Beijing – Seorang pensiunan jenderal Tiongkok yang dikenal karena pandangan nasionalis yang kuat mengklaim tentara Beijing bisa mengendalikan Taiwan di 100 jam. Pernyataan provokatif ini terjadi kurang dari seminggu setelah kapal induk Tiongkok, Liaoning, berlayar melalui Selat Taiwan.
“Beijing bisa menyatukan Taiwan (dengan kekerasan) dalam waktu kurang dari 100 jam, jika dapat memblokir Pasifik barat dan mengelilingi medan perang dari dalam,” kata Letnan Jenderal Wang Hongguang, mantan wakil komandan Komando Militer Nanjing, seperti dikutip dari UPI, Rabu (18/1).
Hongguang juga memberikan penilaian yang tinggi untuk Liaoning. Ia mengklaim kapal induk Liaoning dan pesawat pembom strategis H-6K dapat dikerahkan dari wilayah perairan Tiongkok yang terletak sekitar 200-300 mil dari Taiwan.
Hongguang merujuk ke wilayah maritim yang sama di mana dua kelompok kapal induk AS, kapal induk grup tujuh yang berpusat pada USS Nimitz dan kapal induk grup lima yang berpusat pada USS Independence. Keduanya berada di wilayah itu selama krisis Taiwan pada 1996.
Hongguang lantas menjelaskan operasi militer yang mencakup penyebaran Liaoning, yang bisa tiba di pantai timur Taiwan dalam waktu 24 jam, kemudian menyelesaikan pengambilalihan Taiwan dalam 100 jam.
“Bila Anda ingin menyerang Taiwan, Anda tidak perlu pedang untuk menangkap sapi. Sebuah pisau untuk memotong sayuran cukup untuk menangkap ayam,” kata Hongguang.
Pendapat Hongguang ini mendapat tanggapan dari seorang profesor politik internasional di Taiwan National Chung Hsing University Institute of International Politics, Tsai Ming-yan.
“Hongguang melebih-lebihkan kemampuan militernya. Operasi angkatan laut Tiongkok tidak sekuat yang ia pikir,” katanya menurut kantor berita Korea Selatan Yonhap.
Simulasikan Invasi Tiongkok
Sementara itu, pasukan Angkatan Darat Taiwan menggelar latihan perang dengan mensimulasikan invasi Tiongkok terhadap wilayahnya. Simulasi serangan itu dipraktikkan di tengah ketegangan yang sedang terjadi antara Tiongkok dan Taiwan.
Ketegangan kedua pihak mulai memanas ketika Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerima telepon Presiden Taiwan Tsa Ing-wen. Ketegangan berlanjut setelah Trump mengisyaratkan akan mengakhiri kebijakan “One Tiongkok”—kebijakan untuk menyatukan Taiwan dengan Tiongkok—yang sudah dijalankan presiden-presiden AS sebelumnya.
Simulasi invasi Tiongkok yang diperagakan militer Taiwan, seperti dalam video yang dilansir Daily Mirror semalam (17/1), melibatkan sejumlah tank tempur, kendaraan lapis baja dan helikopter militer. Berbagai peralatan tempur itu meletuskan tembakan besar layaknya perang.
Militer Taiwan telah siaga tinggi selama berbulan-bulan, dan telah mengintensifkan persiapan untuk mengantisipasi setiap potensi agresi Tiongkok.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying mengatakan AS sudah jelas menyadari posisi Tiongkok soal kebijakan “One Tiongkok”. ”Setiap orang harus memahami bahwa di dunia ini ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diperdagangkan atau diperjualbelikan,” katanya dalam konferensi pers kemarin.
”Prinsip ‘One-Tiongkok’ adalah prasyarat dan dasar politik bagi negara manapun yang memiliki hubungan dengan Tiongkok,” ujar Hua.
“Jika ada yang mencoba untuk merusak prinsip ‘One Tiongkok’ atau jika mereka berada di bawah ilusi mereka untuk menggunakan ini sebagai tawar-menawar, mereka akan ditentang oleh pemerintah dan orang-orang Tiongkok,” lanjut Hua.
”Pada akhirnya itu akan menjadi seperti mengangkat batu untuk dijatuhkan di atas kaki sendiri.” (ozc)