Protes Bukan Hanya Soal Harga BBM

Bentrokan di Paris

Paris | Jurnal Asia

Bentrokan antara ribuan pengunjuk rasa dan pasukan kepolisian di Paris, Prancis, terjadi Sabtu (24/11), dalam demonstrasi menentang kenaikan harga bahan bakar minyak. Namun kekisruhan itu dinilai juga dipicu isu lain seperti pajak dan biaya hidup masyarakat yang terus meningkat.

“Orang-orang yang menyerang polisi sangatlah memalukan,” kata Presiden Prancis, Emmanuel Macron, melalui akun Twitternya.”Tak ada tempat untuk kekerasan di republik ini,” tambahnya.
Kerusuhan besar di Paris terjadi di Champs-Elysees. Setidaknya lima ribu polisi diturunkan untuk mengawal para pengunjuk rasa yang mengenakan rompi kuning.

Polisi memasang pembatas berbahan logam di Champs-lysees untuk mencegah demonstran mendekat ke objek vital seperti kantor kepresidenan dan gedung parlemen.

Namun Juru Bicara Gerakan Rompi Kuning, Laetitia Dewalle, menegaskan mereka menggelar unjuk rasa damai. “Kami berada di sini bukan untuk bertikai dengan polisi. Kami hanya ingin pemerintah mendengarkan keinginan kami,” kata Dewalle kepada kantor berita AFP.

Bagaimanapun, sejumlah pengunjuk rasa terlihat menerobos barisan polisi. Sebagian dari demonstran menyalakan suar dan merusak rambu-rambu lalu lintas.

Terlihat pula beberapa pengunjuk rasa yang mengambil batu trotoar dan melemparkannya ke barisan polisi. Mereka juga meneriakkan slogan-slogan anti-Macron.

Kericuhan itu berlangsung sejak pagi hingga petang dan berakhir saat kepolisian mengosongkan kawasan Champs-lysees.

Bukan cuma soalBBM

Protes yang dipaparkan kelompok demonstran jelas. Namun sebenarnya terdapat hal lain yang menyatukan Gerakan Rompi Kuning ini, di luar kemarahan mereka tentang peningkatan pajak dan biaya hidup sehari-hari.

Di sebuah negara di mana demonstrasi kerap diinisiasi partai politik dan serikat buruh, Gerakan Rompi Kuning terlihat berbeda.

Tidak ada pimpinan nasional yang muncul, tak ada struktur formal atau afiliasi tertentu yang mempersatukan pengunjuk rasa dari berbagai kalangan usia dan ideologi kiri atau kanan.

Kelompok orang yang mendukung Presiden Macron pun dilaporkan turut mendukung protes massal ini.

Penggalangan massa ini adalah sinyal bahwa Macron gagal mengembalikan kepercayaan publik terhadap politikus. Dan ketimpangan terus terjadi.

Para pengunjuk rasa yang terlibat kerusuhan dengan polisi Sabtu kemarin bukanlah warga negara yang termarjinalkan, tapi mereka yang mengklaim berjuang meski bekerja, yang merasa tak tahan dengan persoalan ekonomi Prancis, terutama saat kalangan kelas atas mendapatkan keringanan pajak.

Pemerintah Prancis menuding kelompok ultra-kanan berada di balik kekerasan di Paris. Tapi sebenarnya ada pula warga awam, baik yang turun ke jalan maupun tidak, yang mendukung Gerakan Rompi Kuning.

Keberagaman dan demokrasi Prancis selama ini telah menjadi kekuatan masyarakat negara itu, tapi juga membuat tujuan publik tak jelas serta sulit dikontrol. Harga bahan bakar diesel, yang paling banyak dikonsumsi di Prancis, meningkat hingga 23% selama 12 bulan terakhir. Harga bahan bakar ini mencapai titik tertinggi sejak dekade 2000-an, di angka 1,5 euro atau Rp24 ribu per liter.

Harga minyak dunia belakangan sempat naik sebelum akhirnya kembali turun. Namun pemerintah Prancis justru meningkatkan pajak hidrokarbon menjadi 7,6 sen per liter untuk bahan bakar diesel dan 3,9 sen untuk premium.

Kebijakan itu diklaim untuk mendukung mobil dan bahan bakar yang ramah lingkungan.

Keputusan pemerintah menaikkan 6,5 sen untuk diesel dan 2,9 sen untuk premium pada 1 Januari lalu dianggap sebagai hal yang tak dapat ditoleransi lagi. Macron selama ini menyalahkan harga minyak dunia sebagai dalang kenaikan BBM di Prancis. Di sisi lain, dia menyebut kenaikan pajak bahan bakar fosil vital untuk investasi energi terbarukan.
(dc-adp)

Close Ads X
Close Ads X