Bupati Labuhanbatu Segera Diadili

Bupati nonaktif Labuhanbatu Pangonal Harahap meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (10/9). Pangonal Harahap menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus dugaan suap proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara Tahun Anggaran 2018. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj/18.

Berkas P21

Jakarta | Jurnal Asia

Bupati nonaktif Labuhanbatu, Pangonal Harahap, segera diadili atas kasus dugaan suap sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Labuhanbatu, Sumatera Utara. Tim penyidik KPK telah merampungkan penyidikan kasus ini.

Jubir KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkat di Jakarta, Rabu (14/11) mengatakan, berkas penyidikan kasus ini telah dinyatakan lengkap atau P21. Untuk itu, tim penyidik melimpahkan berkas perkara, barang bukti dan tersangka Pangonal ke tahap penuntutan atau tahap II.

“Penyidikan untuk PHH (Pangonal Harahap), Bupati Labuhanbatu telah selesai hari ini. Berkas dan tersangka diserahkan Penyidik ke Penuntut Umum,” kata Febri.

Tim Jaksa Penuntut KPK memiliki waktu maksimal 14 hari untuk menyusun surat dakwaan terhadap Pangonal. Nantinya, surat dakwaan tersebut bakal dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan untuk disidangkan. Untuk kepentingan persidangan ini, KPK menitipkan penahanan Pangonal ke Rutan Tanjung Gusta Medan, Sumatera Utara.

“Pelaksanaan tahap II yang bersangkutan didampingi penasihat hukum dan kemudian dibawa ke Rutan Tanjung Gusta Medan Sumatera Utara dikarenakan persidangan akan dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Medan,” katanya.

Diketahui, KPK menetapkan empat tersangka terkait kasus dugaan suap sejumlah proyek di Labuhanbatu. Keempat tersangka itu yakni, Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap; bos PT Binivan Konstruksi Abadi (PT BVA), Effendy Sahputra; serta dua orang kepercayaan Pangonal, Umar Ritonga dan Tamrin Ritonga. Dalam kasus ini, Pangonal diduga telah menerima sejumlah uang suap dari Effendy Syahputra berkaitan dengan pemulusan sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Labuhanbatu tahun anggaran 2018. Uang suap tersebut diterima melalui Tamrin dan Umar.

Meski demikian, hingga saat ini, KPK belum mampu membekuk Umar yang melarikan diri dan membawa uang Rp 500 juta yang diduga suap dari Effendy untuk Pangonal. KPK telah menyampaikan surat DPO atas nama Umar ini kepada pihak kepolisian dan ditembuskan ke Interpol Indonesia yang berada di Jakarta. Dalam surat DPO ini, KPK juga menyertakan foto Umar Ritonga dan meminta agar pihak kepolisian segera menangkapnya.

“Terhadap Umar Ritonga yang masih DPO, pencarian terus dilakukan. Jika ada yang mengetahui keberadaan agar melaporkan pada kantor polisi setempat atau langsung ke KPK, tegas Febri.
(sp/put)

Close Ads X
Close Ads X