Cegah Produk Berbahaya, Obat dan Makanan Akan Dibarcode

Jakarta – Maraknya pemalsuan obat serta makanan yang berbahaya di pasaran, jadi perhatian serius pemerintah. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan menggunakan teknologi informasi untuk pengawasannya, dengan menggunakan barcode.

“Kami akan menggunakan teknologi informasi untuk pengawasan rutin,” kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito, Selasa (21/3), seusai rapat terbatas mengenai perlindungan konsumen di Kantor Presiden, Jakarta.

BPOM sedang menyiapkan aplikasi barcode di produk obat. Mendatang, aplikasi ini juga akan digunakan pada makanan. Dengan teknologi ini, kata Penny, akan bisa diketahui produk yang membahayakan konsumen. Dengan barcode, pengawasan bisa dilakukan bersama dengan masyarakat.

Dalam rapat itu, kata Penny, Presiden memerintahkan agar BPOM untuk memperkuat sistem pengawasan obat dan makanan. Ini dilakukan terutama pada jajanan anak sekolah maupun di pasar. Sebenarnya program seperti itu sudah ada di BPOM, namun Penny berjanji akan lebih memperketat pengawasan. “Jadi intinya adalah pemerintah akan terus meningkatkan pengawasan mengenai perlindungan konsumen,” tuturnya.

BPOM juga akan mengintensifkan penanganan pengaduan konsumen di masing-masing kementerian maupun di BPOM. Pengaduan konsumen harus mudah dilakukan. “Harus ada kepastian pengaduan akan ditanggapi,” kata Penny.

Saat membuka rapat, Presiden mengatakan konsumen Indonesia baru paham hak-hak sebagai konsumen, tapi belum mampu memperjuangkannya. Karena itu dia meminta agar edukasi dan perlindungan konsumen terus dilakukan. “Konsumen Indonesia baru pada tahap paham haknya, tapi belum mampu memperjuangkan haknya sebagai konsumen,” kata Presiden.

Presiden menjelaskan dalam laporan yang diterimanya, indeks kepercayaan konsumen (IKK) Indonesia pada 2016 masih rendah yaitu 30,86 persen atau sampai level paham. Angka ini jauh dibandingkan IKK Eropa yang sudah mencapai 51,31 persen.

Selain itu, perilaku pengaduan konsumen Indonesia juga masih rendah. Saat ini pengaduan konsumen secara rata-rata masih 4,1 pengaduan dari 1 juta penduduk. Sedangkan di Korea Selatan, ada 64 pengaduan konsumen di setiap 1 juta penduduk.

Jokowi memnta perlindungan konsumen juga harus menjadi perhatian. “Ini sangat terkait dengan kehadiran negara untuk melindungi konsumen secara efektif.” Efektivitas perlindungan negara, kata dia, bisa dilihat dari sejauh mana norma dan aturan bisa dipenuhi dan dipatuhi para produsen, serta sejauh mana pengawasan dan penegakan hukum berjalan efektif.

Jokowi menyebut contoh yang menunjukan tingkat kepatuhan produsen terhadap standar produk SNI yang masih rendah. Sebab, hanya 42 persen barang yang beredar sesuai dengan SNI. Karena itu dia meminta lembaga-lembaga perlindungan konsumen bekerja keras sehingga kehadiran mereka bisa dirasakan masyarakat.

Marak Makanan Berformalin
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sumatera Utara meminta masyarakat agar mewaspadai peredaran mie kuning yang bercampur formalin yang kemungkinan banyak beredar dan dipasarkan di Kota Medan.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumatera Utara Abubakar Siddik di Medan, menanggapi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan, menggerebek sebuah industri rumah yang mengolah mie bercampur bahan formalin, di Kecamatan Medan Deli.

Menurut dia, ditemukannya mie kuning bercampur formalin itu, akibat kelemahan Dinas Perindustrian Kota Medan yang mengawasi industri rumah tangga mengolah bahan makanan tersebut. Selain itu, industri pengolahan mie kuning tersebut, juga tidak didaftarkan ke Dinas Peridustrian Kota Medan, sehingga tidak dapat dilakukan pengawasan oleh pemerintah.

“Jadi, apa yang dilakukan industri rumah tangga itu, sangat membahayakan kesehatan bagi masyarakat dan juga konsumen yang sering membeli mie bercampur bahan kimiawi itu,” ujar Abubakar.

Ia menyebutkan, ironisnya pengolahan makanan mie yang ilegal itu, telah berlangsung selama dua tahun, namun baru kali ini berhasil dibongkar oleh BBPOM Medan.

“Hal tersebut, membuktikan bahwa pihak BBPOM Medan juga lengah dalam mengawasi industri rumah tangga yang memproduksi bahan makanan mie kuning itu,” ucapnya.

Abubakar menambahkan, Dinas Perindustrian dan BBPOM harus dapat bekerja sama melakukan pengawasan industri makanan/minuman yang menggunakan formalin, serta bahan pengawet kimiawi yang bisa menimbulkan penyakit berbahaya seperti, kanker, ginjal dan lainnya.

Sehubungan dengan itu, Petugas BBPOM Medan harus proaktif melakukan pemantauan atau razia terhadap produksi makanan dan minuman yang dianggap bermasalah, serta merugikan masyarakat.

Kemudian, bagi warga yang mengetahui adanya industri makanan/minuman yang malanggar ketentuan hukum itu, segera melaporkan ke Kepolisian dan petugas BBPOM untuk diambil tindakan tegas.

“Bagi pelaku yang terbukti yang melanggar hukum itu, harus dihukum berat sehingga dapat memberikan efek jera bagi mereka,” kata Ketua YLKI itu.

Sebelumnya, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan, Sumatera Utara menggerebek sebuah industri rumah tangga di Kecamatan Medan Deli, dan menyita barang bukti seberat 500 kilogram mie kuning campur formalin.

Dari 500 kg mie kuning tersebut, yakni 20 kg siap edar, dan 300 kg adonan mie yang akan diolah. Selain itu, petugas BBPOM Medan juga menemukan satu botol formalin yang juga ikut disita.

Pemilik juga mengaku memproduksi mie kuning tersebut selama 2 tahun, dan kemudian diperjualbelikan ke sejumlah pasar di Medan. (ant/tc)

Close Ads X
Close Ads X