Medan – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Sumatera Utara belum dapat dibahas karena terkendala dengan status kawasan hutan terhadap sejumlah daerah.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BPPD) DRD Sumatera Utara Astrayuda Bangun di Medan, Rabu (9/11), mengatakan sebenarnya pada April 2016 rancangan peraturan daerah (ranperda) sudah pernah mau diparipurnakan.
Namun pengajuan ranperda tersebut batal dilakukan karena Gubernur Sumatera Utara HT Erry Nuradi tidak hadir dalam rapat paripurna. Setelah pengajuannya batal, banyak masukan mengenai draf Ranperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Sumatera Utara itu.
Ketika melakukan kunjungan kerja ke Kementrian Dalam Negeri dan Kemenhut dan Lingkungan Hidup, diketahui ada beberapa kawasan hutan masuk dalam pemukimanm masyarakat. Status kawasan hutan itu belum diselesaikan dengan benar dalam draf Ranperda RTRW yang akan diajukan tersebut.
Ia mencontohkan, di Kabupaten Karo dengan adanya ada 13 desa di tiga kecamatan yang disebutkan sebagai kawasan hutan sesuai SK Menhut 579 tahun 2014. “Padahal kawasan itu sudah menjadi desa berpuluh-puluh tahun lalu,” katanya.
Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Humbang Hasundutan, Labuhan Batu Utura, dan beberapa daerah lain. Di beberapa daerah, kondisi itu sudah diselesaikan dengan metode “holing zone” atau diarsis dalam Ranperda RTRW dan persoalannya dimasukkan dalam hutan yang disengketakan sampai ada ketentuan lebih lanjut.
Namun masih banyak kawasan yang belum diselesaikan seperti itu. “Holing zone bukan, kawasan hutan juga bukan,” kata politisi Partai Gerindra tersebut. Dalam diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri, kata Astrayuda, diusulkan solusi dengan metode “outline” yakni memberikan batasan sebagai daerah yang bermasalah.
(ant)