah tangga dapat membeli 3 tabung elpiji 3 kg setiap bulan. Sedangkan UKM bisa membeli maksimal 9 tabung elpiji 3 kg per bulan.

Ditargetkan kartu khusus untuk penerima subsidi elpiji 3 kg dapat dibagikan pada April 2017. Tapi penerapan subsidi elpiji 3 kg tepat sasaran tidak dilaksanakan serentak se-Indo­nesia. Program ini dimulai di beberapa daerah dulu dan secara bertahap diperluas hingga ke seluruh Indonesia.

“Uji coba pertama di pulau-pulau seperti Bali, Bangka, Batam, Lombok. Kita minta datanya ke Kemensos dulu. Setelah itu di Jawa,” tutupnya.
(ant)

Close Ads X
Close Ads X