Vonis Suap Hakim Dinilai Sudah Tepat, Kasus Korupsi Lain Menanti Gatot

Medan | Jurnal Asia
Vonis tiga tahun penjara yang dijatuhkan hakim terhadap terhadap Gubernur Sumatera Utara non-aktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti 2,5 tahun penjara, dirasa sudah tepat untuk memberikan efek jera terhadap koruptor.

Pasalnya, masih ada sejumlah kasus korupsi yang menyeret mantan orang nomor satu di Sumatera Utara ini dalam kasus korupsi. Hal ini disampaikan Pengamat Hukum Sumut Hamdani Harahap ketika dihubungi wartawan, Jumat (18/3) kemarin.

“Kalau vonisnya sudah tepat, karena dia menjadi justice colaborator dan masih ada beberapa kasus (korupsi) lain yang sudah menantinya,” kata Hamdani melalui ponsel.
Adapun kasus korupsi lain yang menjerat Gatot yakni Dana Bansos, serta suap hak interpelasi DPRD Sumut yang saat ini tengah ditangani penyidik KPK.

Sementara, salah seorang warga yang prihatin dengan fenomena korupsi ini, Tony Ginting mengatakan sudah saatnya trend hukuman vonis kasus korupsi berubah dari dua tahun menjadi minimal lima tahun. “Kalau hukuman dua-tiga tahun gak adalah efek jeranya, koruptor lain mana takut, makanya kalau bisa hukuman badan koruptor ini minimal 5 tahun,” kata Tony.

Selain itu dirinya mendukung agar pelaku tindak pidana koruptor untuk dimiskinkan, demi memenuhi rasa keadilan ditengah masyarakat yang menjadi korban perilaku koruptif pejabat negara.
Seperti diberitakan, Gubernur Sumatera Utara non-aktif Gatot Pujo Nugroho divonis tiga tahun penjara, sedangkan istrinya Evy Susanti divonis 2,5 tahun penjara ditambah denda masing-masing senilai Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap hakim dan panitera.

“Menyatakan terdakwa I Gatot Pujo Nugroho dan terdakwa II Evy Susanti terbukti secara sah dan me­yakinkan bersalah melakukan tin­dak pidana turut serta melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim, Sinung Hermawan dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (14/3).

Hal itu, kata Sinung, seba­­gai­mana dakwaan pertama alter­­natif kesatu pasal 6 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua alternatif kedua.

Kemudian, menjatuhkan pidana kepada terdakwa pertama Gatot Pujo Nugroho dengan pidana penjara selama tiga tahun dan terhadap terdakwa kedua Evy Susanti selama dua tahun dan enam 6 bulan dan denda ma­sing-masing Rp150 juta dengan keten­tuan apabila terdakwa tidak dapat mem­bayar denda maka diganti ku­­rungan selama tiga bulan.

Vonis yang diambil majelis hakim Sinung Hermawan, Ibnu Basuki Widodo, Didik Setiono Putro, Ugo dan Sigit Herman G tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Gatot Pujo Nugroho divonis selama 4,5 tahun, sedangkan Evy Susanti selama empat tahun ditambah denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsider lima bulan kurungan. Apalagi putusan tersebut dibawah ancaman minimal pasal 6 ayat (1) huruf a yaitu tiga tahun penjara.

“Hal yang memberatkan per­buatan para terdakwa tidak men­dukung program pemberantasan korupsi. Hal yang meringankan para terdakwa membuka perkara lain yang berkaitan, menyesali per­buatan dan belum pernah dihu­kum,” kata anggota majelis hakim Sigit Herman. (bowo)

Close Ads X
Close Ads X