Busyro: MA Perlu Revisi Perekrutan Calon Hakim

Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas (kedua kiri) bersama Ketua Forum Dekan FH PT Muhammadiyah se-Indonesia Trisno Rahardjo (kiri), Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak (kedua kanan) dan anggota Komisi III DPR Raden Muhammad Syafii (kanan) menyampaikan materi pada seminar Independensi dan Akuntabilitas Peradilan di Indonesia di Medan, Sumatra Utara, Selasa (25/4). Seminar tersebut membahas tentang kualitas dan profesionalisme hakim dalam proses peradilan. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi/kye/17

Medan – Mahkamah Agung (MA) perlu melakukan revisi dalam rekrutmen calon hakim agar lebih profesional dan trans­paran dengan melibatkan peran serta berbagai elemen masyarakat.

Dalam seminar nasional de­ngan tema “Independensi dan Akuntabilitas Peradilan di In­donesia” di kampus Uni­versitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) di Medan, Selasa (25/4), Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan, pe­libatan elemen masyarakat itu merupakan salah satu bentuk penghormatan ter­hadap demokrasi.

“MA (Mahkamah Agung) perlu melakukan langkah bijak dengan melibatkan peran masyarakat,” katanya.

Menurut dia, dari pe­nga­laman selama ini, ada kesan MA masih mencermin­kan budaya birokrasi lama yang feodal sehingga ber­potensi menimbulkan dampak negatif.

Sikap MA itu terlihat dari pe­ngajuan uji materi (judi­cial review) melalui Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) ke Mahkamah Konstitusi agar membatalkan keikutsertaan Komisi Yudisial dalam me­nyeleksi calon hakim.

Melalui Ikahi, MA me­nun­jukkan sikap yang tidak mau “direcoki” sehingga me­ngajukan uji materi ke MK dan menyatakan keikutsertaan KY bertentangan dengan UUD 1945.

“Itu adalah cerminan (MA) yang memiliki budaya tidak siap dikontrol,” katanya.

Dengan pelibatan ma­sya­rakat tersebut, di­harapkan hakim-hakim yang direkrut mampu meng­hasilkan ki­nerja yang lebih baik dan menghasilkan putusan yang akuntabel.

Selain pelibatan ma­sya­rakat da­lam merekrut calon hakim, Busyro Muqoddas merekomendaikan ada “re-assessment” secara periodik terhadap hakim.

Menurut mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, setidknya dalam lima tahun sekali, diperlukan ada re-assessment terhadap hakim oleh tim proper dan independen.

(ant)

Close Ads X
Close Ads X