Dukungan di Pilpres 2019 | Golkar Dinilai Cari Simpati Jokowi

Jakarta | Jurnal Asia
Di bawah kepemimpinan Setya Novanto, Golkar siap mendukung pemerintah dan mengusung Joko Widodo di Pilpres 2019. Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan tampak senang mendengar hal tersebut.

“Bagaimana tanggapan Bapak soal Golkar yang mau mengusung Jokowi pada Pilpres 2019?” tanya wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (18/5).
“Kamu, umurmu berapa sih? Sabar dulu lah,” jawab Luhut sambil tersenyum dan sedikit terkekeh.

Luhut lalu langsung masuk mobilnya dan duduk bersebelahan dengan Kepala BNP2TKI Nusron Wahid. Nusron juga merupakan kader Golkar yang sempat dipecat oleh Aburizal Bakrie (Ical) lantaran mendukung Jokowi di Pilpres 2014 lalu. Tetapi dalam Munaslub ini status kadernya direhabilitasi.Sebelumnya Nusron dan Luhut memang sempat berbincang. Nusron mengaku hanya bersilaturahim saja setelah Munaslub usai.

Novanto yang terpilih sebagai Ketum di Munaslub Golkar, tidak berniat maju menjadi capres. Dukungan dari partai beringin pun akan total diberikan ke Jokowi. “Golkar mendukung pen­calonan Jokowi untuk 2019. Bukan hanya mendukung, tapi mengusung,” kata politikus Golkar Yorrys Raweya, Rabu (18/5).

Selain Golkar, PPP disebut juga akan mengusung Jokowi di Pilpres mendatang,namun tetap ada hitung-hitungannya. “Masing-masing ada hitungannya. Khusus PPP bagaimana? PPP akan kawal pemerintahan Jokowi-JK sampai awal Pemilu 2019,” ucap Sekjen PPP Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/5).

Mengawal dimaksud adalah mengawal jalannya pemerintahan Jokowi-JK yang berakhir sampai Pemilu 2019. Hal itu terkait dengan keputusan PPP sebagai partai pendukung pemerintahan yang juga diikuti oleh Golkar.

“Itu hak masing-masing partai. Kalau ada partai yang menyatakan sikap (dukung Jokowi untuk 2019) tidak bisa dikatakan terlalu dini. Begitu juga kalau ada yang mendukung di akhir, tidak bisa dikatakan terlalu terlambat. Masing-masing punya perhitungan sendiri,” papar Arsul.

Bagi PPP kata Arsul, perlu pertimbangan yang sangat matang. Hal itu lantaran Pileg dan Pilpres pada tahun 2019 untuk pertama kalinya akan digelar berbarengan, sehingga hitung-hitungan Pileg tidak serta merta menjadi dasar Pilpres.

“Misal capres cawapres A dan B kemudian C dan E ikut, dirugikan nggak secara politik untuk Pilegnya? Itu menurut saya kita perlu waktu brainstorming,” terang anggota komisi III itu.
Karena itu PPP menunggu dulu selesainya pembahasan Kitab UU Pemilu sebagai kelanjutan putusan MK yang menyatakan Pileg dan Pilpres berbarengan. Kitab UU Pemilu itu adalah gabungan UU Pileg dan UU Pilpres. “Kalau nggak salah (UU Pemilu) tahun sekarang dibahas,” ucap Arsul.

Cari Simpati Rakyat
Mengenai dukungan Golkar ke Jokowi, tentu ada maksud-maksud tertentu. Seperti diutarakan peneliti CSIS kepada wartawan. “Saya kira itu cara Golkar untuk mengambil hati Jokowi. Apalagi secara pribadi hubungan Novanto dengan Jokowi pernah kurang harmonis,” kata penelitis CSIS Arya Fernandes saat berbincang, Rabu (18/5).

Golkar dinilai sedang memain­kan psikologi politik. Pernyataan dukungan ke Jokowi, di saat partai lain termasuk PDIP belum bicara soal Pilpres 2019, diharapkan membawa efek positif bagi elek­tabilitas partai dan berbuah kursi di kabinet. “Saya melihat itu juga cara Golkar untuk meyakinkan Jokowi untuk memberikan posisi bagi Golkar di kabinet,” ulas Arya.

Golkar juga punya catatan tak pernah menang di tiga pilpres terakhir. Pilihan mendukung Jokowi bisa jadi jalan untuk meraih kemenangan perdana. “Saya kira Golkar akan mencari posisi terbaik di 2019 nanti. Apalagi sejak 2004 calon yang didukung Golkar selalu kalah. Bila elektabilitas Jokowi stabil di angka 45% ke atas, bukan tidak mungkin Golkar akan me­nyorongkan kadernya sebagai cawapres,” ujar Arya. (dtf)

Close Ads X
Close Ads X