Ada Rp11 Ribu Triliun Dana WNI Disimpan di LN | Sri Mulyani Ultimatum Pengusaha Curang

Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad (kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan) dan Dirjen Pajak Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi (kanan) saat sosialisasi pengampunan pajak (amnesti pajak), di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Senin (1/8). Presiden menyampaikan maksud dan tujuan diberlakukannya pengampunan pajak yang ditargetkan mencapai pemasukan hingga Rp 165 triliun pada 2017 di depan para pengusaha . ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama/16
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad (kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan) dan Dirjen Pajak Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi (kanan) saat sosialisasi pengampunan pajak (amnesti pajak), di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Senin (1/8). Presiden menyampaikan maksud dan tujuan diberlakukannya pengampunan pajak yang ditargetkan mencapai pemasukan hingga Rp 165 triliun pada 2017 di depan para pengusaha . ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama/16

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku telah mengantongi data soal jumlah dana warga negara Indonesia (WNI) yang disimpan di luar negeri. Menurut versi Kementerian Keuangan, jumlahnya Rp 11.000 triliun.

Hal ini disampaikan oleh Jokowi dalam acara sosialisasi program pengampunan pajak atau tax amnesty, di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Senin (1/8). “Banyak sekali uang milik orang Indonesia di luar (negeri). Ada data di kantong saya, di Kemenkeu di situ dihitung ada Rp 11.000 triliun yang disimpan di luar negeri. Di kantong saya beda lagi datanya, lebih banyak. Karena sum­­bernya berbeda,” ujar Jokowi.

Dia mengatakan, pemerintah akan membawa pulang kembali uang-uang itu lewat program tax amnesty. Sehingga bisa membantu untuk membangun ekonomi di dalam negeri.
“Yang paling penting bagaimana uang-uang itu bisa dibawa kembali ke negara kita. Karena kita perlu partisipasi saudara-saudara sekalian untuk negara dan bangsa,” kata Jokowi kepada 10.000 peserta sosialisasi tax amnesty.

Pada kesempatan ini Jokowi me­nyam­paikan kepada para per­­serta bahwa ada saluran khusus (hotline) bagi mereka yang ingin menyampaikan aduan dan keluhan terhadap pelayanan tax amnesty.
Lewat nomor 08112283333 masyarakat dapat menyampaikan keluhan terkait penyelenggaraan tax amnesty.

Namun Jokowi me­­ngatakan bahwa nomor hotline ter­sebut jangan digunakan untuk bertanya mengenai hal teknis, mislanya tata cara pengisian formulir pengampunan pajak.“Ini di sini ada teleponnya kalau ada apa-apa bisa telepon ke sini. Tapi jangan nanya bagaimana cara mengisi form tax amnesty, itu bisa langsung ke KPP,” terang Jokowi.

Jokowi menambahkan bahwa nomor aduan tersebut hanya melayani aduan dan keluhan, misalnya wajib pajak mengalami pemerasan. “Kalau ke sini (telepon) bilang kalau misalnya saya diperas pak,” kata Jokowi.

Di akhir pidatonya, Jokowi juga menyampaikan update terbaru peserta tax amnesty per hari ini. Sampai saat ini sudah tercatat 344 wajib pajak yang ikut tax amnesty dengan jumlah harta yang dideklarasikan sampai Rp 3,7 triliun.

“Sampai saat ini pesertanya 344 orang, kecil yang diclare Rp 3,7 triliun, wong data saya gede banget. Inilah saatnya kita berpartisipasi kepada negara untuk kekayaan bangsa dan negara Indonesia,” tutup Jokowi.

Sri Mulyani Keluarkan Ultimatum
Di lokasi yang sama, Sri Mulyani di depan 10.000 peserta sosialisasi tax amnesty yang hadir, mengingatkan masyarakat yang selama ini menyimpan uangnya di luar negeri, dan menghindari pajak.

“Saya ingin sampaikan, kalau selama ini Bapak Ibu merasa nyaman menyembunyikan duit di bawah bantal atau pun di luar negeri untuk menghindari pajak. Bapak-Ibu perlu diketahui dunia hari ini, semua menteri keuangan di seluruh dunia sedang mencari pajak. Dicari di Amerika dia lari ke Inggris, dicari ke Inggris dia lari ke Italia, dicari ke Italia dia lari terus,” papar Sri Mulyani.

Mantan Direktur Bank Dunia ini menyatakan, pengusaha saat ini sudah sangat ahli menghindari pajak. Namun para menteri keuangan sekarang juga sudah ahli.“Para menteri keuangan seluruh dunia sudah berkomitmen untuk melakukan pertukaran data pajak secara otomatis. Bapak atau Ibu yang menghindari pajak ke mana pun di seluruh dunia akan saling lapor, sehingga tidak ada tempat untuk bersembunyi,” kata Sri Mulyani.

“Sekarang dunia berkomitmen, Bapak Ibu yang tenang duitnya ada entah di mana, hati-hati kami sudah menerapkan automatic exchange,” imbuhnya. Memang mulai 2018 nanti akan ada pertukaran data otomatis di dunia demi kepentingan pajak. Jadi tidak ada lagi yang bisa diam-diam menyimpan dananya di luar negeri tanpa terlacak.

Karena itu, ujar Sri Mulyani, dia menyarankan agar masyarakat yang belum menyampaikan seluruh hartanya dengan benar di surat pemberitahuan (SPT) untuk ikut tax amnesty. Alasannya, tarif tebusannya murah. “Manfaatkan sekarang, karena rate-nya (tebusan) sangat kecil. Sampai akhir September adalah rate paling rendah hanya 2 persen,” ungkapnya.

Selain itu, Sri Mulyani menegaskan pemeriksaan pelanggaran administrasi perpajakan hingga penyembunyian aset oleh wajib pajak, dihentikan dengan berlakunya program pengampunan pajak (tax amnesty).

Atas proses ini, Ia mendapat protes dari petugas Ditjen Pajak yang mengeluhkan penghentian pemeriksaan. Namun, mantan Managing Director Bank Dunia menegaskan bahwa hal tersebut harus ditempuh demi suksesnya program tax amnesty dan menggenjot penerimaan perpajakan yang lebih besar.

“Pegawai kami banyak mengeluh, aduh ibu saya disuruh menyetop pemeriksaan tapi kami harus memenuhi target penerimaan pajak Rp 1.200 triliun lebih setoran pajak. Tapi tidak apa-apa,” kata Sri Mulyani.

Meski hal tersebut menjadi dilema bagi petugas pajak, Petugas Pajak ke depan bisa memperoleh pendapatan penerimaan pajak lebih besar dan sukarela dari wajib pajak. “Dengan diungkapkan sekarang maka basis datanya lebih luas dan ini akan jadi sumber penerimaan baru tanpa perlu kami melakukan pemaksaan,” sebutnya.

Namun Sri menjelaskan penghentian pemeriksaan wajib pajak tak bisa dilakukan bila berkas telah masuk ke pihak penegak hukum seperti Kejaksaan. “Tapi kalau di Kejaksaan sudah menyatakan berkas pemeriksaan lengkap, itu tidak bisa setop. Atau proses persidangan di pengadilan sudah dimulai, tidak bisa kita setop. Mereka yang menjalani hukum pidana perpajakan juga tidak bisa kami setop karena itu berarti sudah terbukti,” tegasnya. (dtf/ant)

Close Ads X
Close Ads X