Medan Emergensi Narkoba, 50 Persen Penghuni Rehabilitasi Berasal dari Medan

Medan | Jurnal Asia
Dari empat lokasi pusat rehabilitasi pecandu narkotika yang dimiliki Provinsi Sumatera Utara, ternyata ada lebih dari 50 persen penghuninya berasal dari Kota Medan. Ini artinya Kota Medan dalam kondisi emergensi (mengkhawatirkan) terhadap masalah narkoba saat ini.

“Kita berharap pemerintah dalam hal ini BNN (Badan Narkotika Nasional) betul-betul serius menanggapi permasalahan ini,”seru anggota Komisi A DPRD Medan, Asmui Lubis, Selasa (12/5) di gedung DPRD Medan.

Dikatakan Asmui, pihaknya men­dorong kon­­­disi saat ini jangan diperparah. Namun harus ada langkah-langkah pihak terkait untuk menekan angka tersebut. Diketahui, untuk Kota Medan ada sekira 350 orang pelajar dinyatakan terindikasi narkoba.”Ini mengejutkan dan sangat mengkhawatirkan,”sebutnya.

Karena tercatat, ungkap Asmui kembali, dari seluruh kota di Tanah Air, Kota Medan termasuk yang tingkat emergensinya terus meningkat. Selain karena faktor berdekatan dengan jalur internasional, Medan juga dikenal sebagai jalur transit penerbangan sebelum ke sejumlah negara tetangga.

Khusus bagi BNN, kelengkapan pusat re­habilitasi di Kota Medan pada para pecandu perlu diperhatikan, agar jumlahnya tidak terus bertambah. “Kepada pihak keluarga juga kita ingatkan agar ikut memotivasi mereka. Untuk masyarakat jangan cepat vonis mereka sehingga mereka termarjinalkan. Mari kita bersama perbaiki mereka menjadi lebih baik,” sebut politisi PKS Medan ini.

Anak Jadi Kurir
Sementara itu, Pemerintah perlu menyiapkan berbagai kebijakan untuk mengantisipasi mo­dus baru sindikat pengedar narkoba yang memanfaatkan anak-anak sebagai kurir zat berbahaya tersebut.
“Kegiatan ilegal seperti itu merupakan strategi baru bagi gembong narkoba untuk melancarkan bisnis barang haram tersebut,” kata Sekjen DPP Gerakan Antinarkoba (GAN) Zulkarnain Nasution di Medan, Selasa (12/5).

Menurut Zulkarnain, bagi sindikat pengedar narkoba, pemanfaatan anak-anak untuk menjadi kurir merupakan modus baru dalam mengelabui aparat penegak hukum. Penggunaan anak-anak dalam mendistribusikan narkoba ke tujuan tertentu dinilai lebih sulit terpantau jika dibandingkan dengan menggunakan peranan orang yang dewasa.

“Jadi, bandar narkoba tersebut berpikir cukup pintar, strategis, dan efisien, dan mereka tidak mau menerima masalah jika barang itu diamankan petugas,” katanya. Memakai “jasa” anak-anak dalam membawa narkoba memang sudah direncanakan sindikat tersebut secara matang. Sindikat pengedar narkoba itu berupaya memanfaatkan aturan hukum nasional yang selalu berupaya memberikan perlindungan terhadap anak.

Jika tertangkap aparat hukum, anak-anak yang dijadikan kurir tersebut tidak mungkin dijerat dengan UU 35/2009 tentang Narkotika, melainkan hanya bisa dikenakan UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

“Jika tertangkap, anak-anak itu akan men­dapatkan perlindungan dan bisa dikembalikan kepada orang tuanya untuk diberikan pembinaan karena masih berada dibawah umur,” katanya. Karena itu, melibatkan anak-anak dalam memasarkan atau mendistribusikan nar­koba tersebut merupakan keuntungan yang cukup besar bagi sindikat pe­ngedar narkoba. Selain kebijakan dari pemerintah, pihaknya juga sangat mengharapkan kalangan orang tua untuk selalu mengawasi anak-anak mereka agar tidak sampai dimanfaatkan sindikat pengedar narkoba.

“Anak-anak yang masih dibawah umur itu jangan sampai diiming-imingi uang oleh seseorang jika bersedia membawa bungkusan, tas, kotak, dan lainnya. Ini sangat berbahaya,” katanya. Sebelumnya, Badan Narkotika Na­sional (BNN) meningkatkan ke­waspadaan terkait adanya modus penyelundupan narkoba dengan meng­gunakan anak- anak sebagai kurir.
(mag-01/ant)

Close Ads X
Close Ads X