Boleh Berpolitik di Masjid | Tulisan Ganti Presiden 2019 Bukan Makar

Medan – Pakar sufisme dan Guru Besar Univerisitas Paramadina, Prof DR Abdul Hadi WM, mengatakan seruan sekelompok orang yang menyebut diri mereka sebagai “antipolitisasi masjid” boleh jadi diartikan oleh sekelompok orang Islam sebagai seruan Larangan berpolitik bagi orang Islam.

Ini karena masjid memang bukan sekadar rumah ibadah bagi orang Islam, tetapi juga tempat bermusyawarah dan bermufakat membicarakan berbagai persoalan yang dihadapi umat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

“Di dalam masjid juga termasuk mem­bicarakan masalah ekonomi dan politik. Pe­merintah jajahan Belanda tempo dulu juga sudah melarang politisasi masjid. Dengan mengikuti arah Snouck Hurgronje pemerintah Belanda yang hanya mengizinkan eksistensi masjid dan kaum Muslim itu hanya untuk soal ritual dan ibadah, atau ada dikotomi antara Islam ritual dan Islam ibadah,” kata Abdul Hadi, Senin (23/4).

“Jadi kepada mereka yang bergabung dengan gerakan antipolitisasi masjid hen­dak­lah ingat, bahwa orang Islam Indonesia ada­lah penduduk terbanyak di negeri ini dan jangan suka melarang-larang mereka menjalani kehidupan mereka mengikuti ajaran agama mereka yang mereka anggap mu­lia. Sebab, semakin masjid ditakuti sebagai tem­pat yang baik membicarakan politik, maka makin banyak orang pergi ke masjid,” ujarnya.

Bukan hanya itu, lanjut Abdul Hadi, sampai hari ini tidak ada aturan hukum dan perundangan yang melarang umat Islam bicara politik, ekonomi, busana, hukum, kebudayaan dan lainnya di masjid, di rumah atau di tempat umum lainnya. Juga hal yang sama berlaku bagi tempat ibadah umat beragama lainnnya.

“Misalnya apa di gereja juga dilarang? Saya pernah bertanya. Tetapi soal ini tak ada jawaban. Sahabat saya pernah tanya sama cendikiawan Kristen, Victor Tanja. Jawabnya tidak. Tapi beliau sudah almarhum,” kata Abdul hadi.

Harus diakui pula, lanjut Abdul Hadi, tidak ada pemisahan dan pelarangan di masjid untuk bicara berbagai hal, termasuk sosial, ekonomi, hingga politik, kemudian telah terjadi pada tahun 1970-an. Pada pemilu 1977 makanya di Daerah Istimewa Aceh, DKI Jakarta, dan pulau Madura, PPP menang telak. Namun, sekarang mudah dibuat mlempem,’’ ungkapnya.

Khusus mengenai kebijakan dan pandangan dikotomi ala Snouck Hurgronje juga terbukti telah berpengaruh juga pada kaum ‘priyayi abangan’ di Indonesia. Pemikiran ini merasuk ke dalam pemikiran tokoh seperti Cipto Mangunkusumo. Dan pemikiran dikotomi ala Snouck itu berlawanan dengan pemikiran HOS Cokroaminoto, guru Bung Karno.

“Jadi kesampingkan dulu soal pribadi dalam memandang soal ini. Rumah saya juga dekat masjid. Banyak khutbah tak berkenan pada pribadi saya, tetapi berkenan bagi banyak orang lain. Ya saya biarkan saja. Undang-undang tidak melarang kok,” ungkapnya.

Selain itu, kata Abdul Hadi, phobia terhadap Islam ini juga tidak terkait soal kuantitas di situ. Soal sedikit banyaknya manusia bukan sekadar kuantitas, tetapi juga bukan sekadar kualitas. ‘’Kalau itu cara berpikir dan pandanganannya, lagi-lagi kita terjebak pada hal yang serba relatif. Padahal obyektifnya jelas : Saya menentang slogan antipolitisasi masjid yang dikemundangkan kelompok yang tak berkenan dengan politik orang Islam. Apa salah?”

“Sekali lagi bukan soal itu yang ingin saya kemukakan. Yang ingin saya serukan: Janganlah sampai ada orang non-Muslim melarang-larang orang Islam bicara politik di masjid,” tandas Abdul Hadi.

-Jangan Pecah Umat

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Medan menyikapi mengenai pemasangan spanduk raksasa bertuliskan #2019 Ganti Presiden di Masjid Al Amin Jalan Prof HM Yamin Medan.

Menurut Prof Dr H Muhammad Hatta selaku Ketua MUI Medan, pemasangan alat peraga yang berkaitan dengan politik, tidak mestinya dipasang di Rumah Ibadah.

“Sebaiknya Masjid tempat suci hal berbau politik (pemasangan alat peraga) yang mengarah perpecahan tidak dilakukan,” tuturnya ketika dihubungi wartawan, Senin (23/4) kemarin.

