Gubsu: Dana Bagi Hasil Perkebunan Harus Diperjuangkan

Medan – Gubernur Sumut HT Erry Nuradi mengatakan dana bagi hasil perkebunan merupakan cita-cita dan harapan Provinsi Sumut dan Provinsi lain yang memiliki lahan perkebunan yang luas. Seperti halnya Sumut yang luas daerah perkebunanannya mencapai 20 jutaan hektar.

“Dana bagi hasil perkebunan itu memang menjadi satu hal yang kita cita-citakan bersama,” ujar Erry kepada wartawan di Kantor Gubsu, Rabu (11/1).

Dikatakan Gubsu, dengan luasnya area perkebunan di Sumut bisa dikatakan kontribusi langsung Pendapatan Asli Dae­rah (PAD) kepada daerah sangat­lah se­dikit atau bisa dibilang belum ada.
“Kecuali PBB yang diterima kabupaten. Tapi hasil per­kebunannya langsung ke pusat be­ru­pa PPN DAN PPH,” terang Gub­su lagi.

Menurut Gubsu, seharusnya hasil perkebunan seperti sawit dan karet juga tak ubahnya seperti tembakau yang langsung memberikan kontribusi berupa pajak rokok. Apalagi sawit dan karet merupakan produk yang bisa ditanam berulang seperti halnya tembakau.

“Tentunya kita berharap per­kebunan seperti kelapa sawit dan karet bisa memberikan kontribusi sama dengan tem­bakau. Inilah yang ingin kita perjuangkan,” terang Gubsu.

Tidak hanya Provinsi Su­mut, sebenarnya, lanjut Erry be­berapa Provinsi lainnya juga mengharapkan adanya bagi hasil perkebunan.

Oleh karenanya perlu adanya usaha dari provinsi-provinsi tersebut untuk duduk bersama dengan pemerintah pusat dalam hal Ini Kementerian Keuangan.

“Tapi kalau kita lihat masing masing instansi sebenarnya keinginan untuk itu ada, baik itu perkebunan. Bahkan menteri keuangan mungkin juga setuju. Tapi masalahnya kan ini undang-undang. Undang-undangnya belum membolehkan. Oleh ka­rena itu, perjuangan ini bisa kita aspirasikan kepada wakil-wa­kil kita di senayan paling tidak merevisi atau membentuk undang-undang perkebunan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Anggota DPD RI asal Sumut Parlindungan Purba mengatakan, pihaknya mendorong lahirnya undang-undang bagi hasil perkebunan. Pasalnya sejak zaman kuli kon­trak hasil perkebunan tidak nikmati masyarakat sumut tetapi dinikmati oleh bangsa penjajah.

“Makanya perkebunan ini harus memberi kontribusi lang­sung kepada pemerintah daerah. Karena selama ini PAD Sumut yang terbesar itu dari Pajak Kendaraan. Padahal Sumut di­kenal dengan perkebunannya sejak zaman dulu,” tandasnya lagi.
(andri)

Close Ads X
Close Ads X