Medan – Tiga bulan pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT), namun Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumut belum juga berhasil menemukan dua alat bukti untuk menetapkan lima Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas Pendidikan (Disdik) Tanah Karo menjadi tersangka, atas kasus dugaan korupsi pembangunan Unit Sekolah Baru (USB).
Bahkan, barang bukti berupa uang tunai senilai Rp170.110.000 yang disita dari kelima PNS itu belum juga diketahui pemiliknya. Padahal, saat diamankan uang itu ditemukan dari PNS berinisial FJG senilai Rp127.000.000 dan dari EW senilai Rp43.110.000. Uang tersebut diketahui bersumber dari proyek pembangunan USB TA 2016.
Kasubdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, AKBP Dedi Kurnia mengatakan, pihaknya mengalami kesulitan dalam menetapkan tersangka kasus tersebut. Hal itu dikarenakan kelima PNS tersebut tidak mengakui uang itu hasil korupsi.
“Belum ada PNS yang mengaku kalau uang itu bersumber dari korupsi. Jadi penyidik belum bisa menetapkan siapa di antara mereka yang menjadi tersangka,” ujar Dedi, Minggu (19/3).
Dedi menuturkan, berdasarkan catatan dari pertemuan yang dilakukan kelima PNS itu mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi pembangunan USB tersebut. Namun, saat dikonfrontir alat bukti untuk menetapkan kelima PNS itu menjadi tersangka belum cukup.
“Keterangan para PNS itu dengan catatan dari petemuan yang mereka lakukan belum sinkron, sehingga sampai saat ini status dari PNS itu masih saksi,” sebutnya.
Meski belum mampu menetapkan tersangka, namun penyidik tidak akan menghentikan penyidikan kasus itu. Sebab, tidak ada istilah penghentian perkada di Tipikor Polda Sumut.
“Tipikor ini tidak ada istilah SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Karena itu, penyidik masih terus bekerja mencari alat bukti lain hingga kelima PNS itu berstatus sebagai tersangka,” janji Dedi.
Sekadar informasi, kelima PNS Disdik Kabupaten Tanah Karo yang diamankan itu berinisial EP selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah (Kepsek) Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Kabanjahe, EP Guru Sekolah SMPN 1 Kabanjahe, EW, Tata Usaha (TU) SMPN 1, Kabanjahe, TS, seorang wali peserta didik di SMPN 1, Kabanjahe dan FJG, seorang staf Pendidikan Mengenah (Dikmen) Disdik Kabupaten Karo.
Para PNS tersebut diamankan Polisi dari Kafe Simole, Kabanjahe, Tanah Karo, Rabu (28/12) sekitar pukul 14.00 WIB. Selain uang tunai, dari para PNS itu juga disita 6 unit Handphone, dokumen serta dua blok Kwitansi.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan (Pushpa), Muslim Muis menilai, ada yang aneh dan janggal dalam kasus tersebut.
Menurutnya, pada saat pemeriksaan pertama dilakukan penyidik menyebut dalam kasus itu EW sudah dianggap melanggar petunjuk teknis (Juknis).
Muslim bilang, EW yang juga merangkap sebagai bendahara pembangunan USB telah menarik uang berserta bunganya dari salah satu Bank dengan nama produk giro Dana BOS SMK. Padahal, proyek pekerjaan pembangunan USB belum selesai.
Besaran uang yang ditarik itu senilai Rp14.610.000 dengan rincian, uang proyek pembangunan USB senilai Rp8.710.000 dan bunga Bank senilai Rp5.900.000. Padahal, sesuai dengan panduan teknis keuangan program pembangunan dan rehabilitasi atau revitalisasi prasarana SMP tahun 2016, uang proyek itu diperuntukkan sebagai bunga Bank untuk dikembalikan ke Negara serta uang honorarium.
Namun uang honorarium yang seharusnya sudah diterima oleh orang yang berhak itu tidak langsung diberikan kepada penerima yang seharusnya. Namun menyimpannya di rumah EW senilai Rp23 juta.
“Ini kan keterangan dan pemeriksaan awal. Dari hasil ini seharusnya penyidik sudah bisa membuat kesimpulan dan mengembangkan penyelidikan. Masa ikan harus diajarin berenang? Kecuali ikannya memang cacat dan tak punya sirip,” kata Muslim.
Menurut Muslim, selain janggal, ada kesan penyidik sengaja melakukan penyelidikan kasus itu untuk kepentingan tertentu. “Waktu penangkapan atau OTT itu kan dilakukan bulan Desember, jadi kesannya untuk mencari uang liburan Polisi melakukan penyelidikan. Dengan harapan dapat percikan. Ternyata yang ada justru percikan batu,” sindir Muslim.
(ial)