Militer Rusia Akui Perang Informasi Besar-Besaran

Moskow – Untuk pertama kalinya, militer Rusia telah mengakui skala perang informasi mereka diperluas secara besar-besaran sejak Perang Dingin.

Menteri Pertahanan Sergei Shoigu mengatakan bahwa pasukan informasi Rusia terlibat dalam propaganda yang cerdas dan efektif. Tapi dia tidak mengungkapkan lebih jauh tentang tim mereka atau siapa sasaran mereka.

Sudah sejak lama Rusia dituduh melancarkan serangan siber terhadap negara-negara Barat. NATO dilaporkan menjadi target utama. Selama Perang Dingin, baik Uni Soviet dan Barat mengerahkan berbagai sumber daya pada propaganda, untuk mempengaruhi opini publik global dan mempromosikan ideologi mereka yang saling bersaing.

“Kita memiliki pasukan informasi yang jauh lebih efektif dan lebih kuat dari seksi kontra-propaganda dahulu,” kata Shoigu, saat berbicara kepada anggota parlemen Rusia.

Keir Giles, seorang ahli militer Rusia di lembaga pemikiran Chatham House, telah memperingatkan bahwa perang informasi Rusia mencakup lingkup yang lebih luas dari prajurit siber dan peretas yang menjadi fokus Barat saat ini.

“Tujuannya adalah untuk mengendalikan informasi dalam bentuk apa pun,” tulisnya dalam sebuah laporan NATO yang berjudul Tahap Lanjut Perang Informasi Rusia.

Tidak seperti di masa Uni Soviet, disinformasi dari Moskow tidaklah diutamakan untuk mempromosikan Rusia sebagai sebuah ide, atau menjadikan Rusia sebagai salah satu model untuk ditiru.

“Selain itu, sering bahkan (informasi yang disebarkan) tidak diusahakan untuk bisa dipercaya. Sebaliknya, salah satu tujuannya adalah justru merusak pandangan tentang dimungkinkannya pelaporan dan kebenaran obyektif,” tulisnya.

Giles mengungkapkan, Rusia telah menyasar NATO dalam berbagai cara, termasuk menargetkan tentara tertentu secara individual melalui profil media sosial mereka. “Mereka menjangkau individu dan menyasar mereka seolah-olah berasal dari sumber yang terpercaya,” katanya.

Ada laporan tentang serangan informasi Rusia yang menargetkan pasukan NATO di negara-negara Baltik, militer Polandia, dan pasukan Ukraina yang memerangi pemberontak pro-Rusia.

Kemenangan Tak berdarah
Rusia menolak narasi Barat tentang disinformasi, dan sebaliknya menuduh NATO melakukan ekspansi agresif dan mendukung kaum nasionalis anti-Rusia di Ukraina.

Upaya Rusia di dunia maya menjadi perhatian besar Barat setelah munculnya tuduhan dari kalangan pejabat dan lembaga penting AS bahwa peretas Rusia membantu membelokkan arah pemilihan presiden menjadi mendukung Donald Trump.

Menurut Giles, militer Rusia memutuskan untuk memprioritaskan perang informasi setelah konflik Rusia-Georgia tahun 2008. “Aparat keamanan Rusia disebutkan menarik pelajaran dari ketidakmampuan untuk mendominasi opini publik tentang baik buruknya perang itu,” katanya.

Menanggapi pernyataan Shoigu, mantan panglima militer Rusia Jenderal Yuri Baluyevsky mengatakan, kemenangan dalam perang informasi dapat menjadi jauh lebih penting daripada kemenangan dalam konflik militer klasik, karena tak berdarah, namun dampaknya luar biasa dan dapat melumpuhkan semua struktur kekuasaan negara musuh.

Uni Eropa memiliki Satuan Tugas EastStratCom, sebuah tim khusus untuk memerangi ‘mitos’ Rusia yang tersebar di media sosial. (dc)

Close Ads X
Close Ads X