Perangi KDRT, Pertamina MOR I Resmikan Rumah Aman P2TP2A

 

Anak-anak korban KDRT berbincang dengan relawan Pertamina.Ist

Medan | Jurnal Asia
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendokumentasikan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia sebagai jenis kekerasan terhadap perempuan terbanyak pada 2018. Di tahun itu, tak kurang dari 9.637 kasus atau mencapai 71 persen.

Mirisnya, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung meningkat tiap tahun. Komnas Perempuan mencatat laporan kekerasan pada 2018 mencapai 406.178 kasus, naik 16,5 persen dibanding laporan pada 2017 sejumlah 392.610 kasus.

Untuk kondisi ini, psikolog, Rahmadani Hidayatin membeberkan beberapa tips dalam menghadapi KDRT. Menurutnya, masyarakat harus mengenali KDRT karena tidak melulu berbentuk kekerasan fisik tetapi juga bisa berbentuk psikologis, seksual atau penelantaran rumah tangga

“KDRT umumnya berdampak trauma yang membuat batin tertekan. Trauma psikologis yang dialami korban KDRT dapat menyerang individu secara menyeluruh baik fisik maupun psikis,” katanya.

Selain itu, pola asuh berpotensi kekerasan
Orang tua kerap berupaya terlalu keras untuk membentuk anak sesuai keinginan sendiri. Tak jarang, orang tua juga merasa harus menunjukkan kekuatan agar anak merasa takut.

“Pola asuh semacam ini, menimbulkan potensi kekerasan pada anak. Ketika misalnya, anak tidak melakukan sesuai keinginan orang tua, maka ia akan dikenakan hukuman,” terangnya.

Dan untuk mencegah KDRT, jelas Rahmadani, perlu dibangun resiliensi keluarga. Yaitu kemampuan keluarga untuk menghadapi kesulitan, ketangguhan menghadapi stres, dan bangkit dari trauma.

“Untuk membangun resiliensi keluarga agar “tahan banting”, diperlukan proses belajar. Berlatih menghadapi kegagalan dan keberhasilan dalam menghadapi situasi-situasi sulit,” tuturnya.

Orang tua dan anak, perlu membangun karakter-karakter yang membentuk resiliensi. Diantaranya ketekunan, yaitu mampu menyelesaikan apa yang dilakukan meski menghadapi hambatan.

Keluarga pun mesti membangun kecerdasan sosial. Yaitu kemampuan beradaptasi dengan situasi sosial yang berbeda-beda. Perlu juga mengembangkan keberanian mengungkapkan kebenaran dan kekuatan menghadapi ancaman maupun rasa sakit.

“Keluarga yang dapat membangun resiliensi, akan lebih “tahan banting” dan lebih kecil mengalami stres,” tandanya.

Dalam upaya memerangi KDRT ini, Pertamina Marketing Operation Region (MOR) I bersama Pemkot Tebing Tinggi meresmikan bantuan CSR Rumah Aman Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Unit Manager Communication and CSR PT MOR I Robby Hervindo menambahkan, pemilihan Kota Tebing Tinggi sebagai lokasi pertama pemberian bantuan rumah aman dikarenakan kejadian atau kekerasan terhadap anak banyak terjadi di daerah pinggiran seperti Tebing Tinggi.

Ke depan, perusahaan akan fokus pada keberlangsungan operasional rumah aman termasuk memberi motivasi bagi para korban kekerasan lewat berbagai kegiatan yang melibatkan pekerja Pertamina dan relawan.

“Selain peresmian rumah aman, sebanyak delapan relawan pekerja muda Pertamina MOR I juga memberikan kelas inspirasi dan motivasi buat anak-anak korban KDRT. Kegiatan ini diharapkan dapat membangkitkan semangat anak-anak,” ucapnya.

Close Ads X
Close Ads X