Resmi Diperiksa Jaksa, Park Geun-hye Siap Kooperatif

Seoul – Mantan Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun-hye kemarin menjalani proses pemeriksaan oleh jaksa penuntut atas skandal korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Itu setelah selama beberapa bulan Park menggunakan hak imunitasnya untuk menghindari penyidikan jaksa.

Presiden perempuan pertama itu dimakzulkan oleh parlemen Desember lalu. Pemakzulan itu dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi awal bulan ini dan mengakhiri karier politik Park.

“Saya akan menjalani penyelidikan dengan jujur,” kata Park saat tiba di kantor jaksa penuntut umum di Seoul kemarin. “Saya akan bekerja sama selama proses penyidikan,” imbuhnya.

Itu merupakan komentar pertama Park setelah proses pemakzulan oleh parlemen disetujui oleh Mahkamah Konstitusi awal bulan ini. Sebagai warga biasa, kedatangan Park dika­­wal polisi. Dia disambut ratusan pendukungnya yang membawa poster dan mengibarkan bendera Korsel di kantor jaksa. Beberapa pendukung Park bahkan ada yang berbaring di jalanan untuk memblokade konvoi Park ke kantor jaksa penuntut.

Namun, aparat keamanan de­­ngan sigap mengamankan para pen­­­du­­kung Park. Park menghadapi dua jaksa penuntut dan seorang penyidik. Dia ditemani dua pengacara dan mendapatkan penyambutan be­­ru­pa the panas pada sesi pertama interogasi. Salah satu pengacara yang mendampinginya adalah Yoo Yeong-ha yang dikenal sebagai “rompi antipeluru” Park karena membelanya sejak skandal korupsi itu mencuat Oktober lalu.

Namun, selama proses interogasi itu Park tidak boleh diintervensi pengacara. Dia hanya diperbolehkan berkonsultasi selama istirahat. Mantan presiden berusia 65 tahun itu dilaporkan menolak ke toilet untuk bisa berkonsultasi dengan kuasa hukumnya. Dia membawa makan siang berupa nasi gulung rumput laut dan roti berlapis sayur yang dibawa seorang pengawalnya.

Selama proses penyidikan, Park menolak untuk direkam dengan kamera. “Dia (Park) bekerja sama dengan penyidik,” ungkap seorang penyidik yang tidak disebutkan namanya.

Se­telah diinterogasi selama lima jam, seorang penyidik menolak memberikan pernyataan tentang berapa pertanyaan yang diberikan dan bagaimana jawaban Park. Dia mengatakan Park akan kembali ke rumah setelah interogasi selesai.

Para penyidik menyebut Park sebagai “Ibu Presiden”. Namun dalam transkrip, Park disebut sebagai “tersangka”. Jaksa penuntut umum belum mengumumkan secara resmi apakah Park telah dinya­­takan sebagai tersangka. Jika dinyatakan sebagai tersangka, dia bisa menghadapi ancaman vonis hakim selama 10 tahun.

Interogasi penyidik menjadi langkah penting dalam proses peradilan di Korsel sebelum tersangka ditetapkan. Sebenarnya jaksa penuntut bisa saja menahan Park, tetapi sepertinya Park akan diizinkan pulang ke rumah setelah penyelidikan selesai. Menurut salah satu jaksa penuntut, Park akan dipanggil kembali.

Mereka juga sedang memper­tim­­bangkan apakah Park akan masuk dalam tersangka sehingga bisa dita­han pada proses pemeriksaan berikutnya. Penyidikan itu dilaksanakan selama beberapa jam, dan biasanya berlangsung hingga tengah malam. “Interogasi diperkirakan hingga tengah malam,” kata Sohn Bum-kyu, salah satu pengacara Park.

Kesehatan Park, ujar dia, tidak cukup bagus. “Park mendapatkan pemeriksaan medis saat pemeriksaan berlangsung,” katanya. Namun, pejabat penyidikan mengatakan pihaknya tidak menerima catatan medis mengenai kesehatannya.

Park menghadapi serangkaian dak­­waan dari penyalahgunaan kekuasaan hingga penyuapan. Dia merupakan presiden keempat Korsel yang menjalani penyelidikan hukum atau dipenjara karena skandal korupsi.

Dua pemimpin Korsel yang didukung militer pada 1980-an dan 1990-an yakni Chun Doo-hwan dan Roh Tae-woo pernah menjalani hukuman karena skandal penyuapan setelah mereka mundur. Roh Moo-hyun, yang menjabat sejak 2003-2008, tewas bunuh diri setelah melompat dari bukit saat sedang menjalani proses penyelidikan kasus korupsi pada 2009.

Sementara Park disebut terlibat dalam skandal yang juga menyeret Choi Soon-sil. Choi dituduh meng­gunakan kedekatannya dengan Park untuk memaksa para konglomerat mendonasikan uang kepada lembaga yayasan nirlaba yang ternyata diguna­kan untuk keuntungan pribadi.

Park dituduh memanfaatkan ja­batannya sebagai alat untuk menekan konglomerat Korsel agar memperkaya Choi. Selain itu, Park juga membiarkan Choi yang tidak memiliki jabatan pemerintahan mengatur hubungan kenegaraan, termasuk menominasikan pejabat tinggi dan diplomat. (snc)

Close Ads X
Close Ads X