Filipina Khawatir Persenjataan Tiongkok di Laut Sengketa

Manila – Pemasangan persenjataan Tiongkok baru-baru ini di pulau buatan di Laut Tiongkok Selatan, yang disengketakan, “sangat mengganggu”, kata Menteri Pertahanan Filipina pada Selasa (17/1), setelah Manila secara diam-diam protes terhadap kegiatan Beijing tersebut.

Kementerian Luar Negeri Filipina mengirim pesan lisan kepada Kedutaan Besar Tiongkok pada bulan lalu setelah memastikan laporan CSIS, yang ber­pusat di Amerika Serikat, tentang pembangunan sarana persejataan Tiongkok di Kepulauan Spratly.

“Tindakan Tiongkok itu, yang memili­­terisasi wilayah disengketakan, sangat mengganggu,” kata Delfin Lorenzana dalam pernyataan.

“Itu tidak sejalan dengan pernya­­taan pemerintah Tiongkok, yang me­nyam­paikan tujuannya adalah untuk hal damai dan besahabat,” katanya.

Lorenzana mengambil tindakan lebih keras daripada Menteri Luar Negeri Filipina, Perfecto Yasay, yang pada Selasa menahan diri dari mengritik Tiongkok, namun mengatakan masalah itu harus ditangani dengan hati-hati dan masyarakat harus tahu bahwa kementerianya tidak tidur dalam men­jalankan tugas.

“Ketika terjadi sesuatu hal yang dapat menimbulkan ancaman bagi kami, terhadap hak-hak kedaulatan kami, kami akan mengeluarkan pesan verbal sehingga kita bisa membicarakan hal ini dan memastikan masalah ini sudah ditangani dengan baik,” katanya kepada televisi ANC.

Dengan miliaran dolar amerika dari potensi perdagangan dan investasi Tiongkok yang dipertaruhkan, Filipina memiliki tindakan penyeimbangan yang sulit dalam menegakkan klaim kedaulatannya sementara di satu sisi tetap pada perdamaian yang lebih baik yang telah didirikan Presiden Rodrigo Duterte dengan Tiongkok.

Karang Mischief, salah satu pulau di mana Tiongkok memiliki senjata modern, terletak dalam zona ekonomi eksklusif 200 mil di laut Filipina.

Sementara itu, di Beijing, ketika ditanyai tentang protes Filipina, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiong­­kok, Hua Chunying, mengatakan, negaranya memiliki hak untuk me­­masang “alutsista yang perlu dan tepat untuk melindungi wilayah kedau­­latannya” di Kepulauan Spratly.

Pada pertemuan harian, dia mene­gaskan panggilan untuk pem­­bicaraan dua arah antara Tiongkok dan negara-negara penuntut, menambahkan bahwa proses antara Tiongkok dan pihak-pihak terkait, termasuk Filipina, telah menurunkan “suhu” ketegangan secara profresif di Laut Tiongkok Selatan.

Filipina, yang sebagian pihak, telah memutuskan untuk menunda rencana peningkatan kapabilitass yang sudah direncanakan di fasilitas pada pulau-pulau yang berada di bawah kendalinya, seperti memperbaiki landasan pacu yang sudah terkikis, untuk menghindari munculnya arogansi Tiongkok.

Lorenzana mengatakan protes diplo­matik adalah prosedur yang benar dan meskipun memanaskan hubungan dengan Tiongkok, pemerintah masih memiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan nasional.

Tiongkok mengklaim sebagian besar wilayah Laut Tiongkok Selatan, di mana sekitar komoditas senilai limat triliun dolar amerika melewati jalur tersebut setiap tahun. Arbitrase internasional yang berkuasa pada tahun lalu telah membatalkan klaim tersebut.

Pulau buatan Tiongkok menjadi isu panas minggu lalu ketika calon Menteri Dalam Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, mengatakan pada sidang Senat bahwa Beijing harus ditahan dari kepulauan kontroversial tersebut, dan kemudian menolak aksesnya.

Yasay pada pekan lalu menyarankan Filipina tidak memainkan peran dalam upa­ya tersebut dan mengatakan bah­wa Amerika Serikat-lah yang akan mela­kukannya.
(ant)

Close Ads X
Close Ads X