Pertamax Jadi Rp10.400 Perlite
Jakarta | Jurnal Asia
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium ditunda. Penundaan kenaikan tersebut menunggu kesiapan PT Pertamina (Persero). “Jadi untuk sementara ditunda sampai Pertamina siap,” kata Menteri ESDM Ignasius Jonan, Rabu (10/10).
Ia menyebutkan bahwa Pertamina membutuhkan waktu untuk melakukan perhitungan terkait kenaikan harga Premium. “Jadi Pertamina butuh waktu untuk perhitungan,” tutur Jonan.
Sebelumnya direncanakan kenaikan harga Premium berlaku pukul 18.00 WIB. Harga Premium direncanakan naik menjadi Rp 7.000 per liter di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Rp 6.900 per liter di luar Jamali.
Jonan mengatakan, kenaikan ini untuk mengimbangi kenaikan harga minyak dunia.
“Terakhir itu dengan mempertimbangkan bahwa brent itu sekitar US$ 85, kenaikan harga minyak mentah brent dari awal tahun sampai sekarang hampir kurang lebih 30%. Kalau lihat ICP hampir 25% dari US$ 60 sampai sekarang sekitar US$ 74,88,” kata Jonan.
Mengingat, sebagian besar bahan dasar untuk memproduksi BBM di Indonesia sangat bergantung oleh impor, maka kenaikan harga BBM jenis Premium tidak bisa dihindari.
“Jadi ini pertimbangannya ICP juga sudah naik, karena Pertamina belinya juga bagian negara berdasarkan ICP,” tuturnya.
Ia pun meminta pengertian masyarakat atas keputusan pemerintah tersebut. Besaran kenaikannya pun lebih rendah dibandingkan kenaikan harga minyak mentah Indonesia.
“Premium tidak ada subsidi, ya harganya harus disesuaikan kenaikan ICP (Indonesia Crude Price) saja 25%, harus ada pengertian masyarakat, penyesuaiannya 7%,” tandas dia.
Sementara itu, harga Pertamax naik Rp900 per liter menjadi Rp 10.400 mulai Rabu (10/10). Harga baru ini berlaku di seluruh Indonesia mulai pukul 11.00 WIB.
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengungkapkan bahwa keputusan menaikkan harga ini didasari oleh naiknya harga minyak dunia. Terlebih, nilai tukar dolar
Amerika Serikat (AS) juga sedang tinggi saat ini. “Karena memang fluktuasi harga minyak yang sudah semakin tinggi, dan itu kan barang yang bukan diatur, jadi bisa naik dan bisa turun,” ujarnya.
Jadi Beban
Kenaikan harga Premium sebenarnya akan mengurangi beban Pertamina yang besar. Berapa beban yang ditanggung Pertamina menjual Premium?
Pengamat Energi Komaidi Notonegoro menerangkan, Premium merupakan bahan bakar tidak disubsidi oleh pemerintah tapi harganya dikendalikan atau dengan kata lain penugasan. Dia menerangkan, dengan harga minyak mentah saat ini yang menembus US$ 80 per barel, harga keekonomian Premium di kisaran Rp. 8.500 per liter.
Sementara di pasaran saat inni harga Premium dipatok Rp 6.450 per liter. Dengan begitu, maka setidaknya ada selisih Rp 2.000-2.050 per liter yang menjadi beban Pertamina.
“Kalau harga keekonomian Rp 8.500 per liter. Jualnya masih Rp 6.450 ada Rp 2.050 selisih. Kalau dibulatkan Rp 2.000,” kata dia, Rabu (10/10).
Konsumsi Premium meningkat sejalan dengan instruksi pemerintah kembali menyalurkan Premium di Jawa, Madura, Bali (Jamali). Dengan proyeksi konsumsi 10 hingga 12 juta kiloliter (KL), maka beban yang ditanggung Pertamina sekitar Rp 24 triliun dengan perhitungan jumlah konsumsi dikalikan jumlah selisih harga.
“Premium itu karena nggak ada subsidi, sama sekali, sementara sekarang dikembalikan Jamali volumenya nambah lagi Jamali 10-12 juta KL. Kalau selisih Rp 2.000 aja ada Rp 24 triliun dalam setahun,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia menilai kenaikan harga Premium akan positif bagi keuangan Pertamina.
“Minimal akan mengurangi beban,” tutup dia. (dtf/cnn/put)