Medan – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) saat ini tengah mengkebut penyelesaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) sebelum tengat waktu 31 Maret mendatang.
Sekda Provsu Hasban Ritonga mengakui, masalah aset masih menjadi pembahasan yang panjang untuk diselesaikan.
Pemprovsu sendiri selama dua tahun berturut-turut mampu meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun 2014 dan 2015. Prestasi ini tentunya menjadi beban berat bagi Pemprovsu agar penyajian laporan keuangan Tahun 2016 kembali meraih WTP.
“Makanya dalam rapat finalisasi Laporan Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) bersama Ibu Wagub dan SKPD terkait kita menekankan agar langkah awal yang perlu kita lakukan adalah ketepatan waktu,” ujar Hasban, Rabu (22/3).
Dikatakan Hasban, percepatan finalisasi LKPJ harus segera dituntaskan sebelum 31 Maret ini agar di bulan April pihak BPK telah dapat mengaudit dan di bulan Juni telah dapat disampaikan di DPRD Sumut.
“Perkiraan kita usai bulan Maret ini BPK melakukan audit seluruh Pemda, Mei mereka rapatkan dan bulan Juni sudah bisa disampaikan ke DPRD,” terang Hasban.
Dijelaskan Hasban, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan, namun secara umum terlihat gambaran bahwa pengelolaan keuangan Pemprovsu Tahun 2016 cukup baik.
Meskipun tidak menjelaskan secara gamblang, namun Hasban mengakui persoalan aset masih menjadi persoalan klasik yang harus dihadapi Pemprovsu setiap tahunnya.
“Kalau progres serapan anggaran termasuk baguslah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Memang ada yang belum maksimal termasuk persoalan aset. Karena memang aset ini masih menjadi persoalan. Tidak hanya di Sumut tapi juga di daerah lain. Kalau Silpa-nya ada dari Fisik dan juga kegiatan sosial,” terangnya.
Dibeberkan Sekda, salah satu persoalan aset yang selama ini dihadapi Pemda berawal dari peralihan kewenangan dari sistem sentralisasi ke desentralisasi. Ada beberapa peralihan kewenangan sekaligus peralihan aset yang tidak dibarengi dengan kesiapan Prasarana, Pembiayaan dan Dokumentasi (P3D).
“Khususnya terhadap aset tidak bergerak seperti lahan. Saat pelimpahan kewenangan dulu tidak dilengkapi dengan kesiapan P3D-nya. Ada lahan tapi tidak dilengkapi dengan alas haknya. Hal-hal ini yang menjadi persoalan. Makanya kita mendorong agar SKPD terkait segera menyelesaikan persoalan alas hak ini. Apalagi sekarang ini format audit BPK semakin ketat termasuk juga nilai aset sebelum dan sesudahnya. Ya ini memang menjadi tantangan bagi kita,” pungkasnya. (andri)