Medan – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyalahkan Savita Linda Hora, bendahara Tim Pemenangan Ramadhan Pohan-Eddie Kusuma, dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan Rp14,5 miliar yang menjeratnya.
“Saya sudah kalah pilkada, tidak punya uang apalagi jabatan, malah tersandung kasus. Disangka menipu dan berutang lebih dari Rp14,5 miliar,” kata Ramadhan, saat menyampaikan eksepsi pribadinya dalam sidang di Ruang Cakra 7, Pengadilan Negeri Medan, Selasa (10/1).
Mantan calon Walikota Medan itu mengatakan Linda yang mendekati istrinya untuk membantunya dalam Pemilu 2014 dari Dapil Sumut. Linda juga intensif mendekatinya usai penetapan dirinya dan Eddie Kusuma sebagai pasangan calon walikota dan wakil Walikota Medan 27 Juli 2015.
“Saya ingat betul, Linda sempat menawarkan diri menjembatani kami dengan pemilik posko. Linda bilang, Inang Lundu Panjaitan dan Inang R.H. Simanjuntak mengenal dekat pemilik posko.
Beberapa hari kemudian seorang rekan memanggil saya supaya berhati-hati dengan Linda,” ucap Ramadhan, di hadapan majelis hakim yang dipimpin Djaniko M H Girsang.
Menurut Ramadhan, Linda bisa menyakinkan dirinya karena mengaku bersahabat dengan istri mantan Kapolrestabes Medan, Mardiaz Kusin Dwi Hananto.
Dia juga mengaku dekat dengan istri pengusaha Beni Basri dan dekat dengan keluarga Hanif Shah (pengusaha). Linda juga mngatakan akan melepas kebun kelapa sawitnya demi membantu biaya kampanye pasangan Ramadhan-Eddie.
“Dia dulu meminta saya membuka rekening Bank Mandiri yang katanya untuk menampung dana-dana para donator. Faktanya, sejak rekening itu dibuka, setoran awal tunainya dieksekusi Linda,” ucapnya.
Bahkan, menurut Ramadhan, sampai rekening dibekukan, angkanya tidak pernah bertambah dari setoran awal yang di bawah Rp10 juta.
“Walau kata mereka semua dana untuk Ramadhan Pohan, anehnya kok tidak ada serupiah pun yang mampir di rekening yang dibuka atas nama saya sendiri. Saya heran dan kecewa kepada Linda.”
Ramadhan mengaku tidak sadar ketika disuruh membubuhkan tanda tangan yang belakangan ia ketahui dimaksudkan sebagai utang atau pinjaman.
Dia mengaku terperdaya dan masuk dalam perangkap. Karena, harusnya setiap utang dan pinjaman didahului perikatan perjanjian hitam di atas putih, nyatanya tak ada sama sekali.
“Perlu saya tegaskan, saya tidak pernah menerima atau bahkan melihat uang itu. Lalu kenapa saya dimintai pertanggungjawaban? Tetapi, sebagai politisi, saya harus kuat menghadapinya.”
Usai Ramadhan menyampaikan eksepsinya, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum (JPU).
Ramadhan langsung meninggalkan ruang sidang tanpa menanggapi pertanyaan wartawan. (mtc)