Medan – Guna menghindari penumpukan sengketa informasi, Komisi Informasi Provinsi (KIP) Sumatera Utara tetap bersidang selama Ramadhan. KIP Sumut menargetkan sebelum Syawal seluruh sengketa yang masuk bisa dituntaskan.
“Kami berharap, masa tugas KIP Sumut periode 2012-2016 berakhir September 2016, seluruh sengketa informasi yang masuk ke KIP Sumut sudah bisa diputus,” kata Ketua KIP Sumut HM Zaki Abdullah didampingi wakil ketua Drs Mayjen Simanungkalit, Drs Robinson Simbolon, HM Syahyan RW dan Ramdesawati Pohan pada acara buka puasa besama antara KIP Sumut dan pimpinan, Ketua Lembaga Negara, pimpinan Media Massa, pegiat keterbukaan informasi serta jurnalis di Medan, Rabu (15/6).
Disebutkan Zaki, KIP Sumut sejak 2012 hingga Juni 2016 telah menangani 632 kasus sengketa informasi pubik. Rinciannya, pada periode 2012-2013 sebanyak 165 kasus, 2014 sebanyak 106 kasus, 2015 sebanyak 288 kasus dan selama Januari-Juni 2016 KIP Sumut menangani 74 kasus.
“Kami terus marathon menyelesaikan kasus sengketa informasi. Selama ramadhan ini saja, ada 21 kasus sengketa informasi yang kami sidangkan. Minimal dua kasus kami sidang setiap hari,” beber Zaki.
Dana Desa Harus Transparan
Sementara itu, guna mencegah penyelewengan pengelolaan dana desa tahun 2016 sebesar Rp46,98 triliun, KIP meminta aparat desa di Sumatera Utara terbuka dan transparan dalam mengelola dana desa.
Zaki Abdullah mengatakan, keterbukaan informasi dan transparansi pengelolaan dana desa sangatlah penting bagi pemerintahan desa karena dapat mencegah potensi penyimpangan dana desa yang jumlahnya cukup besar.
Selain itu, kata mantan Ketua PWI Sumut ini, keterbukaan informasi dana desa merupakan hak asasi bagi masyarakat di pedesaan. Pasal 28F UUD 1945 menjamin warga negara tidak terkecuali di pedesaan untuk mendapatkan akses informasi terutama terkait dana desa. “Pemerintah desa wajib menjamin hak masyarakat desa untuk mendapatkan akses informasi,” tegas Zaki.
Menurut Zaki, selama ini masih banyak kepala desa tidak terbuka dengan anggaran dana desa dan tidak patuh menjalankan UU No14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Ketidakpatuhan ini bisa jadi karena sebagian kepala desa merasa tidak bisa diberhentikan dari jabatannya dengan alasan dipilih langsung oleh rakyat.
Padahal, berdasarkan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, seorang kepala desa bisa diberhentikan dengan tidak hormat, seperti tercantum dalam pasal 28 ayat (1), Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dan Pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Ayat (2) dalam hal ini sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
“Pada pasal 27 huruf d disebutkan, seorang kepala desa wajib memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahaan secara tertulis kepada masyarakat desa setiap akhir tahun anggaran,” jelas Zaki Abdullah.
Zaki mengatakan, guna mendorong keterbukaan informasi dan menjamin masyarakat desa mendapatkan haknya mendapat akses informasi terkait dana desa maka pada 16 Mei 2016 lalu, di Jakarta, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Komisi Informasi Pusat (KIP) telan menandatangani nota kesepahaman kerja sama antara Sekretaris Jenderal Kementerian Desa PDTT Anwar Sanusi dan Ketua KIP diwakili Abudlhamid Dipopramono disaksikan langsung Menteri Desa PDTT Marwan Jafar dan Komisi Informasi Provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia termasuk KIP Sumut.
MoU, jelas Zaki, mendorong lebih luas keterbukaan informasi di desa sehingga meningkatkan pengetahuan masyarakat desa dan memicu daya kritis yang pada akhirnya mendorong partisipasi pembangunan. Apalagi dalam UU Desa asas keterbukaan ada di sejumlah pasal seperti 27 dan 82. Asas keterbukaan tersebut memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
Komisi Informasi Sumut, tegasnya, berkomitmen mengawal keterbukaan informasi di desa yang merupakan upaya terbaik untuk meningkatkan kemampuan, kemauan, inisiatif, serta partisipasi masyarakat dalam mendukung pembangunan desa yang selama ini tertinggal. “Keterbukaan informasi sangat penting untuk membangun desa,” tandas Zaski Abdullah. (isvan)