Aturan Baru Angkutan Online Rampung | Mulai Efektif 1 November

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (ketiga kiri) memberikan keterangan kepada wartawan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/10). Budi Karya Sumadi diperiksa sebagai saksi kasus suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017 dengan tersangka Adiputra Kurniawan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/kye/17.

Jakarta – Aturan baru soal taksi online sudah rampung dikerjakan. Saat ini pemerintah tinggal menyelesaikan final draft yang sudah disusun dari hasil diskusi dengan berbagai pihak dan stakeholder terkait.

Aturan ini akan disosialisasikan dulu ke publik, sehingga nantinya aturan ini benar-benar bisa diterima oleh semua pihak sebelum akhirnya diundangkan.

“Kami akan finalkan tanggal 18 (Oktober 2017), tanggal 19 kami akan bikin press conference yang akan dipimpin oleh Pak Luhut sendiri. Kami akan undang Kapolri, Menko Maritim, Menkominfo, Men­kop, stakeholder semuanya, media untuk menyaksikan apa yang kami sepakati,” kata Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, saat ditemui di Kemenko Maritim, Jakarta, Selasa (17/10).

Lewat proses sosialisasi tersebut, dia berharap semua pihak bisa memahami aturan yang sudah didiskusikan ke seluruh pihak terkait, sehingga ketika nanti aturan ini diundangkan, tak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Dalam sosialisasi tersebut, akan dipas­tikan apakah pasal-pasal yang telah ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) memang tidak layak untuk dibuat untuk dijadikan aturan. Pasalnya dari sosialisasi yang sudah dilakukan, dia mengaku seluruh pihak baik online maupun konvensional menginginkan adanya aturan mengenai operasional taksi online.

“Jangankan pengemudi konvensional, pengemudi online pun mengharapkan itu diatur. Jadi mereka mengalami penurunan income juga. Kan kami juga enggak mau dengan pendapatan yang marginal,” jelas Menhub.

Salah satu aturan yang akan dimuat adalah terkait tarif, untuk memastikan kenyamanan dan keamanan baik bagi pengendara maupun penyedia jasa atau driver.

“Kalau tarif sudah terlalu rendah, tidak mungkin pengusaha individu bisa merecover investasi yang sudah ada. Kedua, kita tidak ingin ada monopoli. Nanti akan timbul konflik horizontal. Oleh karena itu, dengan adanya pasal-pasal pengaturan itu diharapkan semua para pihak bisa sama-samamemahami,” tukasnya.

Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Sugihardjo, mengatakan Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan terkait taksi online ditargetkan terbentuk sebelum 1 November 2017. Sebab, aturan ini direncanakan efektif pada tanggal 1 November.

“Permen harus sebelum 1 November. Nanti kita efektifnya tetap 1 November,” ucap Sugihardjo.

Lebih lanjut Sugihardjo mengatakan, Menteri Koordinator Maritim, Luhut Panjaitan sudah menargetkan Permen terbit dalam minggu ini dan selanjutnya sudah dapat disosialisasikan.

“Target Pak Menko dalam minggu ini kita terbitkan, terus kami sosialisasikan. Minggu ini draft finalnya karena masih ada beberapa masukan,” sambungnya.

Sedangkan untuk diundangkannya, tergantung pada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Proses tersebut dikatakan bisa paling cepat dalam dua hari.

“Diundangkan kalau urgent sama Kemenkumham bisa cepat, dua hari bisa,” tutupnya.

-Banyak Revisi
Selain itu, Sekjen Kemenhub, Sugihardjo mengatakan, pihaknya membahas draft Peraturan Menteri Perhubungan yang disiapkan untuk menggantikan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang angkutan sewa online yang bakal gugur pada 1 November mendatang menyusul putusan dari Mahkamah Agung, Agustus lalu.

Dalam aturan baru tersebut, disepakati beberapa hal, salah satunya terkait kepemilikan kendaraan dari angkutan online. Dia bilang, status kepemilikan kendaraan taksi online nantinya bisa dikategorikan atas nama pribadi tak harus perusahaan. Pasalnya, dalam hal perusahaan angkutan yang berbadan hukum koperasi atau PT, sesuai UU Koperasi, dimungkinkan perorangan.

“Karena itu kepemilikan kendaraannya (BPKB maupun STNK) boleh atas nama perorangan dan itu berlaku umum, bukan hanya online. Jadi tentang tanda kepemilkan kendaraan atas nama koperasi boleh atas nama perorangan,” katanya.

Selain itu, dalam aturan baru yang akan dikeluarkan selanjutnya nanti, tarif juga akan tetap diatur. Aturannya sama seperti PM 26 Tahun 2017 sebelumnya, di mana tarif akan dipatok batas atas dan bawah.

Dalam hal ini, Kemenhub akan menerima usulan dari Pemda untuk batasan tarifnya, untuk kemudian ditetapkan oleh regulator.

“Berdasarkan kesepakatan, antara pengguna jasa dan penyedia jasa, tarif tetap dalam koridor batas atas dan batas bawah. Jadi batas atas dan bawah masih tetap diperlukan untuk melindungi pengguna jasa agar jangan sampai tarifnya nanti berlebihan,” ucapnya.

Tarif yang diatur juga agar menghindari banting harga antara satu angkutan dan angkutan lainnya, sehingga terjadi persaingan usaha yang sehat.

“Khawatirnya yang dikorbankan adalah aspek keselamatan karena pemeliharaan kendaraan akan terabaikan. Jadi tetap ada kesepakatan antara penyediaan dan pengguna jasa adalah tetap ada batas atas dan bawah,” tutur Sugihardjo.

Hal baru lainnya yang diatur adalah asuransi. Penumpang dan penyedia jasa akan memiliki asuransi yang disediakan oleh IT provider atau perusahaan aplikasi online.

“Asuransi penting untuk melindungi penumpang dan pihak ketiga supaya ada kepastian,” ungkapnya.

Dalam aturan ini, perusahaan aplikasi taksi online kata dia akan dikategorikan sebagai IT provider, bukan perusahaan angkutan umum. Hal ini membuat penyedia jasa angkutan online ini nantinya akan berada di bawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Sementara terkait operasionalnya di lapangan, Kementerian Perhubungan akan berkoordinasi dengan perusahaan atau koperasi yang bermitra dengan penyedia jasa aplikasi online terkait.

“Sehingga hubungan dengan pemerintah (Kemenhub), hubungan kerjanya ke perusahaan angkutannya. Sehingga di situ ada larangan-larangan untuk aplikator (pemilik aplikasi) bertindak sebagai perusahaan angkutan. Jadi harus yang menjalankan itu perusahaan angkutan, apakah PT nya atau koperasi,” ungkap dia.

“Kalau nanti terjadi pelanggaran dari aplikator, misalnya dia memberikan akses aplikasi kepada perorangan atau perusahaan yang enggak punya izin, itu kan melanggar. Tapi yang menindaknya enggak bisa Dishub. Jadi Dishub atau Ditjen darat atau BPTJ, melapor ke Kominfo bahwa terjadi pelanggaran. Yang menindak sesuai ketentuan di Kominfo,” pungkasnya. (dtf)

Tinggalkan Balasan

Close Ads X
Close Ads X