Ahli Belum Bisa Simpulkan Niat Pidato Ahok

Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (ketiga kiri) berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya saat menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3). Pada sidang kelimabelas tersebut masih mengagendakan mendengarkan keterangan tiga saksi ahli dari pihak penasehat hukum. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pd/17

Jakarta – Ahli linguistik Rahayu Surtiati Hidayat yang menjadi saksi ahli dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) belum bisa menyimpulkan apakah ada niat dari Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu.

“Apakah dalam ilmu linguistik itu kalau digali secara perkataan seseorang itu bisa juga menunjukkan niat?,” tanya Humphrey Djemat anggota tim kuasa hukum Ahok dalam sidang ke-15 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3).

“Dalam lingiuistik itu dibedakan antara niat dan maksud kalau niat itu Bahasa Inggrisnya ‘intention’ jadi memang menggambarkan niatnya, dia ingin apa sebenarnya, kalau maksud itu dalam linguistik disebut makna pesan jadi belum tentu niat, maksudnya bisa beda-beda,” jawab Rahayu.

“Dalam pidato terdakwa yang 1 jam 40 menit itu bisa kelihatan niatnya tidak?,” tanya Humphrey.

“Saya harus mendengarkan lagi, membaca untuk mencari kata-kata yang betul-betul ada niat atau tidak, yang pasti ada maksudnya dalam pidato itu,” jawab Rahayu.

“Kalau berkaitan khusus dengan Al Maidah bisa itu kelihatan niat atau tidak dari ilmu linguistik?,” tanya Humphrey kembali.

“Saya hanya bisa menjelaskan bahwa itu memberi motivasi. Meyakinkan bahwa apabila tidak memilih dia pun proyeknya di sana tetap terlaksana,” kata Rahayu yang juga Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu.

Dalam lanjutan sidang Ahok kali ini, terdapat tiga ahli yang rencananya akan hadirkan, yakni ahli agama Islam yang merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta dan sebagai dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Intan, Lampung Ahmad Ishomuddin.

Selanjutnya, ahli bahasa yang merupakan Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Rahayu Surtiati Hidayat dan yang terakhir ahli hukum pidana yang merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung C. Djisman Samosir.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (ant)

Close Ads X
Close Ads X