Brilian Moktar : Banyak Kejanggalan Revitalisasi Pasar Timah

Medan | Jurnal Asia

Sangat banyak kejanggalan dan keanehan dalam rencana revitalisasi Pasar Timah di Kelurahan Sei Rengas 2, Kecamatan Medan Area yang dilakukan sebuah perusahaan pengembang. Kejanggalan dan keanehan itu sangat memberatkan pedagang Pasar Timah yang telah berjualan di pasar tradisional tersebut selama puluhan tahun.

Hal itu disampaikan anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan Brilian Moktar SE MM yang memberikan advokasi dan memperjuangkan aspirasi pedagang Pasar Timah.

Sebagai anggota DPRD Sumut dari Dapil Kota Medan, Brilian Moktar mengaku merasa sangat heran dengan rencana revitalisasi Pasar Timah, termasuk dengan sikap Pemko Medan.

Dengan alasan telah mendapatkan “restu” dari Pemko Medan, pengembangan berulang kali mau menggusur Pasar Timah, tapi tidak memiliki dasar dan pertimbangan hukum yang jelas.

Pengembang mengaku telah mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Namun tidak pernah memiliki dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal). Padahal menurut UU 32/2009 tentang Lingkungan, Amdal harus diselesaikan terlebih dulu sebelum penerbitan IMB. Sebagaimana yang termaktub dalam surat balasan Walikota Medan no. 511-3/9152 tanggal 19 Juli 2013 tentang rencana revitalisasi yang mengharuskan PD Pasar mengurus AMDAL dan Amdalalin.

Apalagi pengembangan di lahan Pasar Timah itu, pengembang akan membangun pasar tradisional, pasar modern, dan hotel di gedung lima tingkat di lahan sepanjang 375 meter. “Pembangunan yang mau dilakukan tidak main-main. Itu wajib adanya Amdal,” kata Brilian.

Kejanggalan lain berupa pemanfaatan lokasi karena adanya parit sekunder yang merupakan parit strategi nasional dengan panjang 2 meter dan kedalaman 3 meter yang berada di tengah Pasar Timah.
Kalau diambil perbatasan lahan PT KAI yang berada persis di samping Pasar Timah, pembangunan yang dilakukan pengembangan akan mengenai parit sekunder tersebut. Parit itu pasti akan tertutup.
Karena itu, revitalisasi yang dilakukan pengembang harus ada izin dari Kementerian PUPR. Apalagi ketentuan pemerintah, tidak boleh ada bangunan dalam jarak 6-12 meter dari rel.

Kejanggalan selanjutnya, pengembang berupaya melakukan pemaksaaan pembangunan dengan alasan telah mendapatkan rekomendasi dari Komisi C DPRD Kota Medan. Padahal, untuk kebijakan peminjaman lahan pemerintah itu harus ada tidak cukup dengan rekomendasi komisi, melainkan keputusan dewan melalui rapat paripurna.

Putusan rapat paripurna itu untuk mengatur biaya sewa, retribusi, dan manfaat lahan. Dan Ketua DPRD Kota Medan Henry John Hutagalung menyatakan pihaknya belum pernah memberikan rekomendasi itu.

Karena itu, Brilian Moktar mengaku sangat heran jika muncul IMB tanpa memperhatikan kondisi di lapangan. Kini muncul pertanyaan besar, apakah Dinas TRTB Kota Medan mengeluarkan IMB secara asal-asalan tanpa memperhatikan kondisi di lapangan.

Demikian juga kejanggalan dari surat walikota yang disebutkan pengembang telah memberikan izin prinsip untuk merevitalisasi Pasar Timah. Dalam aturan, izin prinsip hanya berlaku selama enam bulan. Kalau gagal, diperpanjang enam bulan lagi. Kalau masih gagal, maka batal demi hukum.
Surat walikota itu keluar tahun 2013, sedangkan sekarang sudah tahun 2018. Lalu, apa surat walikota berlaku khusus dan mengalahkan regulasi nasional?

Karena itu, Walikota Medan Dzulmi Eldin, Wakil Walikota Medan Akhyar Nasution, dan Ketua DPRD Henry John Hutagalung diharapkan turun untuk melihat kondisi Pasar Timah.

Walikota Medan Dzulmi Eldin sangat diharapkan tidak mudah dikelabui pengembang dengan menyebutkan kegiatan pembangunan di Pasar Timah itu sebagai revitalisasi.

Patut diingat, kegiatan itu bukan revitalisasi pasar, karena revitalisasi itu dibiayai APBN dan dikelola PD Pasar. “Mohon pak walikota cerdas dan tidak dibodohi pengembang,” ujar Brilian Moktar. (isvan/rol)

Close Ads X
Close Ads X