Hatta mengatakan penyampaian pendapat di muka umum yang bersinggungan dengan ranah politik, seyogyanya disampaikan di saluran yang tepat, bukan malah di Masjid. “Kita hargai untuk menyampaikan pendapat, tapi Masjid itu menyuarakan hal kemaslahatan umat,” imbuhnya.

Oleh karenanya, untuk menghindari agar Masjid dijadikan sarana penyampaian yang berbau dengan politik, MUI Medan memberikan himbauan kepada Nazir se-Kota Medan agar menghindari pemasangan alat peraga yang berkaitan dengan politik.

“Kita sudah koordinasi dengan dengan kenaziran, menciptakan Masjid menjadi tempat sejuk, dan memberikan pencerahan kepada umat,” pungkasnya.

Sementara, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Dadang Hartanto yang dimintai tanggapannya mengenai ini, enggan banyak berkomentar. “Ntar dicek ya,” ujarnya sembari berlalu.

Sementara, Bawaslu Sumut dalam berbagai kesempatan menegaskan alat peraga kampanye dilarang dipasang di rumah ibadah. Komisioner Bawaslu Sumut Hardi Munte sebelumnya mengatakan agar tidak menjadikan rumah ibadah sebagai objek kampanye. “Rumah Ibadah, Rumah Sakit, Sekolah, dan pohon tidak boleh dijadikan dan dipasang alat peraga kampanye,” ujarnya.

-Polisi Jangan Berlebihan

Pihak kepolisian Polsek Medan Timur disebut masih melakukan pencarian terhadap oknum pemasang Spanduk yang bertuliskan tagar 2019 Ganti Presiden, di halaman masjid Al-Amin jalan H.M. Yamin, Medan.

Menanggapi hal itu, pengamat hukum kota Medan, Nuriyono SH kepada Jurnal Asia mengatakan, bahwa proses penurunan spanduk yang dilakukan oleh pihak kepolisan dinilai wajar.

“Wajar-wajar saja kalau polisi menurunkan spanduk itu. Penempatan spanduk yang berbau politik di kawasan masjid dan rumah ibadah lainnya, serta institusi pendidikan jelas merupakan hal yang tidak etis. Sangat tidak layaklah kalau rumah ibadah dijadikan tempat memasang spanduk seperti itu”, ucap Nuriyono via seluler, Senin (23/4) siang.

Tetapi menurut Nuriyono, SH yang juga merupakan wakil direktur Lembaga Hukum Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (Pushpa), proses pencarian pelaku oleh kepolisian merupakan hal yang berlebihan.

“Penurunan spanduknya wajar, tapi pencarian pelaku pemasangan spanduk itu berlebihan. Spanduk yang bertuliskan 2019 ganti presiden itu bukan hal yang melanggar hukum, itu hal yang demokratis. Ya turunkan saja spanduknya, beri arahan kepada pengurus Masjid untuk lebih mengawasi Masjid agar tidak terjadi lagi hal-hal seperti itu, itu saja sudah cukup”, kata Nuriyono.

Nuriyono menegaskan, tulisan yang terdapat pada spanduk yang diturunkan oleh pihak Polsek Medan Timur itu memang tidak ada pelanggaran hukum didalamnya.

“Memang tidak ada pelanggaran hukum disitu. Selain masalah penempatan yang tidak tepat, yakni di Masjid, apalagi yang salah? ya tidak ada. Kecuali kalau tadi bertuliskan 2018 ganti presiden, itu baru salah, itu sudah Makar. Tapi kalau dituliskan 2019 ganti presiden, ya apa yang salah? Memang tahun 2019 nanti menjadi tahun pemilihan presiden, presiden bisa saja berganti dan bisa saja tidak. Rakyat kan bebas memilih, kalau mau ganti presiden ya ganti, kalau mau tetap ya tetap. Semuakan tergantung pilihan rakyat pada pemilu 2019 nanti”, jelasnya.

Selain itu kata Nuriyono, pada tulisan itu juga tidak ada dituliskan nama orang yang akan menggantikan presiden saat ini.

“2019 ganti presiden. Mau diganti sama yang mana? Toh nama-nama calon presiden untuk pilpres 2019 saja belum ditetapkan. Tetapi, kalau sudah masuk tahapan pilpres, baru penempatan spanduk di rumah ibadah dan pendidikan menjadi pelanggaran pidana, yakni pelanggaran pidana pemilu”, terangnya.

Ditambahkan Nuriyono, tahun 2018 memang sudah mulai memasuki tahun politik, hingga puncaknya ditahun 2019 mendatang. Baginya, seluruh pihak harus cerdas menyikapi hal-hal seperi ini.

“Intinya, semakin memasuki tahun 2019 yang merupakan tahun politik, tentu suhu politik akan semakin meningkat. Seluruh elemen masyarakat harus cerdas dalam menyikapi ini, termasuk umat beragama, sampai pihak kepolisian. Suhu politik yang memanas tidak boleh menodai demokrasi itu sendiri, yang akhirnya bisa membuat masyarakat ikut panas dan melakukan pelanggaran hukum, itu yang tidak boleh”, tutupnya.

(rol/bowo/markus/put)

Close Ads X
Close Ads X