Ekspor Karet Dipangkas 615.000 Ton | ITRC Sepakat Sejak Maret Hingga Akhir Agustus

Buruh menuangkan getah karet hasil sadapan ke dalam ember di Hutan Karet Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (4/2). Produsen getah karet setempat mengalami penurunan produktivitas pohon karet sekitar 25 persen karena anomali cuaca. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/kye/15.
Buruh menuangkan getah karet hasil sadapan ke dalam ember di Hutan Karet Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (4/2). Produsen getah karet setempat mengalami penurunan produktivitas pohon karet sekitar 25 persen karena anomali cuaca. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/kye/15.

Thailand, Indonesia, dan Malaysia merupakan negara produsen utama karet yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC). Ketiga negara tersebut sepakat mengurangi volume ekspor sebanyak 615.000 ton. Ini dilakukan untuk menaikkan harga karet, yang selama ini dianggap masih di bawah standar.

Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah mengatakan, ber­dasarkan hasil pertemuan ne­gara penghasil utama karet yaitu In­donesia, Malaysia dan Thailand di­tambah Vietnam baru bergabung menjadi anggota, sepakat mengurangi volume ekspor sebanyak 615 ribu ton. Pengurangan dilakukan selama 6 bulan terhitung mulai 1 Maret sampai dengan 31 Agustus 2016.

“Mengenai waktu pelaksanaan, ada perubahan dari sebelumnya disebutkan mulai Februari 2016, mundur menjadi Maret hingga Agustus 2016 atau selama enam bulan ke depan. Dalam kurun waktu itu, diharapkan ada peningkatan harga secara bertahap,” katanya, Kamis (4/2).

Sementara mengenai rincian volume ekspor yang dikurangi per negara, lanjutnya, dari Dirjen Daglu Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa pengurangan oleh Thailand 324 ribu ton, Indonesia 238 ribu ton dan Malaysia 52 ribu ton. “Sedangkan untuk Kuota ekspor per cabang masih menunggu alokasi dari Gapkindo Pusat,” tandasnya.

Pelaksanaan pembatasan ekspor Indonesia oleh pemerintah ditugaskan kepada Gapkindo. Biaya yang timbul untuk menjalankan ini sangat besar, pada satu sisi karet dari petani tetap harus dibeli, sisi lain ekspor harus dikurangi 238 ribu ton, yang paling besar adalah biaya bunga bank selama 6 bulan menahan ekspor.

Kesepakatan lembatsan ini merupakan yang ke empat kali untuk menjaga harga karet. Terakhir, ITRC menyepakati pengurangan volume ekspor pada Oktober 2012 selama enam bulan hingga Maret 2013. Dari kesepakatan tersebut, harga karet bisa terdongkrak hingga mencapai USD3,03 per kg dari sebelumnya turun hingga USD2,6 per kg. “Pertemuan tahun ini juga diharapkan bisa seperti 2012 yakni ada dampak terhadap harga karet,” jelasnya.

Pada tahun ini, harga karet berada pada kisaran USD1,07 per kilogram (kg) untuk pengapalan Februari 2016. Penurunan harga terjadi karena pelemahan permintaan dari negara-negara pengimpor utama. Seiring itu, volume ekspor juga turun dratis. Berdasarkan data Gapkindo Sumut, total volume ekspor Sumut pada 2015 sebesar 436.197 ton. Jumlah ini naik sedikit dibandingkan 2014 sebesar 451.457 ton.

Terbitkan SKB Menteri
Anjloknya harga karet juga menyita perhatian pemerintah. Karenanya sejumlah Kementerian berencana untuk duduk bersama dalam sebuah rapat koordinasi (rakor) untuk menentukan aturan penyerapan karet alam (natural rubber/NR) oleh pemerintah.

Penyerapan karet alam akan difokuskan pada pembangunan jalan dan dock fender. Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet terbesar di dunia. Tapi, serapan untuk dalam negeri masih minim.

Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Nurlaila Nur Muhammad mengatakan, sebelumnya aturan yang akan disiapkan adalah berupa instruksi presiden. Namun, butuh aksi cepat agar lebih banyak karet alam yang terserap pasar domestik. Oleh sebab itum kemungkinan produk aturan yang akan keluar berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) antarlembaga Kementerian terkait, atau bisa berupa Peraturan Menteri.

Kementerian yang terkait antara lain Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan serta Kementerian PU dan Perumahan Rakyat.
“Rakor itu yang akan jadi pijakan. Rakor akan dilakukan dalam waktu dekat sehingga aturan serapan baru bisa keluar tahun ini juga,” kata Nurlaila di Jakarta, Kamis (4/2).

Nurlaila mengatakan, dari produksi karet alam nasional sebesar 3,2 juta ton tahun lalu, hanya sekitar 600.000 kilogram (kg) yang diserap pasar domestik. Pemerintah sendiri menargetkan dapat meningkatkan penyerapan karet alam sebesar 100.000 kg per tahun, pasca terbitnya aturan penyerapan tersebut.

Sebelumnya, akhir 2015 lalu bergulir wacana untuk menerbitkan inpres terkait penyerapan komoditas karet. Sebab, di negara produsen karet alam besar lain yakni di Thailand dan Malaysia, komoditas ini banyak diserap untuk proyek infrastruktur. Lebih spesifik lagi, di Thailand, karet alam digunakan untuk campuran aspal jalan.

AS Pasar Ekspor Terbesar
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) jadi negara tujuan ekspor terbesar untuk karet alam (natural rubber/NR) Indonesia sejak 2010, berdasarkan data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo).

Pada 2010, total ekspor karet alam Indonesia ke AS mencapai 546.500 ton. Di 2014, sebesar 597.800 ton. Sedangkan di 2015 diestimasi total ekspor karet alam Indonesia ke AS diperkirakan mencapai 569.300 ton.

Sementara Tiongkok, menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua sejak 2010-2013. Sedangkan di 2014 posisinya tergeser oleh Jepang. Pada 2010, total ekspor karet alam Indonesia ke RRT mencapai 418.100 ton. Di 2013 sebesar 511.700 ton. Pada 2014 sebesar 367.000 ton dan pada 2015 diestimasi sebesar 268.800 ton.

Moenardji Soedargo, Ketua Gapkindo, mengatakan pertumbuhan pasar ekspor karet Indonesia terjadi di India, Brazil serta Jepang. “Ekspor ke India tumbuh. Di 2014 sebesar 195.800 ton dibanding 2013 sebesar 144.500 ton. Sementara di 2015 angkanya sedang dihitung,” kata dia di Jakarta, Kamis (4/2).

Dalam data Gapkindo, terdapat 10 negara tujuan ekspor terbesar Indonesia sepanjang 2009-2014, serta estimasi di 2015. Sepuluh negara tersebut yakni Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Singapura, Brasil, India, Korea, Kanada, jerman dan Turki. Pada 2014, total ekspor karet alam Indonesia ke berbagai negara mencapai 2,6 juta ton. Sementara di 2015 diperkirakan turun jadi 2,4 juta ton.

Di sisi lain, pemerintah berupaya untuk memperbesar serapan karet alam untuk aneka proyek pemerintah.Menurut Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Nurlaila Nur Muhammad mengatakan, sebelumnya aturan yang akan disiapkan adalah berupa instruksi presiden.

Namun, butuh aksi cepat agar lebih banyak karet alam yang terserap pasar domestik. Oleh sebab itum kemungkinan produk aturan yang akan keluar berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) antarlembaga Kementerian terkait, atau bisa berupa Peraturan Menteri. (netty/kcm)

Close Ads X
Close Ads X