Aparat Harus Telusuri Kebocoran Anggaran BPJS Kesehatan

 

Medan | Jurnal Asia

Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan Brilian Muktar menilai kerugian BPJS Kesehatan akibat buruknya sistem karena anggaran yang digelontorkan Pemerintah Pusat lewat APBN setiap tahunnya sangatlah besar.

“Belum lagi bantuan keuangan yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) baik provinsi mau kabupaten kota melalui APBD untuk kepersertaan BPJS Kesehatan masyarakat yang kurang mampu. Pertanyaannya uang kemana kok bisa rugi,” katanya di gedung dewan, Rabu (21/11).

Menurut Brilian, untuk 2018 saja Pemerintah melalui APBN menggelontorkan anggaran Rp15,5 triliun dan ditambah Rp4,9 triliun. Kalau saja diestimasikan 150 juta penduduk Indonesia dengan standart biaya kesehatan seseorang berdasarkan WHO Rp5 dolar maka totalnya Rp18,75 triliun. Belum lagi anggaran dari 34 provinsi dan 560 kabupaten kota yang mengalokasikan anggaran untuk BPJS.

Kata dia, Provinsi Sumut saja pada tahun 2018 menganggarkan sebesar Rp89 miliar untuk bantuan kesehatan masyarakat kurang mampu. Bahkan untuk tahun 2019 jumlah meningkat menjadi Rp101 miliar.

“Perlu diingat TNI/Polri, ASN, BUMN, BUMD juga peserta BPJS. Belum lagi perusahaan dan masyarakat yang membayar secara mandiri. Saya melihatya, ini ada yang salah dengan sistem yang ada di BPJS dan harus direvisi. Jangan sampai kebijakan Presiden Jokowi yang baik ini dimanfaatkan oknum untuk memperkaya dirinya. Kalau UU atau peraturan perlu direvisi ya direvisi. Begitu juga kalau Dirutnya tak beres harus diganti,” tegas anggota Komisi A dan Badan Anggaran (Banggar).

Brilian pun menyesali akibat utang BPJS ke sejumlah rumah sakit berujung pada terganggunya pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk itu, Brilian pun berharap pemerintah pusat harus segera turun tangan untuk melakukan pembenahan termasuk menelusuri manajemen BPJS dengan menggandeng aparat hukum agar diketahui penyebab kebocoran anggaran yang cukup besar.

Terpisah, Komisi E DPRDSU mengusulkan agar tim Anti-Fraud (kecurangan) yang bertugas mencegah terjadinya kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di rumah sakit (RS) berasal dari kalangan indepen atau bukan bagian dari internal rumah sakit.

Hal itu untuk menjaga agar tidak ada pelanggaran seperti klaim palsu dan pelanggaran lain yang berpotensi merugikan BPJS Kesehatan.

Hal itu diungkapkan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi E DPRDSU dengan BPJS Kesehatan Sumut-Aceh dan RSUD Adam Malik dan Pirngadi Medan, Rabu (21/11), membahas klaim beberapa rumah sakit yang belum terbayarkan serta defisit yang dialami BPJS Kesehatan.

Anggota Komisi E, Safaruddin Siregar menyebutkan, membengkaknya klaim dari RS yang memberatkan BPJS Kesehatan bisa saja terjadi akibat adanya kecurangan (fraud) yang dilakukan pemberi layanan kesehatan dengan menyerahkan klaim palsu yang di-mark up. Karenanya, ia mempertanyakan proses pengawasan klaim JKN di RS.

Diketahui, sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015, dibentuk tim pencegahan kecurangan JKN (Anti-Fraud) yang terdiri atas unsur satuan pemeriksaan internal, komite medik, perekam medis, Koder, dan unsur lain yang terkait yang berasal dari internal RS.

“Bagaimana bisa kita percaya tim pencegahan yang berasal dari internal rumah sakit. Saya tidak menuduh, tapi kemungkinan ada. Mereka (RS) yang menjalankan, mereka yang mengawasi. Logikanya bagaimana itu? Mereka yang eksekutif, mereka juga sebagai legislatif. Saya usul di rapat ini, harus ada tim anti-fraud eksternal yang independen,” kata Safar.

Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Komisi E, Reki Nelson. Ia menilai memang diperlukan tim khusus yang mengaudit laporan klaim dari RS. Menurutnya, kecurangan bisa saja terjadi dengan klaim palsu, penggelembungan tagihan, rujukan semu, manipulasi kelas perawatan dan lainnya.

“Untuk itu memang diperlukan tim independen agar penajaman terhadap pengawasan bisa dilaksanakan,” katanya.

Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumut-Aceh, Mariamah menjelaskan, hal itu sudah diatur dalam Permenkes 35/2015, termasuk unsur yang terlibat di dalamnya. Semua klaim dapat dilihat rekam medis yang diberikan kepada pasien.

“Terkait klaim yang belum diserahkan BPJS Kesehatan kepada RS, dari 139 RS di wilayah Sumut, untuk klaim September dan Oktober belum ada yang dibayarkan,” katanya. (isvan/rol)

Close Ads X
Close Ads X